MAJALAH HATI BERIMAN "MAJALAH BERITA WARGA KOTA SALATIGA"

04 November 2008

Legenda


Saparan Merti Desa

Dukuh Tetep

Warga Tetep Randuacir biasa menyebut “Maringi Buangan”, hal itu untuk menggambarkan orang yang sedang punya hajat dengan memberikan sesaji di tempat tertentu.

Bagi masyarakat Salatiga yang tidak tinggal disekitar wilayah itu, kondisi ini pastilah sesuatu yang asing, namun tidak buat warga Tetep Rannduacir. Sebagian masyarakat disitu menyakini bahwa sesaji harus diberikan pada tempat-tempat tertentu yang sudah turun-temurun dilakukan nenek-moyang dulu.

Keluarga yang sedang mempunyai hajat baik itu pernikahan dan sunatan, atau kegiatan lain yang mendatangkan banyak tamu, diharuskan untuk memberikan buangan (sesaji) di persimpangan jalan, wuwungan rumahnya, dan di bererapa tempat seperti Watu Tanggung, Kali Gambir, Kali Jager, serta kali Kali Andong. Apabila kebiasaan ini dihindari, dipercaya akan mendatangkan hal-hal yang tidak baik bagi keluarga atau masyarakat Tetep.

Bekas buangan atau sesaji dapat kita jumpai di tempat itu. Wadah berupa kotak dari bambu yang dianyam terlihat bertumpuk, seperti terlihat di Watu Tanggung, salah satu Punden warga Tetep Randuacir. Dipercaya oleh masyarakat bahwa Watu Tanggung adalah batas tengah antara Dukuh Tetep Wates dan Dukuh Tetep Randuacir. Cerita ini Konon didengar dari kakek-kakek sesepuh Dukuh Tetep.

Mbah Suraji, orang yang dituakan di dukuh Tetep Randuacir menuturkan bahwa menurut kakek-nenek dulu, Kali Andong adalah tempat yang diyakini “paling tua”, dan kemudian menurunkan “anak” mbarep yaitu Kali Jager dan seorang “anak” ragil putri yaitu Kali Gambir. Adapun nama putri itu adalah Nyai Gadung Mlathi. Maka dari itulah ada semacam larangan tak tertulis kepada masyarakat Tetep untuk tidak mengenakan corak dan motif Gadung Mlathi dalam segala benda yang dipakai, baik itu iket, lendang,stagen, klambi,dan jarik.

Mbah Suraji sendiri menyebut pemberian sesaji ini sebagai naluri jaman kuno yang keberadaanya dipercaya dan tetap dilakukan oleh masyarakat Tetep. Kegiatan pemberian sesaji ini juga dilakukan pada acara Saparan Merti Desa. Aneka makanan dan jajan pasar lengkap ditempatkan di sebuah kotak bambu dan dibawa orang untuk diletakkan pada tempat-tempat yang telah ditunjuk. Pernah suatu ketika terjadi sesaji yang dikirimkan ternyata masih kurang satu buah Kedondong, karena pada saat dibawa jatuh menggelinding tanpa diketahui. Pada saat acara Saparan tengah berlangsung ternyata ada salah seorang tamu dari luar kota menjadi kesurupan dan meminta buah Kedondong. “Dondongku digigolake”, ucapnya berkali kali sambil terus berjoget secara tidak sadar.

Acara Saparan Merti Desa dilaksanakan oleh warga Dukuh Tetep Randuacir setiap Bulan Sapar hari Rabu Pon malem Kamis Wage. Hari H yang dipilih harus jatuh pada hari Rabu Pon. Namun apabila dalam bulan itu tidak ada hari Rabu dengan Pasaran Pon, maka akan diundur ke Bulan Mulud. Acara Saparan ini diawali dengan kegiatan bersih desa pada pagi hari, dan kemudian dialnjutkan dengan Kondangan (kenduri), dan pada malam hari diadakan pentas ketopak dan tayuban.

Sampai sekarang warga Dukuh Tetep tidak ada yang berani untuk meninggalkan tradisi ini, mengginggat ketakutan akan adanya sesuatu hal buruk yang terjadi apabila acara ini dilewatkan.(Shk)

Tidak ada komentar:

 
template : Copyright @ 2010 HUMAS SETDA KOTA SALATIGA. All rights reserved  |    by : boedy's