Pemilu tidak boleh lagi menjadi ajang penghinaan, permusuhan dan kecurangan. Dan ini merupakan tantangan berat bagi parpol yang siap tarung dalam pesta demokrasi nanti. Namun juga perlu dicatat bahwa selain tantangan di atas salah satu hal yang juga menjadi tantangan besar pemilu 2009 nanti adalah masalah partisipasi masyarakat.. Bisakah pemilu 2009 menarik partisipasi masyarakat luas?
Pemilu adalah pesta kedaulatan rakyat, dengan demikian partisipasi dan emansipasi masyarakat mutlak diperlukan.. Sementara itu, kalau kita melihat situasi saat ini, masyarakat nampak begitu jenuh dengan persoalan politik. Hal ini dibuktikan dengan maraknya golput pada beberapa pilkada, misalnya saja pada pilkada Jateng.
Padahal, tingkat partisipasi masyarakat pada pesta demokrasi daerah ini merupakan barometer partisipasi masyarakat pada pesta demokrasi di tingkat nasional. Kalau di tingkat daerah saja angka golputnya sudah sedemikian tinggi, maka bisa dipastikan pada pemilu nanti jumlah golput juga akan merangkak naik. Salah satu institusi efektif untuk menarik partisipasi masyarakat dalam pemilu adalah partai politik.
Namun sekarang ini partai politik sudah tidak begitu menarik di mata masyarakat. Tentu saja sangat sulit bagi parpol untuk meredam golput. Bagaimanapun juga, tinggi rendahnya partisipasi masyarakat tidak bisa dianggap enteng. Karena tingggi rendahnya partisipasi masyarakat ini akan menentukan tingkat legitimasi validitas pemilu. Pemilu mempunyai keabsahan yang tinggi kalau dukungan dan partisipasi masyarakat juga tinggi dan begitu sebaliknya. Indikasi maraknya golput ini menandakan bahwa negara kita saat ini tengah dilanda krisis legitimasi. Apabila terjadi kesalahan dalam sistim pemerintahan atau ketidakpuasan dalam mengatur sisitim pemerintahan maka masyarakatlah yang akan di salahkan karena tidak adanya partisipasi dalam pemilu. Angka golput seharusnya dapat di tekan jika banyak partai yang mampu meyakinkan masyarakat bahwa partai mereka dapat merubah bangsa ini menjadi lebih baik. Angka golput terus bertambah dengan adanya tingkah laku para pejabat yang banyak mengecewakan masyarakat . Mereka justru mengabaikan kewajibannya sebagai pejabat negara, yakni memenuhi aspirasi masyarakat. Mereka dekat rakyat hanya ketika menjelang pemilu untuk meminta dukungan suara masyarakat. Namun ketika masyarakat sudah memberikan dukungannya para politisi itu justru lupa diri dan bahkan sering bersikap sewenang-wenang terhadap orang yang dulunya mendukungnya.
Fenomena semacam ini terus menghiasi perjalanan politik kita. Oleh karena itu tidak salah kalau akhirnya masyarakat frustasi dan kecewa. Sehingga mereka mengambil jarak dan kalau perlu tidak lagi peduli, pasif atau cuek dengan persoalan politik, termasuk terhadap pilkada atau pemilu. Maka, kalau ditelusuri lebih dalam, yang membuat negara kita sekarang mengalami krisis legitimasi adalah para politisi sendiri. Karena para politis itulah yang suka membuat jarak dengan rakyat dengan sikapnya yang sok elitis dan tidak mau bersikap sederahana dan merakyat.
Mereka yang memutuskan golput cenderung mempunyai pikiran Sekian kali Pemilu tidak menghasilkan apa-apa, Selain BBM yang terus naik, Pengangguran Yang semakin Meningkat, Krisis Energi, PLN yang sering padam, Korupsi yang semakin meraja-lela dan Ter-legitimasi, Penggusuran dan sekian banyak penderitaan yang dialami oleh mayoritas rakyat
Maka, untuk mengembalikan kepercayaan publik, supaya krisis legitimasi ini tidak semakin parah, maka para politisi di setiap tingkatan birokrasi:eksekutif, legislatif maupun yudikatif, harus berinstropeksi diri. Sikap dan kebijakan yang arogan, sok elitis, sok kebal hukum dan sok berkuasa harus segera diubah. Para politisi harus lebih rendah hati dan concern melayani masyarakat. Karena dengan perubahan sikap seperti itu rakyat akan tertarik mengembalikan legitimasinya kepada pemerintah.
Oleh karena itu, kalau pesta demokrasi 2009 yang menghabiskan dana triliunan rupiah ini nantinya tidak ingin menjadi ajang hura-hura belaka tanpa legitimasi public.
Penulis adalah: Bimbi Kalipuspita, (Mahasiswi UKSW Salatiga Jurusan Komunikasi)
23 Juli 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar