MAJALAH HATI BERIMAN "MAJALAH BERITA WARGA KOTA SALATIGA"

10 September 2008

PROFIL: Jual Bakmi Untuk Hidupi Atlet


Namanya Hermansyah Monginsidi, penampilannya tegas, raut wajahnya kuwat dan berkarakter. Runtut pembicaraannya mengalir dan perlahan tidak sekeras perwakannya. Dia adalah salah satu pencetak atlet karete ternama, bukan di tingkat nasional saja tapi juga internasional.

Laki-laki paruh baya ini sejak umur 8 tahun sudah berlatih olah raga adu jotos ini. Maka tidaklah mustahil saat ini Mongin, begitu akarab disapa mampu mengasuh atletnya menjadi yang terbaik. Sebagai contoh pada PON di Kalimantan Timur kemarin atletnya mampu mendulang emas, perak dan perunggu.

Yang mengherankan adalah atlet yang paling sukses selama ini adalah anak kandungnya sendiri. Bapak dari tiga bersaudara Puspa Aprilia, Imam Tauhid Ragananda dan Puspita Triagustin tidak mengistimewakan anaknya dalam latihan. “Semua anak didik saya anggap sebagai anak sendiri, jadi tidak ada perbedaan dalam keseharian apalagi dalam hal latihan karate. Keberhasilan mereka ditentukan oleh keteguhan mereka sendiri dalam latihan” papar Mongin.

“Tidak hanya saya istri saya Debora Sri Juwati juga mengasuh mereka sebagai anaknya sendiri. Terkadang ibu mengantar anak-anak ke sekolah juga datang sendiri mengurus administrasi mereka” tambah Mongin.

Ditanya tentang prestasi yang telah diraih para atlet, Mongin sudah lupa karena saking banyaknya. “Saya juga baru saja disuruh mengumpulkan data prestasi atlet sedah 1999-sekarang. Bayangkan tahun 1999 kami belum punya komputer, saya harus buka file kabinet lagi karena data diketik dengan mesin tik manual” terang Mongin.

Yang menonjol dan yang diingat Mongin memaparkan atletnya ada yang sampai pada kejuaraan dunia. Puspita anak kandungnya menjadi Juara Islamic Woman di Taheran, Sea Games Philipina, dan AKF di Makau, sekarang dia masih di Malaysia. Pada PON kemarin rata-rata atletnya mendulang medali. Atlet yang mewakili Jateng mendapatkan Emas, Perak dan Perunggu. Ada juga yang dipakai Provinsi lain juga mampu mempersembahkan emas.
“Átlet yang dididik di sini rata-rata menempati rangking 1-3 di tingkat nasional, baik usia dini, pemula, kadet, yunior dan senior. Prestasi ini dapat diraih karena dukungan semua pihak baik masyarakat sekitar Dojo, pemkot, teman pengurus FORKI dan sama masyarakat bela diri” ungkap laki-laki berambut cepak ini.

Kediamannya di Cabean Kelurahan Mangunsari Salatiga yang menjadi satu dengan Dojo Schreuder tempatnya mengodok anak didik. Nama Schreuder adalah terinspirasi dari jasa seorang Belanda bernama Antonius Johanes Schreuder yang sudi membiayai pendidikan atletnya.

Tempat latihan ini tidak dibangunsecara pribadi karena keterbatasan dana yang dialokasikan. Keperluan gizi dan pendidikan juga membutuhkan banyak dana. “Beberapa waktu silam kami mendapat kucuran dana 60 juta dari Pemkot Salatiga. Jelas dana tersebut kurang jika kami bangun tempat latihan, akhirnya semua dana saya serahkan bapak Yulianto, SE. MM salah seorang pemborong di Salatiga ini. Entah berapa kurangnya saya sendiri tidak tahu, dan sekarang Dojo telah berdiri seperti sekarang ini” tambah Mongin.

Mengenai pendidikan anak-anak, Mongin berjuang sekuat tenaga dan menempuh segala upaya diantaranya dengan menekuni bisnis tanaman hias dan jual nasi goreng. “Saya mengerjakan itu adalah untuk membiayai para atlet agar tidak hanya karir atlet yang menonjol tapi juga pendidikannya. Jual mie dan nasi goreng itu adalah warisan dari kakek dulu untuk membiayai atlet. Sedangkan jual bunga dapat menambah kebutuhan yang lain. Beberapa waktu yang lalu ketika jenis anturium harganya melambung, saya dapat mengkuliahkan anak-anak” tambah Mongin.

Mongin mengingatkan, bahwa jadi manusia harus tekun pada bidangnya masing-masing dan jangan serakah. Jika orang bisa mensyukuri nikmat Tuhan pasti sukses hidupnya, karena sukses kuncinya syukur, sabar dan doa.(lux)

DARI REDAKSI: Sampah . . .


Satu kata ini selama ini selalu dikaitkan dengan hal-hal yang kotor, buruk, jelek, hina dan sudah tidak berguna lagi. Oleh sebab itu semua orang berusaha untuk menghindari dan membuangnya jauh-jauh dari lingkungannya. Celakanya, setiap manusia di dunia pasti menghasilkan sampah dalam kehidupannya sehari-hari.

Sementara itu, seiring dengan terus bertambahnya jumlah manusia yang menghuni bumi, semakin banyak pula sampah yang dihasilkan. Akhirnya, saat ini manusia dan sampah bersaing memenuhi bumi. Sebagai akibatnya, saat ini sampah, dalam hal ini sampah berupa barang sisa, menjadi masalah di berbagai penjuru dunia. Hal tersebut disebabkan sampah dapat menimbulkan akibat negatif bila tidak dikelola dengan baik. Bahkan, beberapa waktu lalu kita sering mendengar adanya konflik di masyarakat yang disulut oleh persoalan sampah. Satu pihak akan membuang sampah ke suatu tempat, sementara masyarakat setempat tidak mau wilayahnya dijadikan tempat pembuangan sampah, karena sampah tentunya akan menimbulkan bau tak sedap dan juga bisa mendatangkan berbagai efek negatif bagi kesehatan.

Sebenarnya, manusia, sebagai satu-satunya ciptaan Tuhan yang dikaruniai akal dan fikiran, ditakdirkan untuk menjadi imam atau pemimpin di muka bumi. Untuk itu, manusia memiliki kewajiban untuk mengelola semua yang ada di bumi ini, tentunya harus dengan bijak. Dengan kebijakan dan akal fikiran yang dimiliki, manusia sebenarnya diberi kemampuan untuk memecahkan permasalahan sampah.

Selama ini berbagai riset atau penelitian dilakukan untuk mencari jalan keluar terbaik dalam mengelola sampah. Dengan pengelolaan secara modern, sampah bisa diubah menjadi sesuatu yang tidak mendatangkan masalah tetapi justru mendatangkan manfaat. Sampah bisa didaur ulang menjadi berbagai peralatan kebutuhan manusia, dijadikan pupuk, atau bahkan bisa dijadikan sebagai sumber energi alternatif pengganti minyak bumi yang keberadaannya semakin menipis dan harganya semakin membuat giris.

Namun hal tersebut ternyata tidak selamanya semudah membalikkan tangan. Berbagai faktor menentukan terlaksananya upaya tersebut. Kesadaran masyarakat, dalam hal ini warga dan juga berbagai perusahaan penghasil sampah atau limbah, menjadi salah satu faktor menentukan, karena merekalah produsen utama sampah. Satu pihak yang tak kalah menentukan adalah pemerintah. Pemerintah harus tepat dalam membuat kebijakan dan konsisten dalam pelaksanaan dan tindakan sebagai tindak lanjut dari kebijakan. Tanpa komitmen dari masyarakat dan pemerintah, sampah akan selamanya menjadi masalah.

Redaksi

SURAT PEMBACA

Hidupkan Pasar Tradisional!

Pasar tempat bertemunya pembeli dan pedagang. Secara alamiah terbentuknya sebuah pasar ini juga tanpa konsep siapa yang mendirikan dan kapan didirikan. Pasar Tradisional tumbuh dan berkembang secara alamiah karena disitulah tempat yang cocok untuk pertemuan saling membutuhkan antara penjual dan pembeli, yang tadinya transaksinya kecil dan terbatas, lama-kelamaan berkembang menjadi pasar tradisional yang ramai dan omset penjualannya sampai ratusan juta rupiah setiap harinya. Yang terlibat di pasar tradisional juga banyak orang, menghidupi banyak keluarga dan merupakan komunitas sosial yang merata karena keuntungan yang diperoleh dinikmati banyak pedagang.

Tapi yang terjadi sekarang pasar tradisional diubah menjadi Super Market, Mall, dan Mini Market... inilah pesaing berat Pasar Tradisional yang akhirnya lemas dan mati sendiri. Mereka para pemilik Super Market, Mall, Mini Market adalah para pemodal besar yang semakin rakus menumpuk pundi-pundi keuntungan diri sendiri, kapital semakin berlipat ganda... inilah dunia bebas.. dunia kapitalis.. siapa yang kuat modal besar.. dia yang menguasai hajat hidup orang banyak... orang-orang yang tradisional.. lugu.. jujur.. apa adanya.. hilang dari peredaran tergusur.

Lalu siapa yang membela dan menjaga mereka....!? Pemerintah. Pemerintah ditugasi menyejahterakan hajat hidup orang banyak, bukan segelintir orang yang punya modal. Oleh sebab itu setiap kebijakan dan keputusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus dipertimbangkan masak-masak. Syukur-syukur dapat menghidupkan pasar tradisional dengan akses transportasi sebagai daya dukung memadahi.

Contoh kecil saja matinya pasar tradisional sayangan di Jl.Patimura Kelurahan Salatiga yang hidup enggan matipun tak mau.

Pak. Wi
Domas.

Perda Pemasangan Atribut

Pemilu masih jauh, tepatnya tahun 2009 mendatang. Namun dalam peraturan kampanye sudah boleh dilaksanakan selama tidak dalam pengerahan massa. Menyahuti celah tersebut otomatis para pelaku politik (partai) memanfaatkan kesempatan ini. Banyak sekali bendera, spanduk dan atribut partai maupun calon legislatif bertebaran di sepanjang jalan.

Keadaan itu terjadi di semua daerah, begitu pula Kota Salatiga yang kecil ini. Kain-kain bergambar dan bertulisan menghiasi setiap jalan terlebih tempat-tempat strategis. Ada dari atribut tersebut yang ditempel di pohon, ada yang dibentangkan di tengah jalan, ada juga yang membebani tiang-tiang telepon dan tiang listrik.

Fonomena ini dapat menjadi perhatian dan perenungan utamanya bagi pemerintah Kota Salatiga. Bayangkan atribut tersebut terpajang selama berbulan-bulan, kena hujan dan panas tentunya warna dan kain akan rusak. Setelah rusak siapa yang akan menanggalkan semua itu? Mungkin pihak yang memasang tidak akan menurunkannya. Dengan demikian menjadi tugas baru Satpol PP untuk membersihkannya.

Saya usul agar Pemerintah Kota Salatiga membuat peraturan atau Perda terkait dengan pemasangan spanduk dan atribut lain, baik yang bernuansa iklan atau politik. Hal demikian sangat penting mengingat, jika dibiarkan akan mengurangi keindahan Kota ini.

Zahira, Tingkir

OPINI: "Re Birth of Life" Manusia Fitri,


Rebirth of Life Manusia Fitri
Iskandar Abdurrahman El-Hasani*

Manusia fitri secara adalah manusia yang telah kembali kepada nilai-nilai kemanusiaannya. Proses kembalinya nilai kemanusiaan pada setiap individu sangat bergantung pada cara pandang dan nilai ideologi. Islam sebagai salah satu ideologi dan agama didunia mengajarkan umatnya untuk selalu menjaga nilai kemanusiannya. [QS. Ar – Ruum 31].

"Rebirth of Life adalah kembalinya nilai kemanusian pada setiap individu muslim setelah mereka menjalani ibadah puasa di bulan ramadhan. Kembalinya nilai kemanusiaan itu terjadi akibat keikhlasan, kesungguhan dan interaksi "ramadhan". Proses penjagaan indera, terpeliharanya nafsu, tumbuhnya rasa kasih sayang yang memuncak pada fakir miskin dan meningkatnya etos juang setiap muslim adalah suatu rahmat yang tidak dimiliki umat lain. Proses pendidikan tahunan ini setidaknya menghasilkan 5 kemenangan luar biasa bagi umat Islam.

Kemenangan itu adalah: pertama, kemenangan dalam menjalankan nilai-nilai Islam (al – qiyam tastahiqqun najah). Selama bulan puasa muslim mendapatkan dorongan psikologis yang luar biasa karena proses masalilasi nilai itu berjalan dengan sendirinya diseluruh belahan bumi. Penjagaan terhadap sikap positif yang dominan, terjaganya lisan, tingkah laku dan pikiran telah mengantarkan setiap muslim utnuk lebih tawadhu kepada Allah.

Kedua, kemenangan dalam konsep hidup (al – manhaju yastahiqqun najah) . Islam sebagai sistem hidup dan kehidupan adalah sistem yang mengatur seluruh aspek kehidupan umat manusia termasuk persoalan yang berkaitan dengan makan dan makanan. Perkataan nabi "tinggalkan meja makanmu sebelum kenyang" dan "muslim yang baik hanya makan manakala lapar" serta kewajiban untuk selalu memakan makanan yang baik, halal dan bermanfaat bagi tubuh adalah konsep yang mengantarkan manusia untuk menjadi pemenangan, setidaknya konsep kesehatan yang bersumber dari pola makan dan makanan memberikan nilai tambah bagi kehidupan setiap muslim.

Ketiga, kemenangan dalam metode atau sistem (an – nizham yastahiqqun najah). Dalam ibadah puasa, pergerakan umat islam dirubah selama satu bulan. Kebiasaan bangun malam untuk mengabdi kepada Allah diciptakanNya adalah salah satu bentuk kasih sayang yang luar biasa. Keseragaman dalam mengemban tugas dan mandat Ilahiyah yang Agung berjalan begitu indah. Penantian dan harapan manakala mendekati buka puasa, saat tarawih dan berjamaah adalah suatu tanda bahwa kemenangan sistem ilahiyah ini memang sengaja diciptakanNya untuk mengingatkan manusia agar kembali kepada sistem Ilahiyah.

Keempat, kemenangan jamaah (al - jamaatu tastahiqqun najah) adalah proses kelompok atau team untuk mengembangkan nilai-nilai ilahiyah kehidupan manusia. Duplikasi nilai ilahiyah seperti kasih sayang, jiwa sosial, rasa kebersamaan tumbuh demikian pesat pada saat manusia menjalankan puasa. Keinginan untuk membebaskan orang lain dari kemiskinan muncul bak jamur dimusim hujan. Shadaqah, zakat dan infaq terjadi peningkatan ektra tinggi, masing-masing kelompok dimotifasi oleh Allah untuk berlomba meraih keuntungan akherat. Harapannya adalah semangat jamaah ini akan berlangsung terus hingga Ramadhan dan Idil Fitri mendatang.

Kelima kemenangan tujuan (al ghoyatu tastahiqqun najah), derajat muttaqin sebagai tujuan akhir umat Islam pasti didapat oleh muslim yang ilkhlas menjalankan ibadah kepadaNya. Keikhlasan dalam tujuan dan kesiapan untuk mencapai tujuan seakan-akan dihamparkan Allah SWT dalam bentuk Ibadah yang tak tertandingi, bulan yang penuh ampunan, berkah, perjuangan, kesabaran dan bulannya untuk mencapai kemuliaan umat Islam selalu dinanti kehadirannya seolah muslim ingin berkata dapatkah Ramadhan menjadi Abadi disetiap bulanNya...., kiranya harapan inipun dinantikan oleh pebisnis manapun baik sandang, pangan dan lainnya merekapun memperoleh kemenangan dari orang-orang yang menang.

Penulis adalah Iskandar Abdurrahman
El-Hasani, Thio Yit Po

LAPORAN UTAMA


TUK Berkreasi dengan Sampah

yang berarti sumber mata air. Dengan kata lain, tuk merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Rupanya, pemaknaan inilah yang membuat tuk digunakan sebagai nama organisasi yang berdiri pada 1 Juli 2006.

Tanam untuk Kehidupan (TUK) adalah sebuah komunitas yang bergerak di bidang penyelamatan lingkungan melalui ekspresi seni. Organisasi ini aktif mengajak masyarakat Kota Salatiga untuk tidak mencabut, apalagi menebang, namun membudayakan menanam demi kehidupan. Dimotori oleh pelukis, Rudy Ardianto, TUK merupakan wujud keprihatian para seniman dan aktivis peduli lingkungan di Kota Salatiga.

”Kami prihatin melihat Salatiga yang sudah tidak sejuk dan indah lagi,” kata Rudi. Sumber mata air mulai terbatas dan sampah menumpuk di mana-mana. Akhirnya, dari berbagai acara berkumpul dan diskusi, mereka sepakat untuk membentuk Komunitas TUK.

Sebagai bagian Kota Salatiga, TUK ingin menunjukkan eksistensinya dengan memberikan konstribusi nyata terhadap kota kecil yang memiliki riwayat sebagai kota sejuk dan kaya mata air ini. Mereka mengadakan berbagai aktivitas seperti festival mata air, workshop, pameran, forum diskusi, dan pentas seni/budaya. Anggota komunitas juga tak segan melakukan reboisasi (penghijauan), bersih-bersih bumi, dan berbagai pelatihan ketrampilan. Membuat mainan dari sampah, kerajinan daur ulang, cetak sablon, dan teknik mengambar merupakan keterampilan yang sering mereka usung dalam pelatihan. Selain itu, mereka juga memberi pelatihan berkebun dan seni grafis cukil. Tak lupa, komunitas ini memajang hasil karya unik dan kreatif dari barang bekas dan tumbuh-tumbuhan di kantor sekretariat mereka yang berlokasi di Jalan Butuh Nomor 4 Salatiga. Penyelamatan lingkungan memang menjadi agenda penting mengingat kondisi lingkungan semakin terabaikan. ”Bahkan, pengabaian lingkungan telah berada pada pada tingkat destruktif (pengrusakan) yang berakibat buruk terhadap kelangsungan hidup generasi sekarang maupun generasi mendatang,” ungkap Koordinator Komunitas TUK ini.

Apa jadinya bila, karena kesalahan kita, lingkungan yang kita butuhkan justru berbalik menjadi bencana. Jebolnya lapisan ozon sebagai akibat pembakaran yang berlebihan telah menimbulkan efek global warming (pemanasan global). Bahkan, gara-gara lapisan ozon jebol, terjadi perubahan iklim dan hujan asam. Di tingkat lokal terjadi pencemaran air, udara, tanah longsor, banjir, kekeringan, dan limbah sampah.

Memang, dampak kerusakan lingkungan di Kota Salatiga belum begitu terasa. Namun, dalam jangka panjang, tak tertutup kemungkinan dampak negatif lingkungan akan terjadi.
Rudi menyatakan, sekarang saja, sebagian sumber air di Kota Salatiga telah mengalami penurunan debit (aliran) air yang sangat tajam. ”Bahkan menurut hasil penelitian, beberapa di antaranya sudah mulai kering,” tandasnya. Akibatnya, masyarakat akan kesulitan mendapatkan air layak untuk kebutuhan hidupnya, serta hasil pertanian menurun dan dapat mempengaruhi ketahanan pangan. Padahal, Salatiga dikenal sebagai kota yang kaya akan sumber mata air. Sumber mata air ini tersebar di beberapa wilayah seperti Kalitaman, Ngentak, Kalisombo, dan Kalibening.

Agaknya kita harus mulai mawas diri, bahwa kesalahan terbesar kita adalah tidak bisa menjaga dan memelihara lingkungan sebagai anugerah Sang Pencipta. Andai kita tidak menebang pohon dengan membabi buta, tidak membuang sampah di sembarang tempat, setidaknya, kita dapat meminimalkan dampak buruknya.

Menurut Rudi, pengaruh era modernisasi telah mengikis tingkat kepedulian masyarakat sebagai akibat kurangnya pemahaman mereka kepada lingkungan. Maka, sebagai langkah awal, perlu ada kegiatan sosialisasi yang bersifat ajakan kepada masyarakat. Mereka perlu mengetahui, peduli, dan bertindak dengan konsep sederhana, yaitu, bila kita ramah terhadap lingkungan maka lingkungan juga akan ramah terhadap kita.

Rudi menegaskan, dalam menyukseskan gerakan sadar lingkungan diperlukan kerja sama seluruh komponen masyarakat. Setiap individu, sektor usaha, maupun pemerintah harus bersikap bijak terhadap perkembangan dan perubahan yang terjadi di sekitarnya. Upaya penyelematan lingkungan harus dimulai dari diri sendiri, seperti hemat air, listrik, dan bahan bakar.

Bekali anak cucu dengan pengetahuan akan lingkungan, tidak sembarang menebang pohon, mempunyai semangat menanam pohon, dan kurangi mengunakan tas plastik. Bawalah tas belanja dari rumah, mengelola sampah dengan benar dan pada tempatnya serta tidak membakarnya.

”Idealnya, konservasi lingkungan di Kota Salatiga dilakukan dengan pembangunan yang berwawasan lingkungan, memelihara kawasan mata air dan pengolahan sampah dengan tepat,” sarannya. Sampah merupakan komponen yang mempengaruhi proses penyerapan air di tanah. Namun, fakta tentang sampah masih terabaikan hingga menjadi masalah sosial dan lingkungan.
Berawal dari konsep sederhananya, TUK mencoba mengolah sampah agar tak lagi menjadi sampah. Meskipun merupakan barang sisa, sampah tidak boleh dibuang begitu saja. Sampah harus dipilah dan dikelola kembali agar berguna dan tidak menimbulkan pencemaran.

Sampah digolongkan menjadi dua, organik dan nonorganik. Bahan yang dapat terurai, seperti daun-daunan dan sisa makanan, tergolong sebagai sampah organik. Sedangkan sampah yang tidak dapat terurai seperti gelas, kertas, plastik, dan besi digolongkan sebagai sampah nonorganik.

Sampah dipilah berdasarkan golongannya. Bila ada sedikit lahan kosong di rumah, manfaatkanlah untuk membuat biopori. Biopori adalah lubang kecil dengan diameter 10 sentimeter dan dalamnya satu meter. Setiap biopori berjarak 0,5-1 meter. Lubang ini digunakan untuk langsung menampung sampah-sampah organik. Secara alami, sampah akan terurai menjadi kompos. Selain menyuburkan tanah, langkah ini juga membantu peresapan air ke dalam tanah.

Sampah yang tidak terurai dikumpulkan tersendiri untuk dibuang ke tempat pembuangan akhir(TPA). Seyogianya, pilihlah TPA yang memiliki alat penghancur sampah dan lahan khusus untuk memroses sampah menjadi partikel terkecil sehingga tidak menimbulkan polusi/pencemaran.

TUK menawarkan solusi pemanfaatan barang bekas menjadi barang unik dan bermanfaat. Sampah nonorganik seperti plastik bekas pembungkus sebuah produk tidak harus dibuang. Plastik bekas ini dapat diolah menjadi barang kerajinan tangan seperti untuk tas belanja. Sampah-sampah kertas dapat disulap menjadi berbagai kerajinan daur ulang kertas seperti buku, tempat foto, atau tempat pensil. Kalung juga dapat dibuat dari bahan-bahan ini.

Sementara, barang bekas seperti botol, kaleng, dan besi kecil, dapat dibuat menjadi berbagai macam mainan robot, sepeda, dan kapal terbang. Sayangnya, ketrampilan ini tidak bisa diterapkan secara spontan kepada masyarakat karena harus melalui pelatihan (bakat-minat). Selain itu, keterampilan ini juga membutuhkan kemauan dan kesabaran masing-masing individu. Tidak semua orang mau dan mampu membuatnya. Namun, upaya pemilahan sampah yang benar sudah cukup membantu mengatasi masalah limbah sampah.(ind)

Pengelolaan Sampah Mandiri
Dimulai dari Memilah Sampah!

Isu tentang lingkungan dan pemanasan global sekarang ini bukan lagi monopoli orang-orang terpelajar. Semakin banyak orang awam dari berbagai lapisan di masyarakat ikut sadar dan kemudian tergugah untuk melakukan sesuatu demi terjaganya lingkungan, tempat mereka tinggal dan bernaung. Mereka Semakin tahu bahwa penebangan hutan, pembakaran lahan, dan pembuangan sampah secara serampangan dan sembarangan akan menyebabkan dampak yang serius bagi keseimbangan lingkungan.

Untuk itu kesadaran personal dari masyarakat akan isu-isu lingkungan harus juga ditindaklanjuti menjadi aksi yang nyata, mulai dari diri sendiri dan dalam lingkup yang terkecil. Maka tepatlah kiranya bila keluarga sebagai masyarakat yang terkecil ikut ambil bagian dalam usaha pembenahan dan perbaikan kualitas lingkungan tempat mereka tinggal.

Posisi strategis keluarga sudah seharusnya menjadi perhatian utama dalam pemecahan masalah lingkungan. Hal ini penting mengingat keluarga adalah tempat pertama dan utama dalam usaha penanaman kesadaran akan lingkungan. Keluarga dapat menjadi media penyelamat lingkungan, dan juga sebaliknya dapat menjadi agen perusak lingkungan, yang disebabkan kurang tepatnya proses penenaman nilai-nilai kelestarian lingkungan.

Kesadaran keluarga akan kelestarian lingkungan di Kota Salatiga pun sedikit demi sedikit mulai tumbuh. Hal ini dapat dilihat dari beberapa simpul masyarakat yang meskipun masih bersifat sporadis, mau memikirkan jalan keluar bagi permasalahan lingkungan secara khusus persampahan, di lingkungan masing-masing. Seperti kita tahu, sampah domestik yang dihasilkan oleh rumah tangga di Kota Salatiga yang mencapai 385 M3 (data tahun 2006) sampai saat ini belum ditangani dan dimanfaatkan secara maksimal.

Padahal perhatian serius pada permasalahan persampahan domestik berupa pemilahan sampah mulai dari rumah tangga akan sangat membantu para pengangkut sampah. Selanjutnya sampah tersebut akan lebih mudah ditangani untuk dapat dimanfaatkan dan ditingkatkan nilai tambahnya dengan mendatangakan keuntungan berupa uang. Hal ini memungkinkan karena barang-barang yang menurut anggapan umum disebut sebagi sampah, oleh sebagian orang, secara khusus para pemulung dapat mendatangkan penghasilan yang tidak kecil.

Adalah Dwi Lestiono, Ketua RT 03 RW 07 Karang Alit, Kelurahan Dukuh, beliau menagawali sebuah aksi untuk mengelola sampah yang ada di lingkungannya. Pengelolaan sampah yang digunakan dilingkungan itu adalah dengan menggunakan metode Reduce (meminimalisir penggunaan bahan yang dapat menjadi sampah), Reuse (pemanfaatan kembali barang yang tak terpakai), dan Recycle (daur ulang).

Awalnya dimulai dengan keprihatinan beberapa orang di lingkungan ini dengan masalah pengumpulan dan pembuangan sampah. Sebelumnya memang setiap rumah tangga dapat dibilang telah bertanggung jawab dalam penggelolaan sampah rumah tangganya masing-masing. Namun pembuangan sampah sampai Tempat Pembuangan Sampah (TPS) menjadi masalah tersendiri, mengingat di daerah itu belum ada TPS yang representatif. Untuk itulah warga awalnya mengusulkan agar dibantu fasilitas pembuangan sampah berupa kontainer sampah yang ditempatkan di lingkungan mereka. Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH) sebagai dinas yang ditujuk untuk mengelola sampah di Kota Salatiga menyambut baik inisiatif warga. Namun mereka menawarkan alternatif lain selain penyediaan Kontainer Sampah, yaitu dengan sistem pengelolaan sampah madiri oleh keluarga, yang disebut “Keluarga Mandiri Kelola Sampah”. Setelah beberapa kali bertukar pikiran, maka warga menyambut baik ide tersebut.

Bukan hanya itu, pengurus RT dan beberapa tokoh masyarakat diajak oleh DPLH untuk studi banding tentang pengelolaan sampah di Kota Magelang. Disana mereka belajar kepada salah satu paguyuban pengelola sampah di Kampung Paten Gunung. Dari Kota Magelang mereka semakin mendapatkan bekal untuk menerapkan pengelolaan sampah secara mandiri di Karangalit.

Akhirnya warga RT 03 Karangalit menggunakan waktu 2 bulan yaitu bulan Juni dan Juli 2008 untuk melakukan sosialisasi kepada warga. Lewat Pertemuan PKK, Dasawisma dan pertemuan RT, sosialisasi dilakukan secara terus menerus. Dalam sosialisasi awal, ditekankan tentang pentingnya pemilahan sampah dalam tiga kategori, yaitu sampah organik, sampah non organik, dan sampah keras.

Selain itu juga dilakukan pelatihan pemilahan sampah dan pembuatan kompos. Seorang warga yang bernama Bendot yang sekarang lebih dikenal dengan Bendot Sampah, yang berpengalaman bekerja di Dinas Pertanian, memberi bekal pelatihan pembuatan kompos kepada masyarakat. Dengan menggunakan alat peraga dan bahan-bahan untuk membuat kompos, dia menjelaskan dan memberi pelatihan kepada warga.

Untuk memfasilitasi Program Keluarga Mandiri Kelola Sampah ini, DPLH menyalurkan bantuan berupa sebuah gerobak sampah, 30 capstock, 90 kantong karung, 30 drum plastik. Bantuan ini diberikan kepada masing-masing rumah di RT 03 Karangalit, yang keseluruhannya berjumlah 55. Kekurangan sebanyak 25 unit untuk saat ini dipenuhi secara swadaya oleh masyarakat.

Secara perlahan tapi pasti, aksi pengelolaan sampah oleh masyarakat ini telah berlangsung selama bulan Agustus ini. Partisipasi dan respon positif dari warga membuat kegiatan ini berjalan maju untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Lahan kosong di depan Yayasan Sumber Kasih, diiklaskan untuk dijadikan TPS lingkungan RT tersebut. Warga sendiri dengan penuh kesadaran memilah sampah dari rumah masing-masing, sebelum nantinya diambil oleh petugas kebersihan. Mereka semakin sadar bahwa pemilahan adalah kunci agar pengelolaan sampah dapat berlangsung lebih efektif dan efisien.

Menurut Dwi Lestiono, sampah dari warga dipilah sendiri di rumah tangga masing-masing. Mereka menggolongkan sampah ke dalam tiga jenis yaitu sampah organik, sampah non organik, dan sampah keras. Memang pada prakteknya masih ada warga yang bertanya, tentang jenis sampah, dan kemana mereka harus menggolongkan sampah tersebut. Untuk itu ketua RT kemudian berinisiatif untuk membuat daftar jenis-jenis sampah dan penggolongannya dan daftar itu ditempel di dekat tempat sampah atau kantong yang telah dibagikan.

Sampah dari rumah warga akhirnya ditempatkan di TPS, dan kemudian dipilah lagi sesuai dengan jenis sampah. Misalnya sampah plastik di pisahkan menurut jenis plastiknya. Sedangkan untuk sampah organik, dapat diolah sendiri oleh warga di dalam drum bantuan DPLH, menjadi kompos dan digunakan untuk memupuk tanaman di pekarangan. Usaha untuk menggunakan pupuk buatan sendiri sudah dilakukan oleh beberapa warga pada tanaman sayuran dan bunga di pekarangan dan lahan-lahan kosong yang ada di sekitar pemukiman.

Untuk sampah yang telah terkumpul di TPS, secara rutin akan dijual kepada pengepul dan hasil penjualannya digunakan untuk membiayai operasional pengelolaan sampah dan sisannya digunakan untuk mengisi kas RT. Jadi sedikit banyak, warga tidak terlalu kesulitan untuk mengusahakan dana secara rutin.

Penanaman kebiasaan dan kesadaran pengelolaan sampah secara mandiri juga memberi penekanan pada usaha Reduce, dengan memanfaatkan barang-barang bekas yang masih dapat dimanfaatkan. Sebagai contoh, mulai timbul kebiasaan dari ibu-bapak yang sering berbelanja di pasar, untuk membawa sendiri tas dari rumah. Hal ini dilakukan untuk memperkecil penggunaan tas plastik (kresek), dengan demikian volume sampah plastik yang terbuang menjadi lebih kecil.

Ada juga beberapa warga yang mencoba membuat sebuah barang-barang seni dari sampah non organik, seperti plastik pembungkus kopi dan pembungkus deterjen. Barang-barang hasil pemanfaatan sampah berupa tas dan tempat pensil, telah dihasilkan warga RT 03/ RW 07 Karangalit. Dan bukan tidak mungkin nanti barang-barang ini dapat diproduksi secara lebih besar untuk mengatasi masalah pengangguran, yang menjadi masalah kita bersama.

Usaha untuk membuat lingkungan nyaman ditinggali dan bersih dari sampah memang bukan usaha yang dapat dilakukan hanya sekali, namun harus berkelanjutan dan bersinergi dengan lingkungan dan masyarakat lain. Untuk itu pengetahuan tentang pengelolaan sampah ini juga mulai disosialisasikan kepada anak-anak agar kebiasaan baik ini dapat tertanam dalam pikiran mereka sehingga kapanpun dan dimanapun mereka berada kebiasaan membuang, memilah dan mengolah sampah menjadi sebuah kesadaran lingkungan. Masih banyak juga RT-RT lain di Karangalit dan di Kota Salatiga yang dapat mencontoh keberhasilan RT 03/07 Karangalit dalam merintis pengelolaan sampah secara mandiri. Semoga kesadaran ini dapat menyebar, dan bukan tidak mungkin kalau tahun depan di Kota Salatiga, kita tidak dapat menemui lagi sampah yang tidak pada tempatnya. Bahkan penghargaan Adipura sekalipun, akan datang dengan sendirinya. Semoga.(shk)

Alat Pencacah Sampah
Belum Cukup

Sampah di Kota Salatiga tidaklah sedikit sebagaimana luasan kotanya yang tergolong kecil. Bayangkan jumlahnya kurang lebih 90 ton per hari.
Jumlah penduduk hanya sekitar 170 juta, namun mampu menyisakan pekerjaan berat bagi Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH) Kota Salatiga. Terbukti tumpukan sampah yang ada di Tempat Pembuangan Akhir di Ngronggo sangat banyak. Seandainya di gelar pasti memenuhi kota ini.

Bagaimana kiat dinas yang bergelut dengan kebersihan tersebut mengatasi permasalahan sampah tersebut? Berikut petikan wawancara langsung reporter Hati beriman dengan bapak Bambang Pamulardi, SH. selaku Kabid Kebersihan DPLH Kota Salatiga.

Berapa besar jumlah sampah yang dihasilkan masyarakat Salatiga perharinya? Sampah yang ada di Salatiga adalah 90 ton perhari. Sebagai catatan sampah itu bukan hanya disisakan oleh masyarakat Salatiga saja, namun dari masyarakat sekitarnya juga. Ini dikarenakan Salatiga merupakan kota jasa dan perdagangan serta pendidikan. Dengan begitu orang yang masuk di kota ini dari berbagai profesi, dan kesemuanya berpotensi membuang sampah di Salatiga.

Apa yang mereka buang tersebut? Ya, beragam bentuknya. Kalau pedagang yang dihasilkan berupa sisa-sisa dagangan, baik sayuran, plastik dedaunan dan sebagainya. Sedangkan pelajar lebih sering sampah plastik dan kertas.

Dari mana saja sampah tersebut?
Prosentase sampah adalah dari rumah tangga 60%, yang dihasilkan pasar 20%, 10% dari industri dan perkotaan dan yang 10% dari fasilitas umum seperti jalan dan tempat umum terbuka.

Bagaimana sampah dikelola saat ini? Dari dulu sampai sekarang ini sampah lama yang ada di TPA Ngronggo ditangani secara open dumping atau buka tutup. Artinya sampai dalam kurun waktu tertentu dibalik agar yang di bawah naik ke atas juga sebaliknya. Tujuan dari proses ini adalah terjadi pembusukan bagi sampah organik. Sedangkan yang anorganik dapat dimanfaatkan oleh pemulung.

Apakah proses tersebut cukup efektif? Berbicara tetang keefektifan masih kurang. Coba saja semua sampah ditumpuk menjadi satu antara yang bisa terurai dan yang tidak, ini tetunya akan memperlambat proses penguraian. Sedang sampah yang tidak bisa terurai juga susah diambil.

Bagaimana langkah DPLH ke depan? Sampah yang sampai ke TPA akan dikelola dengan pemilahan terlebih dahulu. Ini nantinya akan bekerjasama dengan paguyuban “Warga Sejahtera Mandiri Kelola Sampah”. Paguyuban ini dikelola oleh pensiunan yang peduli dengan sampah, pengepul barang bekas, pemulung dan LSM. Meski SK mereka belum ditandatangani ketua namun sudah berjalan.

Apa upaya lain dari DPLH untuk memaksimalkan pengelolaan sampah? Nantinya mesin pengayak sampah yang kita miliki akan didekatkan pada tumpukan sampah lama, sehingga sampah plastik dengan yang kompos akan terpisah. Dengan begitu akan memudahkan pembuatan kompos dan pemanfaatan kembali sampah plastik.

Bagaimana pemanfaatan dari proses tersebut? Untuk sampah plastik tidak ada masalah karena kerjasama di atas dengan para pengepul. Sedangkan sampah yang sudah menjadi pupuk akan kita jual kepada BUMN Perhutani. Kenapa tidak kita jual ke para petani, ini disebabkan kompos dari sampah lama banyak mengandung seng dan bakteri ekoli dan ini tergolong berbahaya. Sedangkan kompos yang dihasilkan dari sampah baru bisa kita lempat ke petani.

Bagaimana dengan alat pencacah sampah yang telah beroperasi? Cukup membantu namun belum cukup untuk mengatasi persoalan sampah. Mesin tersebut baru bisa mencacah sampah 3 ton perhari dibandingkan sampah yang ada 90 ton per hari. Sebenarnya alat tersebut masih bisa ditingkatkan lagi, namun sayang jika nantinya cepat rusak.

Apa bentuk dukungan DPLH kepada paguyuban pengelola sampah tersebut? DPLH akan membantu untuk mengusahakan eks pondok boro Ngawen untuk dibuat kios. Kios-kios tersebut akan dibuat berjualan pupuk dan bibit tanaman. Nanti paguyuban akan mengajukan bantuan ke Kementerian Lingkungan Hidup, pihak pusat menyediakan bantuan biaya daur ulang yang diharuskan untuk pembelian barang. Nanti dana tersebut akan diwujudkan instalasi daur ulang, sedangkan biaya operasionalnya akan bekerjasama dengan koperasi.

Apa harapan DPLH kepada masyarakat Salatiga? Harapan pendek adalah terciptanya keluarga mandiri memilah sampah, sedangkan jangka panjang mereka mampu memilah dan mengolah. Agar mereka mau untuk memilah tentu harus ada imbalan, nanti kami akan bekerjasama dengan paguyuban untuk membeli hasil pilahan tersebut, syukur mereka bisa menjual sendiri ke para pengepul barang bekas.

Dimana daerah yang menjadi acuan bapak? Kami telah studi banding ke Yogyakarta tepatnya di daerah RW Sukunan. Setelah keluarga mau memilah dan mengolah sampah, sisa sampah yang sampai TPA hanya 10%. Sisanya berupa softex, sacet shampo(mengandung alumunium foil), pempers dan stereo form. Di Salatiga sudah ada orang yang membuat kerajinan tangan dari sacet shampo dan sacet lainnya.

Bagaimana respon masyarakat dengan program keluarga mandiri kelola sampah tersebut? Setelah program ini dicanangkan pada 4 Agustus 2008 di Pemkot, banyak sekali warga dari perorangan, RT, RW yang datang ke DPLH minta bantuan stimulan. Bantuan berupa kantong-kantong sampah dan alat.

Apa harapan masyarakat kepada DPLH? Masyarakat menginginkan sistem yang praktis dalam mengelola sampah.

Sementara itu, Kasi Kebersihan dan Pengelolaan Sanpah, Agung Budi Wahyono, SH. juga berkesempatan memberikan keterangan kepada HB. Berikut petikannya.

Apa saja perangkat yang disiapkan DPLH dalam mengatasi sampah di Kota Salatiga? Kita sudah memiliki alat pencacah sampah seperti yang diterangkan bapak Babang tadi yang mulai beroperasi tahun 2007. Alat ini dioperasikan untuk mencacat sampah organik, sampah tadi kemudian dicampur dengan EM4 dan ditimbun setengah bulan maka akan menjadi pupuk kompos. Sedangkan sampah plastik dipilah oleh petugas (pegawai honorer) sesuai jadwal. Selama ini sampah plastik mereka kelola bersama-sama.

Apa sarana lainnya? DPLH menyiapkan counter sampah sebanyak 27 se –Salatiga, TPS dari batu bata (permanen) 3 tempat, Depo sebanyak 3 tempat. Selain itu ada gerobak sampah, amrol 8 unit, dum truck 5 unit mobil pembilas.

Mengapa ada mobil pembilas? Mobil pembilas adalah mobil bak terbuka, digunakan untuk mengangkut sampah setelah disapu petugas khususnya yang tidak terangkut gerobak. Mobil ini sebagai kontrol terakhir jalan agar tetap bersih, beroperasi pada jeda sapu pagi sampai siang.
Apa kendala yang dirasakan petugas saat ini? Tidak ada kendala, namun karena petugas kami terbatas sedangkan jumlah sampah semakin lama kian bertambah tentu hal itu menguras tenaga. Jumlah petugas penyapu saat ini hanya 99 orang.

Kapan waktu petugas membersihkan lokasi? Ada tiga shift, shift pertama mulai dari pukul 06.00 pagi sampai 12.00 siang, shift kedua pukul 12.00-18.00 dan yang terakhir pukul 18.00-23.00 malam.

Apa faktor suksesnya pengelolaan sampah di Salatiga? Semua keluarga mau memilah dan mengelola sampah. Beberapa waktu lalu DPLH memberikan peralatan berupa kantong sampah, gancu, gerobak, tong, cupstok dan sprayer.(lux)

RAGAM:


Sampah Kota Dan Alternatif Pengelolaan
Jubhar. C. Mangimbulude*

Setiap kegiatan manusia pasti menghasilkan buangan tidak terpakai atau sampah. Jumlah atau volume sampah berhubungan secara signifikan dengan tingkat konsumsi barang/material yang digunakan setiap hari. Secara umum sumber sampah kota di Salatiga berasal dari beberapa tempat seperti pemukiman penduduk, tempat-tempat komersial (pasar, pertokoan, mol, PKL), perkantoran, lembaga pendidikan, tempat rekreasi dan industri. Informasi akurat tentang data kuantitas (jumlah) dan jenis sampah yang dihasilkan dari masing-masing sumber menjadi penting guna memudahkan dalam menentukan pengelolaan sampah itu sendiri. Berdasarkan jumlah sampah yang dihasilkan per hari, jika di hubungkan dengan jumlah penduduk kota Salatiga yang hampir mencapai hampir 150 juta orang , maka diperkirakan jumlah sampah yang dihasilkan oleh setiap orang per hari mencapai 0.5 kg. Jumlah ini hampir sama dengan jumlah sampah yang dihasilkan oleh masyarakat di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya.
Sampah tidak hanya dapat menimbulkan masalah kesehatan masyarakat, dan ekologis (lingkungan), tetapi dapat juga mengganggu nilai estetika (keindahan) lingkungan.

Hal ini penting digaris bawahi karena secara historis, kota salatiga merupakan kota peristirahatan dan kota persinggahan (transit), yang tentunya kenyamanan dan keindahan (bebas dari sebaran sampah) kota menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Dari hasil observasi ditemukan masih banyak sampah yang berserahkan di tempat-tempat umum seperti di trotoar dan disekitar kawasan pertokoan. Selain itu, masih terdapat beberapa tempat pembuangan sementara (TPS) yang tidak terawat baik sehingga banyak lalat terutama pada saat musim hujan. Menarik untuk diperhatikan bahwa banyak TPS yang terletak dekat pemukiman penduduk, jika kondisi TPS tidak memadai, maka sampah yang ada ditempat tersebut dapat menjadi media yang baik bagi perkembangan kuman penyakit, dan sekaligus menjadi sumber penyebaran penyakit. Atas alasan itu, maka pengelolaan sampah kota perlu mendapat perhatian dan prioritas dari pemkot.

Dalam pandangan subjektif (penulis) pengelolaan sampah kota di Salatiga belum berlangsung secara proporsional dan optimal. Tentunya banyak kendala-kedala fundamental maupun teknis yang di hadapi oleh pemkot. Beberapa kemungkinan penyebabnya antara lain: 1.Pemkot belum membuat startegi pengelolaan sampah kota yang dibuat berdasarkan fakta (data) kuantitas dan kualitas sampah secara faktual dan terintegrasi mulai dari hulu hingga hilir; 2.Rendahnya kesadaran pemkot dan masyarakat dalam memperlakukan sampah itu sendiri, mulai dari penilaian kapan suatu materi sudah masuk dalam kategori sampah atau belum dan penempatan pada tempatnya; 3.Anggaran penanganan sampah kota yang terbatas, sehingga terbatas dalam (a) investasi teknologi pengelolaan dan SDM, (b) operasional dan pemeliharaan dan (c) peningkatan standar kualitas dan kuantitas standar layanan sanitasi; 4.Hambatan/kendala dalam membuat Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang memadai sesuai standar.
Pengelolaan sampah kota tidak berlangsung sesaat, tetapi berkelanjutan.

Pengelolaan sampah kota tidak hanya menjadi tanggung jawab pemkot semata, tetapi juga menjadi tanggung jawab masyarakat. Oleh karena itu, pemkot perlu mengembangkan strategi pengelolaan sampah yang mengikut sertakan masyarakat secara terpadu. Namun perlu pertimbangkan bahwa partisipasi masyarakat akan meningkat apabila mereka menjadi sadar akan pentingnya pengelolaan sampah. Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah dapat dilakukan melalui program penyuluhan atau sosialisasi kepada warga. Pemkot dapat bekerja sama sama dengan pilak lain lembaga pendidikan atau LSM untuk melakukan kampanye tentang sadar sampah. Bahkan untuk mencapai kesadaran tersebut diperlukan juga dukungan legal guna jaminan dan mengatur perilaku masyarakat sehingga tercipta kultur dan budaya masyarakat sadar sampah.Sebagai contoh sebagian besar masyarakat Singapura menempatkan sampah pada tempatnya jika mereka ketahuan membuang sampah tidak pada tempatnya akan didenda, dan lebih kesadaran itu tidak hanya terjadi pada orang dewasa, tetapi juga pada anak-anak

Selain peningkatan kesadaran masyarakat, pemkot perlu mengembangkan strategi pengelolaan sampah yang tidak hanya fokus pada bagian hilir, tetapi mulai dari bagian hulu. Sedapat mungkin bagaimana mengurangi kuantitas sampah dari sumber asal. Berhubungan itu, perlunya partisipasi masyarakat dalam memilah sampah berdasarkan jenisnya (organik dan anorganik) dan menempatkannya sesuai tempatnya. Dengan demikian, sortiran sampah untuk kepentingan daur ulang oleh mereka yang membutuhkan (pemulung) dapat berlangsung di bagian hulu, sehingga dapat mengurangi kuantitas sampah yang akan diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Perlunya penataan sistem transportasi dan monitoring sampah yang terkoordinasi mulai dari sumber ke TPS dan kemudian TPA (pengelolaan sampah di TPA di sajikan tersendiri). Hal ini penting untuk meminimalkan penimbunan sampah di TPS. Waktu tinggal sampah di TPS tidak lebih dari 2 hari karena dapat menimbulkan bau yang tidak sedap.Untuk sistem transportasi sampah, perlu keikutsertaan pihak lain diluar pemkot (sektor swasta) secara proporsional untuk menopang keterbatasan sarana transportasi milik pemkot.

Dalam rangka menopangan sistem pengelolaan sampah secara terpadu, dibutuhkan dukungan finansial dari masyarakat. Pertanyaanya adalah berapa besar kontribusi finansial yang dibutuhkan dari masyarakat? apakah kontribusi finansial untuk sampah dari masyarakat saat ini sudah memadai? Menjawab pertanyaan tersebut, pemkot perlu menghitung kembali berapa besar kontribusi finansial yang memadai dari masyarakat kota Salatiga untuk menjaga kebersihan kota ini?

Sampah perkotaan tidak mungkin untuk ditiadakan, justru cenderung akan bertambah seiring dengan pertambahan penduduk. Namun untuk mengurangi permasalah tersebut, dibutuhkan komitmen pemkot maupun masyarakat dalam membangun sistem pengelolaan sampah yang terpadu. Salah satu bagian dari sistem pengelolaan sampah adalah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengurangi jumlah sampah. Dalam perspektif ini maka gaya hidup masyarakat yang konsumtif bukanlah pilihan yang tepat. Kota tidak ada bedanya dengan suatu ekosistim buatan yang secara sadar dirancang demi keberlangsungan dan kenyamanan hidup. Agar ekosistem ini stabil diperlukan keseimbangan interaksi yang harmonis antar element-element ekosistem. Dengan demikian interaksi timbal balik antar pemkot dan masyarakat menjadi penting dalam menanggulangi salah satunya adalah sampah kota.

*Penulis adalah Staf pengajar
Fakultas Biologi
UKSW Salatiga


Puasa Sebagai Pendidikan
Rahmat Hariyadi*

Puasa, dan seluruh ajaran agama hakikatnya dapat dilihat dari perspektif pendidikan. Di dalam sebuah proses pendidikan, terdapat komponen utama, yaitu: pendidik, peserta didik, dasar, tujuan, materi, metode, dan evaluasi Puasa adalah sebuah materi pendidikan. Kalau kita perinci sesuai dengan bunyi surat al-Baqarah ayat 183, dan ayat atau hadits-hadts Rasulullah lainnya, maka dalam puasa itu terdapat beberapa komponen sebagaimana dalam sistem pendidikan Tulisan ini mencoba melihat puasa dari sudut pandang tersebut.

Pendidik
Di dalam puasa, Allah SWT adalah sebagai pendidik, Sang Maha Mendidik. Pandangan ini berada dalam kerangka tauhid rububiyyah. Maksudnya kita meyakini bahwa hanya Allah SWT. lah Tuhan yang telah menciptakan semua mahluk, terutama manusia, melahirkan ke dunia, memelihara, mendidik, dan memberi rizki. Allah juga memberi petunjuk, aturan serta takaran sesuai dengan kapasitas masing-masing, sehingga manusia dapat berperan dan menduduki posisi tertentu dalam sistem sosial. Dengan keyakinan ini, maka setiap perintah Allah hakikatnya adalah suatu bentuk tarbiyah untuk mendidik dan melindungi manusia itu sendiri. Dalam surat terakhir di dalam Al-Qur'an (An-Naas: 114: 1) dinyatakan bahwa Allah adalah Rabb an-naas (pemelihara/pendidik /pelindung manusia). Demikian pula tentu pemahaman kita mengenai puasa. Dalam puasa pasti terkandung rahasia/hikmah yang dutujukan untuk kepentingan mendidik manusia.,

Peserta Didik
Peserta atau subyek didik dalam puasa adalah seluruh manusia. Puasa tidak diajarkan kepada mahluk lain selain manusia, seperti binatang, jin, atau malaikat. Hal ini karena hanya manusia yang memiliki kelengkapan potensi hidup yang sempurna. Manusia memiliki jasad fisik dan indera, yang perlu dijaga kesehatannya. Memiliki hawa nafsu yang perlu dikendalikan, memiliki akal yang juga perlu diarahkan, dan memiliki hati nurani yang perlu diasah. Semua potensi tersebut idealnya berfungsi optimal untuk menghasilkan hidup yang bermakna.

Dasar
Dasar puasa adalah iman. Tanpa iman kepada Tuhan, malaikat, surga dan neraka, maka manusia tidak akan tertarik untuk puasa, yang hanya menyusahkan diri sendiri. Orang yang beriman percaya bahwa Allah Maha Melihat, sehingga walau pun ada makanan tersedia dan halal, serta perut dalam keadaan lapar, tetap saja ia tahan sampai waktunya tiba.

Tujuan
Tujuan umum puasa adalah untuk mencapai ketaqwaan. Sedangkan tujuan khususnya, adalah agar manusia sehat:
a. Secara fisik, dengan mengatur pola makan dan pola hidup.
b. Secara mental, berpikir positif tentang dirinya, disiplin, produktif memanfaatkan waktu (tidur pun dihitung ibadah, apa lagi bekerja/beribadah)
c. Secara sosial, mau merasakan penderitaan orang miskin, banyak beramal/bersedekah, menghindari hal-hal yang negatif, sabar, pemaaf, tidak suka menggunjing dan sebagainya. Di akhir puasa, orang semiskin apa pun asal punya kelebihan makanan diwajibkan berbagi dengan orang lain melalui zakat fitrah.
d. Secara spiritual, lebih dekat dengan Tuhan, dilatih bangun dan sholat malam, disuruh banyak membaca Al-Qur'an, dan doanya dikabulkan.

Metode
Metode utama dalam puasa adalah menahan diri. Pada peserta tingkat dasar (awam) adalah menahan diri dari makan, minum dan berhubungan seksual dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Sedangkan bagi mereka yang tingkatannya intermediate, ditambah menjaga seluruh panca indera: mata, telinga, mulut, tangan dan sebagainya dari perbuatan yang tidak produktif dan tidak dibenarkan. Untuk tingkatan advance (khowaasul-khowas) ditambah dengan menjaga diri dari berpikir negatif dan selalu menjaga orientasi setiap perbuatannya hanya untuk mencari ridlo Allah SWT.

Evaluasi
Evaluasi puasa terdiri dari evaluasi harian dan akhir kegiatan. Dalam evaluasi harian, orang yang berhasil puasanya, mendapat dua imbalan, yaitu kebahagiaan saat berbuka, dan pada saat berjumpa Tuhannya kelak. Sedangkan evaluasi akhir, mulai dila- kukan pada termin ketiga, yaitu pada sepuluh hari terakhir. Mereka yang berhasil, akan semakin sungguh-sungguh dalam mendekat kepada Allah SWT. Bagi kelompok ini, dijanjikan akan mendapat laitatul qodr, malam yang labih baik dari seribu bulan. Indikator yang sederhana adalah, mereka yang berhasil lulus, setelah puasa akan mampu meng-hadapi tantangan dan godaan selama sebelas bulan ke depan, dimulai dari lebaran.

Demikialah pandangan mengenai puasa dari perspektif pendidikan. Subhanallah, sungguh indah dan sempurna cara Allah SWT. mendidik hambanya. Semoga tahun ini minimal kita termasuk peserta kelas intermediate, dan lulus dengan predikat muttaqiin, amin ya robbal-alamiin.

*Penulis adalah Dosen STAIN
Salatiga

PENDIDIKAN: KTSP, Pertegas Pelaksanaan KBK


KTSP,
Pertegas Pelaksanaan KBK
Budi Susilo, S.Sos*

Depertemen Pendidikan Nasional melalui Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) yang merupakan lembaga mandiri, profesional, dan independen dengan mengemban misi guna mengembangkan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan standar nasional pendidikan ini mungkin bermaksud mempertegas pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi atau yang biasa disebut KBK dengan membuat produk baru yang dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau KTSP.

Dalam arti, kurikulum Tingkat Satuan pendidikan ini tetap memberikan tekanan pada pengembangan kompetensi siswa. KTSP hanya diberlakukan bagi sekolah yang telah siap menerapkan kurikulum ini. Kesiapan sekolah dalam memberlakukan KTSP ditandai dengan ketersediaan sarana dan prasarana, pengalaman menerapkan KBK, dan rasio siswa, karena pengalaman dalam menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi dapat dijadikan bekal dalam menerapkan KTSP yang ditetapkan oleh Kepala Sekolah dengan memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah dan harus diketahui oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi.

Disini, contoh yang saya ambil adalah sekolah menengah kejuruan, yang memiliki tujuan meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya, agar dapat bekerja secara efektif dan efisien serta mengembangkan keahlian dan ketrampilan maka harus: memiliki stamina yang tinggi, menguasai bidang keahlian dan dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi, dan mampu berkomunikasi sesuai tuntutan pekerjaan serta memiliki kemampuan mengembangkan diri.

Selain itu, setiap sekolah menengah kejuruan juga memiliki tujuan khusus, diantaranya ada Sekolah Menengah kejuruan yang memiliki tujuan khusus untuk Menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia produktif, mampu bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan dunia industri sebagai tenaga kerja tingkat menengah sesuai dengan kompetensi dalam program keahlian yang dipilihnya; Menyiapkan peserta didik agar mampu memilih karier, ulet dan gigih dalam berkompetisi, beradaptasi di lingkungan kerja, dan mengembangkan sikap profesional dalam bidang keahlian yang diminatinya; Membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, agar mampu mengembangkan diri di kemudian hari baik secara mandiri maupun melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi; dan membekali peserta didik dengan kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan program keahlian yang dipilih.

Jika sekolah-sekolah menengah kejuruan yang ada benar-benar telah memiliki pengalaman dalam menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), maka sekolah menengah kejuruan tersebut tidak akan kesulitan dalam menerapkan KTSP guna mencapai tujuan pendidikan, khususnya disini sekolah menengah kejuruan yang dituntut untuk memberikan keterampilan lebih kepada peserta didiknya.

Dengan kehadiran KTSP kita sangat berharap untuk dapat memberikan jawaban yang konkrit terhadap mutu dunia pendidikan kita saat ini. Disini, sekolah bersama dengan komite sekolah dapat secara bersama-sama merumuskan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi kita masing-masing, serta dapat berkonsultasi baik secara vertikal maupun secara horizontal. Secara vertikal, sekolah dapat berkonsultasi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten atau Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi, dan Departemen Pendidikan Nasional. Sedangkan secara horizontal, sekolah dapat bekerjasama dengan dunia usaha dan dunia industri agar kurikulum yang dibuat oleh sekolah benar-benar mampu menjawab kebutuhan di daerah di mana sekolah tersebut berada. Bagaimanapun juga sepak terjang komite sekolah memang sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas suatu sekolah.

Dengan demikian guru benar-benar diberi kebebasan untuk mengembangkan kompetensi siswanya sesuai dengan lingkungan dan kultur daerahnya. Guru dan sekolah diberi keleluasaan untuk mengembangkannya sendiri sesuai dengan kondisi murid dan daerahnya. Sehingga jika peserta didik di lingkungan ini telah menyelesaikan studinya, dan mereka tidak ingin melanjutkan studinya ke jenjang perguruan tinggi, mereka dapat langsung bekerja menerapkan ilmu dan ketrampilan yang telah diperoleh di bangku sekolah.

Kehadiran KTSP bisa jadi merupakan kabar baik bagi sekolah sekolah yang telah siap, dan menjadi momok bagi sekolah yang belum siap, hal itu tergantung dari kesiapan sekolah masing-masing. Sebagian sekolah yang belum siap memang sangat khawatir karena kekurangan sarana dan prasarana. Sedangkan sekolah yang sudah siap dalam hal sarana dan prasarana, tidak akan menjadi kendala yang berarti.

Sebagai contoh salah satu sekolah menengah negeri di Salatiga yang memiliki bidang keahlian Teknik Mesin, dengan program keahlian Teknik Mekanik Otomotif yang telah menggunakan KTSP. Menurut sekolah tersebut, secara umum penerapan KTSP disekolahnya tidak menjadikan kendala.

Program Keahlian Teknik Mesin nya mengacu pada isi Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN) Pasal 3 mengenai tujuan pendidikan nasional dan penjelasan pasal 15 yang menyebutkan bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Namun, tidak sedikit sekolah yang sangat ketakutan dengan kehadiran kurikulum yang satu ini. Bagaimana tidak, karena sampai saat ini masih ada juga sekolah yang belum memiliki komite sekolah, padahal landasan hukum adanya Komite Sekolah sudah jelas, yaitu SK Mendiknas no. 044/U/2002 tanggal 2 April tahun 2002, sementara Komite Sekolah di beberapa sekolah hanya sekedar formalitas dan dicari enaknya saja, tanpa memperhatikan fungsi Komite Sekolah sebagai Akselerator, Mediator dan Fasilitator bagi sekolah. Yang lebih ironis lagi, ada juga sekolah kejuruan yang selalu mengutamakan teori, karena tidak memiliki ruang praktik yang representative, sehingga kalangan pendidik sering menyebut dengan “SMK Sastra”.
Memang, kelemahan kurikulum kita di masa lalu adalah adanya penyeragaman kurikulum di seluruh negeri ini, dimana kita tidak melihat kepada kenyataan di lapangan, serta kurang menghargai potensi serta keunggulan daerah tertentu.

Kita tidak bisa menyamakan antara sekolah di daerah pertanian dengan sekolah yang ada di daerah perindustrian. Karena kita diwajibkan untuk dapat memberikan kompetensi yang cukup bagi peserta didik untuk mengembangkan diri terkait dengan keunggulan khas yang ada di daerah kita masing-masing. Toh, kalau kita paksakan juga, akan mengakibatkan terjadinya lulusan yang tidak memiliki daya kompetitif di dunia kerja dan berimplikasi pula terhadap meningkatnya angka pengangguran.

Apapun kenyataannya, penerapan KTSP tetap memiliki kendala, diantaranya kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan dari pelaksanaan KTSP. Ketersediaan sarana dan prasarana yang lengkap dan representatif merupakan salah satu syarat yang paling urgen bagi pelaksanaan KTSP. Sementara kondisi di lapangan menunjukkan masih banyak satuan pendidikan yang minim alat peraga, laboratorium serta fasilitas penunjang yang menjadi syarat utama pemberlakuan KTSP.

Dengan penerapan KTSP, semoga akan dapat menghilangkan sekolah-sekolah yang biasa disebut SMK Sastra itu, dengan demikian dunia pendidikan kita, khususnya pendidikan kejuruan akan dapat menciptakan lulusan yang tidak hanya memiliki daya kompetitif di dunia kerja, yang juga berimplikasi terhadap pengurangan angka pengangguran.

*Penulis adalah seorang
Pemerhati Pendidikan

KESEHATAN: Mungkinkah Leptospirosis Berjangkit di Salatiga?


Mungkinkah
Leptospirosis Berjangkit di Salatiga?
Maria Agustini*

Salah satu penyakit yang dapat berawal dari sampah adalah leptospirosis. Pasalnya, sampah yang menumpuk merupakan rumah yang paling cocok bagi perkembangbiakan tikus. Selama ini, kasus leptospirosis memang tidak pernah dijumpai di Kota Salatiga. Tetapi, bukan tidak mungkin, penyakit ini berjangkit di Salatiga apabila sampah semakin menumpuk secara liar. Baik di sungai maupun di tempat lain.

Zoonosis
Leptospirosis lebih dikenal sebagai penyakit kencing tikus. Penyakit ini merupakan penyakit infeksi akut (mendadak) yang disebabkan bakteri Leptospira sp sp. Penyakit ini tergolong penyakit zoonosis yaitu penyakit hewan yang ditularkan ke manusia.
Bakteri Leptospira sp sp ini hidup di dalam ginjal hewan pejamu (inang) dan dikeluarkan melalui urin (air kencing) saat berkemih. Bakteri ini akan menimbulkan kerusakan fungsi organ tubuh terutama ginjal dan hati. Hewan pejamu bagi bakteri ini antara lain tikus, babi, kambing, domba, kuda, anjing, kucing, kekelawar, tupai dan landak. Tikus adalah hewan pengerat yang paling banyak dijumpai mengandung bakteri ini di dalam tubuhnya.

Mudah Menular
Penularan penyakit ini bisa terjadi secara langsung dan tidak langsung. Penularan langsung biasanya terjadi dari hewan yang mengandung Leptospira sp sp kepada orang yang pekerjaannya merawat atau memotong hewan seperti peternak, dokter hewan, peneliti yang memakai binatang percobaan, dan pekerja di rumah potong hewan. Umumnya, penularan terjadi secara kebetulan.

Penularan tidak langsung pada manusia terjadi melalui air atau tanah yang tercemar urin hewan yang mengandung Leptospira sp. Penularan sering terjadi pada saat banjir. Bakteri juga dapat menular melalui kontak manusia dengan selokan, sungai, persawahan, perkebunan, dan ladang yang banyak tikus. Kuman tersebut akan masuk ke tubuh manusia melalui kulit yang terluka atau melalui selaput lendir mata, selaput lendir di mulut, dan saluran pernafasan.

Bisa Mematikan
Masa inkubasi (masa antara masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh sampai timbulnya gejala) biasanya antara 5 sampai 14 hari. Pada manusia, gejala penyakit ini menyerupai flu. Sedangkan pada hewan yang terjangkit mungkin tak muncul gejala apapun. Pada stadium awal (minggu pertama), akan muncul gejala demam menggigil, pegal linu, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, serta nyeri otot terutama pada betis, punggung, dan paha sehingga penderita sukar berjalan. Gejala lainnya adalah batuk kering, mual, muntah, dan nafsu makan menurun, sampai diare. Jika pada tahapan ini tidak diobati, gejala bertambah parah dan tampak lebih khas. Pada masa ini Leptospira sp dapat ditemukan dalam darah. Pada minggu selanjutnya, Leptospira sp menghilang dan menetap dalam ginjal sehingga teridentifikasi di urin.

Oleh karena menyerang hati selanjutnya akan muncul gejala penyakit kuning, yakni kulit dan putih mata menjadi kekuningan (tipe ikterik). Tetapi, ada juga yang tidak disertai warna kuning (tipe anikterik). Leptospirosis yang berat dan sering mematikan kebanyakan dari tipe ikterik, dan dinamakan penyakit Well. Kondisi ini dapat berlangsung selama satu bulan. Kemudian akan terjadi pendarahan. Jenis pendarahan yang sering terjadi adalah pendarahan di bawah kulit seperti bintik merah pada penyakit demam berdarah dengue dan kebiru-biruan, mimisan, pendarahan pada mata, pendarahan gusi dan dapat pula batuk berdarah seperti penderita TBC paru. Yang lebih parah lagi adalah bila komplikasi sudah sampai ke selaput otak dengan menimbulkan gejala nyeri kepala, kejang-kejang, leher kaku, dan penurunan kesadaran disertai gangguan faal ginjal berupa gagal ginjal akut. Komplikasi ke ginjal umumnya bersifat fatal. Angka kefatalan penyakit ini mencapai lima persen artinya lima dari setiap 100 kasus (penderita) bisa meninggal.

Lingkungan Bersih
Penderita leptospirosis sebaiknya menjalani perawatan di rumah sakit. Untuk mematikan bakteri Leptospira sp, dapat diberikan antibiotika amoxicillin, ampicillin, doxycycline atau erythromycin. Pada penyakit Well, selain antibiotika diperlukan juga pengobatan pendukung. Bila terjadi gagal ginjal akut, diperlukan cuci darah (dialysis), dan diperlukan tindakan lainnya sesuai kebutuhan penderita.
Pencegahan yang lebih baik tentunya dengan menjaga kebersihan lingkungan dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat. Lingkungan bersih dan perilaku hidup sehat dapat menghindarkan kita dari penularan Leptospira sp melalui kencing tikus.

Kasus di Salatiga
Kejadian leptospirosis di Indonesia cukup tinggi dengan angka kematian yang cukup besar. Indonesia menempati urutan ketiga di dunia. Ini karena curah hujan yang cukup tinggi, kebersihan perorangan dan perilaku masyarakat yang kurang baik, pengelolaan kesehatan lingkungan yang kurang diperhatikan, terutama terkait dengan masalah sampah.
Di Jawa Tengah, dilaporkan bahwa pada tahun 2002 terjadi satu kasus meninggal dari tiga penderita. Pada tahun 2003 terjadi dua kasus meninggal dari 12 penderita dan pada tahun 2004 terjadi 13 kematian dari 37 penderita. Kasus tersebut tersebar di beberapa kota seperti di Semarang, Demak, Purworejo, dan Klaten.

Di kota Salatiga sampai saat ini belum pernah ditemukan kasus leptospirosis. Namun melihat kecenderungan beberapa masyarakat yang kurang memperhatikan kebersihan lingkungan, penyakit ini bisa timbul sewaktu-waktu. Di Kota Salatiga ada beberapa masyarakat yang masih sering membuang sampah di sungai sampai menumpuk. Sampah yang menumpuk akan dijadikan sarang oleh tikus untuk mencari makan dan berkembang biak. Walaupun masyarakat sekitarnya sudah memberi tanda larangan,namun masih saja ada masyarakat yang naik motor kemudian berhenti hanya untuk membuang sampah pada malam hari maupun pagi hari supaya tidak terlihat.

Padahal, beberapa masyarakat yang berada di aliran sungai tersebut masih sering menggunakan air sungai untuk mencuci pakaian tanpa menyadari bahwa penyakit yang berbahaya bisa menyerang sewaktu-waktu. Untuk itu perlu motivasi dan perhatian dari semua pihak untuk menyadarkan masyarakat dari perilaku yang salah ini. Dengan tulisan ini diharapkan ada pengertian dan kesadaran dari masyarakat Salatiga yang masih sering membuang sampah ke sungai. Marilah kita ciptakan Kota Salatiga yang bersih dan sehat, terhindar dari berbagai macam penyakit, salah satunya, leptospirosis.

*Peneliti pada Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Vektor
dan Reservoir Penyakit
Depkes R

MIMBAR: Jelang Pemilu Legislatif 2009


JELANG PEMILU LEGESLATIF 2009

Pemilu merupakan bagian dari proses kehidupan politik yang normal dalam suatu negara yang demokratis.

Sarana Demokrasi
Indonesia yang berpenduduk lebih dari 200 juta jiwa merupakan negara yang sangat majemuk. Sesuai UUD 1945, rakyat merupakan pemegang kekuasaan tertinggi di Republik ini. Meskipun demikian, tidaklah mungkin ratusan juta rakyat ini menentukan arah kebijakan, pengendalian, maupun pengawasan jalannya pemerintahan. Oleh karena itu, diperlukan suatu lembaga yang mewakili rakyat Indonesia yang disebut dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Keduanya merupakan bentuk keterwakilan rakyat dalam pemerintahan di Indonesia. Untuk tujuan tersebut diselenggarakan pesta demokrasi memilih wakil rakyat yang lazim dikenal dengan pemilihan umum (pemilu) legislatif.

Sebagai sarana demokrasi, pemilu sekaligus menjadi mekanisme pergantian kekuasaan politik secara wajar, stabil, dan melembaga sesuai konstitusi. Sedangkan yang menjadi pelaku pemilu adalah semua warga negara yang secara sah ditetapkan oleh konstitusi (undang-undang). Dalam pemilu, warga dapat menyalurkan hak suaranya, baik berupa hak pilih maupun hak untuk tidak memilih.

Sebagai bagian dari upaya memperbaiki proses dan kualitas kehidupan demokrasi di negeri ini, pemilu legislatif patut mendapat dukungan oleh seluruh rakyat Indonesia. Bagaimanapun, wakil yang duduk dalam lembaga legislatif harus dapat mencerminkan kondisi dan aspirasi masyarakat. Jadi, pemilu tak hanya berfungsi untuk memilih wakil rakyat atau pemimpin nasional yang kuat. Tetapi, pemilu itu sendiri membawa pesan moral agar rakyat memilih wakilnya yang memiliki hati nurani untuk memahami dan mengambil tindakan atas penderitaan rakyat selama ini.

Bukan Tujuan Akhir
Dalam Negara demokrasi, pemilu itu sendiri bukan tujuan akhir. Pemilu adalah alat untuk mencapai tujuan yang diharapkan dapat memperbaiki nasib bangsa kita. Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dalam Pemilihan Umum Tahun 2009, pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pesta demokrasi yang baru saja dilaksanakan oleh warga Jawa Tengah pada Juni lalu kembali akan digelar dalam lingkup yang lebih besar. Kalau bulan Juni mereka memilih gubernur dan wakil gubernur, maka pada tahun 2009 warga Jateng mengikuti pemilu legislatif. Dalam rangka mengakomodasi aspirasi masyarakat, jadwal pelaksanaan pemilu legislatif 2009 yang tadinya akan dilaksanakan pada 5 April 2009 diundur menjadi 9 April 2009. Hal ini karena tanggal 5 April 2009 bertepatan dengan hari Minggu dan perayaan Hari Raya Cina.

Dikhawatirkan, warga keturunan Tionghoa dan umat Kristiani tidak dapat berpartisipasi secara maksimal dalam pesta demokrasi tersebut. Padahal, semua pihak pasti berharap hajatan besar lima tahunan ini dapat melibatkan setiap elemen masyarakat. Mulai daerah kabupaten/kota, provinsi, hingga tingkat nasional.

Demikian juga Kota Salatiga. Kota Hati Beriman ini tentu turut melaksanakan Pemilu Legislatif 2009 untuk memilih wakil rakyat yang akan duduk sebagai anggota DPRD Kota Salatiga periode 2009-2014. Dalam pemilu legislatif nanti, KPU berpedoman pada 12 asas penyelenggaraan pemilu. Yaitu, mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib penyelenggaraan pemilu, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas.

Meskipun pelaksanaannya masih satu tahun lagi, geliat kegiatannya sudah mulai dilaksanakan sejak Juni lalu. HM Fauzi Arkhan, S.Ag, M.Ag selaku anggota divisi peserta pemilu dan pencalonan KPU Kota Salatiga menjelaskan bahwa tahapan, program, dan jadwal penyelenggaraan pemilu anggota DPR tahun 2009 telah ditetapkan dalam Peraturan KPU

Tahapan dalam pelaksanaan Pemilu Legislatif 2009 akan diawali dengan pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih. Berikutnya, pendaftaran peserta pemilu, penetapan peserta pemilu, penetapan jumlah alokasi kursi dan daerah pemilihan, serta pencalonan anggota DPR, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Tahap ini dilanjutkan dengan masa kampanye, masa tenang, serta pemungutan suara dan penghitungan suara. Tahap selanjutnya adalah penetapan hasil pemilu dan diakhiri dengan pengucapan sumpah/janji anggota dewan.

Sosialisasi Pemilu Legislatif
Kesuksesan pelaksanaan pemilu tak terlepas dari pengetahuan dan pemahaman yang benar di kalangan masyarakat dan partai peserta pemilu tentang seluk beluk pelaksanaan pemilu legislatif. Oleh karena itu, KPU Kota Salatiga melaksanakan sosialisasi pelaksanaan Pemilu Legislatif 2009. Sosialisasi ini sekaligus menjadi langkah pencegahan untuk meminimalkan permasalahan yang muncul. “Jangan sampai masyarakat dan partai politik kurang memahami tahapan pelaksanaan pemilu legislatif nanti,” kata dosen STAIN ini.

Sosialisasi yang diberikan antara lain penjelasan mengenai jadwal pencalonan anggota legislatif dan penyampaian salinan peraturan KPU tentang pedoman teknis pencalonan anggota legislatif. Selain itu, sosialisasi juga menyampaikan contoh formulir pemenuhan syarat pengajuan bakal calon dan syarat bakal calon dalam bentuk hardcopy (kertas dokumen) dan softcopy (file komputer). Terakhir, sosialisasi mengenai rekening khusus dana kampanye pemilu bagi partai politik peserta Pemilu Legislatif 2009. Fauzi Arkhan menjelaskan, banyaknya partai baru yang menjadi peserta Pemilu Legislatif 2009 akan menjadi kendala tersendiri. “Otomatis, para peserta baru ini ada yang kurang mengetahui peraturan dalam pelaksanaan pemilu,” ungkapnya. Sehingga, komunikasi yang baik antara KPU dan peserta pemilu menjadi sangat penting untuk mengantisipasi permasalahan yang mungkin terjadi.

Alokasi kursi
Dalam Pemilu Legislatif 2009 yang akan datang, sesuai dengan Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2008, Kota Salatiga akan memperoleh alokasi sejumlah 25 kursi. Sesuai Pasal 9 ayat 2b, Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk lebih dari 100.000 sampai dengan 200.000 jiwa memperoleh alokasi 25 kursi. Dari 25 kursi tersebut dibagi dalam empat daerah pemilihan (dapil) yaitu Sidorejo tujuh kursi. Sedangkan Sidomukti, Argomulyo, serta Tingkir masing-masing enam kursi.

Penetapan jumlah alokasi kursi ini sama dengan alokasi kursi pemilu 2004 lalu. Pasalnya, dalam kurun waktu lima tahun ini jumlah penduduk Kota Salatiga masih dalam kategori yang sesuai dengan pasal 9 ayat 2 b di atas. Dari jumlah penetapan alokasi kursi di tiap dapil tersebut, setiap partai peserta pemilu berhak mengajukan calon legislatif sejumlah maksimal 120% dari alokasi kursi yang tersedia dengan 30% keterwakilan perempuan.

Keterwakilan dari perempuan ini merupakan suatu syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh setiap partai peserta pemilu sebagaimana disebutkan dalam pasal 10 Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2008. Sebagai contoh, untuk daerah pemilihan Sidomukti dengan alokasi kursi 6 maka setiap partai peserta pemilu berhak mengajukan maksimal tujuh calon anggota legislatif dengan setidak-tidaknya dua orang calon anggota legislatif perempuan.(dji)


ARTIKEL: ragam Kaedah Penentuan Awal Bulan Puasa


MUH YUHRI
RAGAM KAEDAH
PENENTUAN BULAN SYAWAL

Syariat Islam tentang Puasa, Idul Fitri dan Idul Adha

Bermula dari perintah puasa yang disebutkan dalam Al-Quran surah al-Baqarah 183 dan 185. Pada ayat 183 disebutkan “Hai orang-orang mukmin, ditetapkan atas kamu menjalankan puasa seperti yang telah ditetapkan kepada orang-orang sebelum kamu, mudah-mudahkan kamu bertaqwa.” Di tengah-tengah ayat 185 disebutkan “…barang siapa berada di bulan Ramadhan supaya berpuasa…”

Akan halnya syari'at Ibadah haji, sebuah hadis menyebutkan “Haji itu (wukuf) di Arafah (pada tanggal 9 Zulhijjah).” Untuk mendapatkan tanggal 9 Zulhijjah diperlukan penetapan tanggal 1 Zulhijjah. Karenanya diperlukan kegiatan seperti menjelang tanggal 1 Ramadhan atau 1 Syawal.
Tidak seorang Islam pun membantah bahwa puasa Ramadhan dimulai pada tanggal satu, dan dikerjakan sebulan penuh. Persoalannya, kapan tanggal satu?

Untuk memahami bagaimana memasuki Ramadhan dalam ayat tersebut diperlukan bantuan keterangan hadis Nabi

(Bila kamu melihat bulan berpuasalah dan bila kamu melihat bulan ber-Idul Fitri-lah. Bila terlindung awan maka perkirakanlah).

Berdasarkan ayat Al-Quran dan hadis tersebut, orang Islam melakukan ru`yah di akhir bulan Qamariyah, tepatnya tanggal 29. Ru`yah pada tanggal 30 tidak ada gunanya karena berhasil melihat bulan atau tidak, hari berikutnya adalah tanggal satu bulan berikutnya, karena usia bulan Qamariyah itu maksimum 30 hari.

Seperti halnya terhadap perhitungan awal waktu shalat, ilmu pengetahuan --astronomi, matematika, fisika, dan lain-lain-- memberikan kontribusi dalam menetapkan awal Ramadhan dan 1 Syawal, menjelma dalam Ilmu Hisab/Falak. Terdapat ayat-ayat Alquran yang merangsang untuk kepentingan ini. Misalnya, “(Mereka bertanya kepadamu tentang hilal. Katakan, ia tanda waktu bagi manusia dan bagi ibadah haji.(Q.S. al-Baqarah; 189)

"(Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan menentukan posisi-posisi agar kamu mengetahui perhitungan tahun dan bilangan waktu)."
(Q.S. Yunus; 5)
tandan

"(Matahari itu beredar pada garis edarnya. Begitulah ketentuan Allah yang Maha Perkasa lagi Mengetahui. Bulan itu Kami tentukan posisi-posisinya hingga kembali (lagi) bentuknya seperti
tua (melengkung)." (Q.S. Yasin; 38-39)
"Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan."(Q.S. al-Rahman; 5)

Ayat-ayat tentang benda-benda langit dan peredarannya benar-benar menggairahkan cendekia muslim menelusuri peredaran matahari dan bulan. Akhirnya posisi-posisi bulan dan matahari dalam peredarannya dapat diperkirakan dengan Ilmu Hisab/Falak. Dengan Ilmu ini kita dapat memperkirakan apakah hilal dapat dilihat ketika matahari terbenam dalam memasuki bulan Qamariyah. Lebih dari itu kita dapat mengetahui di arah mana ia mengambil posisi, di sebelah kanan atau kiri matahari, berapa derajat jaraknya dengan matahari, dan berapa lama bulan itu berada di atas horizon dan seterusnya. Informasi hasil peritungan ilmu ini memudahkan pelaku rukyah menentukan arah pandangnya ke benda langit yang dituju, dalam hal ini bulan sabit. Pelaku rukyah tidak boleh semaunya sendiri mengarahkan pandangannya dan tidak pula dengan mudah memutuskan bahwa benda berwarna kuning yang dilihatnya adalah bulan sabit.

Syari'at membutuhkan Hisab
Tadinya penetapan permulaan puasa Ramadhan dan Idul Fitri dilakukan dengan rukyah. Ini dapat dimengerti karena masyarakat Nabi dikenal sebagai masyarakat ummiy. Di kalangan mereka budaya tulis-baca dan ilmu hitung tidak populer. Sebuah hadis riwayat al-Bukhari menyatakan, “Kita adalah masyarakat ummiy, tidak (berilmu) menulis dan menghitung. Bulan itu sekian (dua puluh sembilan hari) dan sekian (tigapuluh hari).”

Dalil yang dijadikan penguat melakukan rukyat adalah hadis yang berbunyi
(bila kamu melihat bulan berpuasalah dan bila melihatnya ber-Idul Fitri lah. Bila kamu terlindung oleh awan maka taqdirkanlah.)

Kata faqduru lahu dapat dipahami dengan arti menyempurnakan bulan yang sedang berjalan menjadi 30 hari, berdasarkan hadis “jika kamu terlindung awan, perkirakanlah tiga puluh hari, dan hadis “…sempurnakanlah bilangan hari menjadi tiga puluh.”
Namun demikian ada juga yang memahami faqduru lahu dengan arti agar memperkirakan bahwa hari ke 30 itu sudah bulan baru (ganti bulan). Dengan kata lain, bila pada tanggal 29 Sya'ban atau Ramadhan dilakukan rukyah ternyata bulan terlindung awan, maka menurut pemikiran ini, hari berikutnya (hari ke 30) adalah sudah bulan baru (Ramadhan atau Syawal).

Setelah perkembangan ilmu pengetahuan tentang alam raya yang melibatkan matematika menunjukkan kemajuan yang menggembirakan, mulailah penetapan awal bulan Qamariyah dilakukan dengan hisab. Langkah ini diambil dengan pertimbangan:
Ø Rukyah bukan persoalan eskatologik, tetapi persoalan fisik kosmologik, yang didekati dengan indera dan ilmu pengetahuan.
Ø Informasi ilmu pengetahuan tidak bertentangan dengan informasi indera, karena ilmu pengetahuan didasarkan empiri inderawi dan untuk kepentingan ini.
Ø Informasi ilmu pengetahuan lebih akurat dari pada informasi indera, dalam hal ini penglihatan. Mata berkata, rel kereta api yang sejajar itu semakin jauh semakin menyempit, tetapi ilmu pengetahuan berkata, ia tidak menyempit, tetapi jaraknya tetap sama.

Karenanya tidak mengherankan kalau untuk menetapkan awal Ramadhan dan Idul Fitri para ahli Falak menyediakan hasil hisab sebagai ganti dari rukyah. Hal yang sama diterapkan juga ketika hendak mengerjakan shalat wajib, kita tidak perlu keluar rumah melihat posisi matahari atau mencermati syafaq dan fajar, tetapi cukup melihat jadwal waktu shalat hasil hisab dan jam, karena kita mempercayai hasil ilmu pengetahuan. Dalil naqli yang dijadikan landasan antara lain ayat Al-Quran dan hadis Nabi

Dari ayat dan hadis tersebut dapat diketahui bahwa hilal adalah 'alamatusy-syahr. Target utama ilmu hisab di sini adalah memberi informasi tentang posisi hilal sebagai 'alamutusy-syahr tadi. Kata faqdurū lah dipahami dengan “maka perkirakanlah” yang wujudnya perhitungan hisab. Boleh jadi bulan yang diperkirakan itu berusia 29 hari, bisa juga 30 hari. Adapun hadis dengan redaksi lain dipandang sebagai riwayat bil ma'na dengan hadis ini, yang di dalamnya terdapat peluang intervensi periwayat. Tentu, asumsi di atas tetap dipakai, bahwa hasil hisab tidak bertentangan dengan informasi indera. Karenanya, secara ilmiah, hasil hisab harus selalu dikonfirmasikan dengan temuan indera.

Atas dasar pemikiran bahwa ilmu pengetahuan tidak bertentangan dengan indera, bahkan lebih unggul, maka bila hasil hisab mengatakan bahwa bulan tidak wujud di atas horizon ketika matahari terbenam, maka secara empiri, bulan tidak akan dapat dirukyah. Pengakuan melihat bulan ketika rukyah yang bertentangan dengan hasil hisab perlu dipertanyakan. Sebaliknya, bila hasil hisab berkata bahwa bulan itu wujud di atas horizon, ia tidak otomatis kelihatan ketika dilakukan rukyah. Ini dipengaruhi oleh banyak hal, seperti, ketinggian hilal yang minim, azimut antara matahari dengan bulan terlalu dekat, atau karena cuaca yang tidak mendukung. Artinya, keberadaan bulan di atas ufuk tidak menjamin dapat dilihat. Hal inilah yang membuka peluang perbedaan penetapan permulaan Ramadhan/Syawal antara pemegang hisab dengan pemegang rukyah. Yang akan menggembirakan ialah, bila hisab berkata “bulan dapat dilihat” karena dalam posisi ideal, dan hasil rukyah pun begitu, seperti Ramadhan tahun 1419 H ini, Insya Allah.

Mengapa usia bulan Qamariyah itu terkadang 29 hari dan terkadang 30 hari, karena dalam Ilmu Hisab, usia bulan Qamariyah rata-rata, atau peredaran bulan mengelilingi bumi dari sebuah titik ke titik semula sejauh 3600 adalah 29 hari 12 jam 44 menit 2,8 detik. Setelah diadakan perhitungan cermat, usia tahun Qamariyah adalah 354 hari 8 jam 48,5 menit, yang kalau disederhanakan menjadi 354 11/30 hari. Titik permulaan perjalanan peredaran bulan disebut ijtima'. Dengan demikian, hisab murni mendefinisikan bulan (syahr/wulan) adalah “dari ijtima' ke ijtima'.” Ijtima' adalah keberadaan bulan dengan matahari dalam satu garis (longitude) dilihat dari bumi. Peristiwa ini terjadi pada waktu yang sama, ada yang sedang berada pada siang hari, ada yang sedang berada pada malam hari, pagi hari, petang hari, dan sebagainya.

Hasil perhitungan para ahli Ilmu Hisab --misalnya waktu terjadinya ijtima' akhir bulan Sya'ban tahun tertentu-- terkadang berbeda karena perbedaan buku rujukan yang dipakai. Masing-masing rumus yang dituangkan dalam buku Ilmu Hisab dimaksudkan memudahkan penghitungan. Adalah merupakan sunnatullah bahwa ilmu jenis ini berkembang terus, begitu juga alat yang digunakan. Tadinya, perhitungan tata surya dituangkan dalam Rubu' mujayyab. Kemudian perhitungan itu disempurnakan dan dipopulerkan dengan ilmu segitiga bola langit. Alat hitung yang digunakan tadinya angka biasa, kemudian daftar logaritma, dan akhirnya kalkulator. Alat-alat mutaakhir memberikan kontribusi bahwa hasil perhitungannya akan lebih halus dan akurat dari yang lebih tua. Misalnya, hasil perhitungan dengan daftar logaritma yang menyediakan 5 atau 4 desimal di belakang koma akan kalah akurat dibanding hasil perhitungan dengan kalkulator yang memuat delapan 8 atau 9 desimal di belakang koma. Ini menunjukkan bahwa temuan rumus-rumus mutaakhir menyempurnakan rumus-rumus tua. Tentu saja begitu, karena ilmu mutaakhir merupakan pengembangannya, bukan berdiri sendiri.

Di lapangan kita dapati sebagian orang menggunakan perangkat tua, sebagian perangkat mutaakhir. Misalnya, apa yang disebut hisab taqribi menyediakan rumus untuk menghitung tinggi hilal sebagai berikut: Tinggi hilal = Ghurub dikurangi Ijtima' dibagi 2, tanpa memperhitungkan sisi lain. Tentu, untuk ukuran sekarang, rumus ini terasa terlalu simpel, perlu diperhalus. Sebab, dalam kasus tertentu, perhitungan taqribi menunjukkan, bulan sudah mungkin terlihat, sedangkan hisab modern menunjukkan belum mungkin.

Dalam menghitung tinggi hilal terjadi penyempurnaan, misalnya, apa yang dimaksud tinggi hilal itu 4 derajat. Perhitungan kasar biasanya memberi informasi bahwa dimaksud dengan 4 derajat adalah dihitung dari titik pusat bulan. Padahal, bagian bulan yang dilihat bukan titik tengahnya, tetapi piringan bulan bagian bawah. Karenanya diperlukan pula pembedaan antara ufuq haqiqi dan ufuq mar`i. Bukan hanya itu, besar sinar yang diterima oleh bulan dari mata hari serta ketinggian lokasi observasi ikut diperhitungkan.

Ragam Kaedah Penetapan Awal Bulan Qamariyah
Namun demikian, hasil perhitungan Hisab dengan perangkat mutaakhir cenderung sama. Kalau terjadi perbedaan, selisihnya tidak terlalu jauh karena perbedaan pembulatan angka ketika melakukan penghitungan. Kendati hasil hisab tidak berbeda mencolok, tetapi penetapan awal bulan Qamariyah bisa berbeda karena perbedaan mereka akan komitmen terhadap hasil hisab dan petunjuk syara'. Setidaknya, dapat kita temukan perbedaan kaedah penetapan awal bulan Qamariyah dalam pemikiran-pemikiran sebagai berikut:
1.Bila ijtima' terjadi sebelum shubuh/fajar, -- misalnya ijtima' terjadi pada malam Senin jam 02.00 -- maka hari Senin itu juga dimulai puasa Ramadhan. Tidak penting, apakah sore hari Ahad menjelang Senin itu wujud atau tidak. Pendapat ini memiliki komitmen yang kuat terhadap temuan Falakiyah bahwa batas pergantian bulan adalah ijtima'. Jadi, ijtima' sebelum subuh dapat dijadikan dasar penetapan awal bulan; 2.Bila ijtima' terjadi sebelum ghurubusy-syamsi dan bulan telah wujud --seberapa pun tingginya-- ketika matahari terbenam, --misalnya ijtima` terjadi pada pada jam 13.00 siang hari Selasa, dan diperkirakan ketika matahari terbenam nanti bulan sudah wujud, sungguh pun belum kelihatan (belum imkan ru`yah),-- maka Hari Rabu sudah masuk tanggal 1 Ramadhan/Syawal. Pemikiran ini mengkonversi ru`yah dengan hisab. Pemikiran ini tidak menerima pemikiran pertama (1) karena ijtima' ba'dal ghurub menggambarkan bahwa hilal belum wujud, apalagi dirukyah; 3. Bila ijtimak terjadi jauh sebelum matahari terbenam, dan ketika matahari terbenam, bulan diperkirakan dapat dilihat, maka hari berikutnya adalah tanggal 1 Ramadhan/ Syawal. Misalnya ijtima' terjadi pada hari Jumat jam 5 pagi. Ketika matahari terbenam, tinggi hilal 5 derajat. Informasi lain mengatakan, hilal berpeluang dirukyah. Maka hari Sabtunya tanggal 1 bulan berikutnya. Persoalannya, batasan imkan rukyah belum ada kesepakatan. Imkan rukyah tidak cukup diukur dengan ketinggian hilal, tetapi harus diperhitungkan pula besar sinar matahari yang diterima bulan sehingga bulan tampak. Faktor cuaca tidak kalah menarik untuk diperhitungkan.

Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan mereka menangkap ajaran dari dalil yang sama. Yang dipentingkan oleh ajaran agama itu bunyi teks ataukah rahasia di balik teks, itulah yang menjadi titik perbedaan mengambil keputusan Fikih. Menarik untuk disimak adalah ketika dari suatu jihad, Rasulullah memerintahkan agar para shahabat tidak shalat 'Ashar sebelum sampai di kampung Quraidzah. Hari sudah sore. Sebagian shahabat mengerjakan perintah itu apa adanya kendati waktu 'Ashar sudah habis. Sementara, shahabat lain menangkap perintah itu bertujuan agar kaum muslimin berjalan cepat sampai di Quraidzah, sampai di sana masih 'Ashar. Karennya mereka mengerjakan shalat 'Ashar di perjalanan, bukan di Quraidzah sebagaimana diperintahkan. Yang penting mereka secepatnya mendapatkan Quraidzah. Kelompok pertama tidak menangkap perintah itu bertujuan percepatan perjalanan. Nah, yang mana pun mereka tidak disalahkan oleh Rasulullah.

Kembali kepada perintah ru`yah, ada yang menangkap bahwa syahr itu diukur dengan rukyah hilal. Ada pula yang setelah mendalami ilmu, syahr itu tidak harus hilalnya kelihatan, cukup dengan wujud hilal. Hilal adalah álamatus syahr. 'Alamatus syahr dapat diganti dengan apa yang dicapai oleh ilmu. Ada pula yang berpandangan ilmu murni, bahwa syahr itu dari ijtima' ke ijtima'. Ini semua mempunyai implikasi perbedaan hasil penetapan awal bulan Qmariyah.

Penutup
Demikian Uraian tentang Perbedaan Kaedah Penentuan awal bulan Qamariyah semoga ada gunanya. Mohon maaf bila terdapat istilah teknis yang tidak mudah dimengerti.

*Penulis adalah
Guru Besar STAIN Salatiga

KIPRAH:


BANAS RUAN,
GUYUP SEJAK1976

Bila ada saudara atau teman kita meninggal/kena musibah, kita pasti akan datang, dengan tujuan dapat menghibur atau sekedar meringankan sedikit derita yang dirasakan.
Di Salatiga ada organisasi yang diberi nama Banasruan (badan dan sosial guru dan karyawan pendidikan). Oraganisasi semi dinas ini dibentuk oleh guru dan karyawan pendidikan di tingkat SD, SLB dan TK se-Salatiga.

Organisasi ini memiliki ADART yang mengikat para anggota dan pengurus, berdiri sejak 12 Juli 1976. Sampai-sampai pengurus yang sekarang tidak mengetahui detail sejarah beridirinya organisasi ini dikarenakan rentang waktu yang lama.
Struktur kepengurusan antara lain, Pelindung Kepala Dinas Pendidikan Kota Salatiga, Penasihat terdiri dari Kepala Cabang Dinas Kecamatan Se-Salatiga. Sedangkan Ketua I yang sekarang ini dikomandoi oleh Amir Suripno, S.Pd. Ketua II Kusnin, sekretaris I M. Rowi, Sekretaris II A. Afifudin, S.Ag. dan bendahara I Niek Setyoningsih S.Pd bersama Sudarmanto, S.Pd. Untuk kemudahan pengurus dibantu Komisariat yang dibentuk di masing-masing Kecamatan dengan jumlah 14 orang.

Kerja Banasruan ini adalah memberikan santunan kepada anggota/anggota keluarga yang terkena musibah. Selain itu juga memberikan tali asih kepada anggota yang purna tugas. Santunan tersebut diberikan langsung ke rumah yang bersangkutan saat peristiwa terjadi. “Jika jarak tempuh di bawah 60 KM para pengurus akan mengantar santunan tersebut” terang ketua.
Besaran pemberian bervariasi yaitu: pertama, kematian anggota untuk ahli waris bersangkutan sebesar Rp. 500.000, apabila didukung (anggota keluarga yang masuk dalam organisasi) adalah 1 orang. Jika didukung 2 orang sebesar Rp. 550.000, dan jika didukung oleh 3 orang atau lebih besarnya Rp. 600.000.

Kedua, Kematian istri/suami atau seorang anak yang belum berkeluarga besarnya Rp. 400.000 didukung 1 orang, Rp. 450.000 didukung 2 orang dan Rp. 500.000 bila didukung 3 orang atau lebih.

Ketiga, kematian ayah/ibu kandung/mertua anggota sebesar Rp. 350.000, jika didukung 1 orang, bila didukung 2 orang Rp. 450.000, dan Rp. 500.000 bila didukung 3 orang atau lebih.
Keempat, bagi anggota yang purna tugas mendapat tali asih maksimal Rp. 500.000. Kelima, untuk musibah kebakaran/bencana alam maksimal Rp. 500.000. Dan keenam, bila terjadi anggota tidak berkenan, maka dana masuk ke kas Banasruan.

Anggota oranisasi ini kurang lebih 1050 orang. Mekanisme pengumpulan dana adalah bekerjasama dengan UPTD Kacab Dinas Kecamatan dan Dinas Pendidikan Kota. Sedangkan untuk SD dan TK bekerjasama dengan bendahara masing-masing sekolah. “Tiap bulannya anggota gajinya akan disisihkan sebagian oleh bendahara. Jika ada kasus pada 15 September maka penarikkannya pada bulan Oktober, bisa dikatakan ditalangi dulu oleh bendahara” tambah sekretaris.

Menurut Amir, pada suatu bulan kejadian sampai 15 kematian, tapi rata-rata per bulannya 10 kejadian. Sudah hampir pasti tiap bulan pasti ada, namun kas Banasruan sampai saat ini masih surplus. Untuk tiap kejadian anggota iuran Rp 700, jadi misalnya ada 15 kasus maka jumlah tarikan selama sebulan adalah Rp 10.500.

“Mengenai syarat keanggotaan adalah mereka yang bertugas di Dinas Pendidikan Kota Salatiga. Jadi status keanggotaan putus bila: meninggal dunia, memasuki purna tugas, permintaan sendiri, alih tugas di luar daerah kerja Banasruan dan dikeluarkan karena tidak patuh ADART” jelas ketua.

Masih menurut Amir, kepengurusan Banasruan ini maksimal 2 periode (satu periode 3 tahun). Namun dapat dipilih kembali bila sudah jeda satu periode. Biasanya anggota menolak menjadi pengurus karen menyita waktu, tenaga dan pikiran cukup banyak. Bila ada kejadian sekretaris harus membuat berita lelalu yang harus di sebarkan ke 130 sekolahan (tingkat TK, SD dan SLB) se Salatiga. Dia dibantu komisariat di 4 Kecamatan. Setelah itu semua pengurus diharuskan berangkat menuju tempat kejadian.

“Dukanya bila kami sudah capek menyebar berita lelayu, baru mau berangkat ke lokasi datang sms atau telepon ada berita lelayu. Kendala yang kami hadapi adalah sering telatnya berita dari yang yang bersangkutan sehingga kami juga terlambat.. ” cerita M Rowi.(lux)
 
template : Copyright @ 2010 HUMAS SETDA KOTA SALATIGA. All rights reserved  |    by : boedy's