Sampah Kota Dan Alternatif Pengelolaan
Jubhar. C. Mangimbulude*
Jubhar. C. Mangimbulude*
Setiap kegiatan manusia pasti menghasilkan buangan tidak terpakai atau sampah. Jumlah atau volume sampah berhubungan secara signifikan dengan tingkat konsumsi barang/material yang digunakan setiap hari. Secara umum sumber sampah kota di Salatiga berasal dari beberapa tempat seperti pemukiman penduduk, tempat-tempat komersial (pasar, pertokoan, mol, PKL), perkantoran, lembaga pendidikan, tempat rekreasi dan industri. Informasi akurat tentang data kuantitas (jumlah) dan jenis sampah yang dihasilkan dari masing-masing sumber menjadi penting guna memudahkan dalam menentukan pengelolaan sampah itu sendiri. Berdasarkan jumlah sampah yang dihasilkan per hari, jika di hubungkan dengan jumlah penduduk kota Salatiga yang hampir mencapai hampir 150 juta orang , maka diperkirakan jumlah sampah yang dihasilkan oleh setiap orang per hari mencapai 0.5 kg. Jumlah ini hampir sama dengan jumlah sampah yang dihasilkan oleh masyarakat di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya.
Sampah tidak hanya dapat menimbulkan masalah kesehatan masyarakat, dan ekologis (lingkungan), tetapi dapat juga mengganggu nilai estetika (keindahan) lingkungan.
Hal ini penting digaris bawahi karena secara historis, kota salatiga merupakan kota peristirahatan dan kota persinggahan (transit), yang tentunya kenyamanan dan keindahan (bebas dari sebaran sampah) kota menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Dari hasil observasi ditemukan masih banyak sampah yang berserahkan di tempat-tempat umum seperti di trotoar dan disekitar kawasan pertokoan. Selain itu, masih terdapat beberapa tempat pembuangan sementara (TPS) yang tidak terawat baik sehingga banyak lalat terutama pada saat musim hujan. Menarik untuk diperhatikan bahwa banyak TPS yang terletak dekat pemukiman penduduk, jika kondisi TPS tidak memadai, maka sampah yang ada ditempat tersebut dapat menjadi media yang baik bagi perkembangan kuman penyakit, dan sekaligus menjadi sumber penyebaran penyakit. Atas alasan itu, maka pengelolaan sampah kota perlu mendapat perhatian dan prioritas dari pemkot.
Dalam pandangan subjektif (penulis) pengelolaan sampah kota di Salatiga belum berlangsung secara proporsional dan optimal. Tentunya banyak kendala-kedala fundamental maupun teknis yang di hadapi oleh pemkot. Beberapa kemungkinan penyebabnya antara lain: 1.Pemkot belum membuat startegi pengelolaan sampah kota yang dibuat berdasarkan fakta (data) kuantitas dan kualitas sampah secara faktual dan terintegrasi mulai dari hulu hingga hilir; 2.Rendahnya kesadaran pemkot dan masyarakat dalam memperlakukan sampah itu sendiri, mulai dari penilaian kapan suatu materi sudah masuk dalam kategori sampah atau belum dan penempatan pada tempatnya; 3.Anggaran penanganan sampah kota yang terbatas, sehingga terbatas dalam (a) investasi teknologi pengelolaan dan SDM, (b) operasional dan pemeliharaan dan (c) peningkatan standar kualitas dan kuantitas standar layanan sanitasi; 4.Hambatan/kendala dalam membuat Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang memadai sesuai standar.
Pengelolaan sampah kota tidak berlangsung sesaat, tetapi berkelanjutan.
Pengelolaan sampah kota tidak hanya menjadi tanggung jawab pemkot semata, tetapi juga menjadi tanggung jawab masyarakat. Oleh karena itu, pemkot perlu mengembangkan strategi pengelolaan sampah yang mengikut sertakan masyarakat secara terpadu. Namun perlu pertimbangkan bahwa partisipasi masyarakat akan meningkat apabila mereka menjadi sadar akan pentingnya pengelolaan sampah. Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah dapat dilakukan melalui program penyuluhan atau sosialisasi kepada warga. Pemkot dapat bekerja sama sama dengan pilak lain lembaga pendidikan atau LSM untuk melakukan kampanye tentang sadar sampah. Bahkan untuk mencapai kesadaran tersebut diperlukan juga dukungan legal guna jaminan dan mengatur perilaku masyarakat sehingga tercipta kultur dan budaya masyarakat sadar sampah.Sebagai contoh sebagian besar masyarakat Singapura menempatkan sampah pada tempatnya jika mereka ketahuan membuang sampah tidak pada tempatnya akan didenda, dan lebih kesadaran itu tidak hanya terjadi pada orang dewasa, tetapi juga pada anak-anak
Selain peningkatan kesadaran masyarakat, pemkot perlu mengembangkan strategi pengelolaan sampah yang tidak hanya fokus pada bagian hilir, tetapi mulai dari bagian hulu. Sedapat mungkin bagaimana mengurangi kuantitas sampah dari sumber asal. Berhubungan itu, perlunya partisipasi masyarakat dalam memilah sampah berdasarkan jenisnya (organik dan anorganik) dan menempatkannya sesuai tempatnya. Dengan demikian, sortiran sampah untuk kepentingan daur ulang oleh mereka yang membutuhkan (pemulung) dapat berlangsung di bagian hulu, sehingga dapat mengurangi kuantitas sampah yang akan diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Perlunya penataan sistem transportasi dan monitoring sampah yang terkoordinasi mulai dari sumber ke TPS dan kemudian TPA (pengelolaan sampah di TPA di sajikan tersendiri). Hal ini penting untuk meminimalkan penimbunan sampah di TPS. Waktu tinggal sampah di TPS tidak lebih dari 2 hari karena dapat menimbulkan bau yang tidak sedap.Untuk sistem transportasi sampah, perlu keikutsertaan pihak lain diluar pemkot (sektor swasta) secara proporsional untuk menopang keterbatasan sarana transportasi milik pemkot.
Dalam rangka menopangan sistem pengelolaan sampah secara terpadu, dibutuhkan dukungan finansial dari masyarakat. Pertanyaanya adalah berapa besar kontribusi finansial yang dibutuhkan dari masyarakat? apakah kontribusi finansial untuk sampah dari masyarakat saat ini sudah memadai? Menjawab pertanyaan tersebut, pemkot perlu menghitung kembali berapa besar kontribusi finansial yang memadai dari masyarakat kota Salatiga untuk menjaga kebersihan kota ini?
Sampah perkotaan tidak mungkin untuk ditiadakan, justru cenderung akan bertambah seiring dengan pertambahan penduduk. Namun untuk mengurangi permasalah tersebut, dibutuhkan komitmen pemkot maupun masyarakat dalam membangun sistem pengelolaan sampah yang terpadu. Salah satu bagian dari sistem pengelolaan sampah adalah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengurangi jumlah sampah. Dalam perspektif ini maka gaya hidup masyarakat yang konsumtif bukanlah pilihan yang tepat. Kota tidak ada bedanya dengan suatu ekosistim buatan yang secara sadar dirancang demi keberlangsungan dan kenyamanan hidup. Agar ekosistem ini stabil diperlukan keseimbangan interaksi yang harmonis antar element-element ekosistem. Dengan demikian interaksi timbal balik antar pemkot dan masyarakat menjadi penting dalam menanggulangi salah satunya adalah sampah kota.
Sampah tidak hanya dapat menimbulkan masalah kesehatan masyarakat, dan ekologis (lingkungan), tetapi dapat juga mengganggu nilai estetika (keindahan) lingkungan.
Hal ini penting digaris bawahi karena secara historis, kota salatiga merupakan kota peristirahatan dan kota persinggahan (transit), yang tentunya kenyamanan dan keindahan (bebas dari sebaran sampah) kota menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Dari hasil observasi ditemukan masih banyak sampah yang berserahkan di tempat-tempat umum seperti di trotoar dan disekitar kawasan pertokoan. Selain itu, masih terdapat beberapa tempat pembuangan sementara (TPS) yang tidak terawat baik sehingga banyak lalat terutama pada saat musim hujan. Menarik untuk diperhatikan bahwa banyak TPS yang terletak dekat pemukiman penduduk, jika kondisi TPS tidak memadai, maka sampah yang ada ditempat tersebut dapat menjadi media yang baik bagi perkembangan kuman penyakit, dan sekaligus menjadi sumber penyebaran penyakit. Atas alasan itu, maka pengelolaan sampah kota perlu mendapat perhatian dan prioritas dari pemkot.
Dalam pandangan subjektif (penulis) pengelolaan sampah kota di Salatiga belum berlangsung secara proporsional dan optimal. Tentunya banyak kendala-kedala fundamental maupun teknis yang di hadapi oleh pemkot. Beberapa kemungkinan penyebabnya antara lain: 1.Pemkot belum membuat startegi pengelolaan sampah kota yang dibuat berdasarkan fakta (data) kuantitas dan kualitas sampah secara faktual dan terintegrasi mulai dari hulu hingga hilir; 2.Rendahnya kesadaran pemkot dan masyarakat dalam memperlakukan sampah itu sendiri, mulai dari penilaian kapan suatu materi sudah masuk dalam kategori sampah atau belum dan penempatan pada tempatnya; 3.Anggaran penanganan sampah kota yang terbatas, sehingga terbatas dalam (a) investasi teknologi pengelolaan dan SDM, (b) operasional dan pemeliharaan dan (c) peningkatan standar kualitas dan kuantitas standar layanan sanitasi; 4.Hambatan/kendala dalam membuat Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang memadai sesuai standar.
Pengelolaan sampah kota tidak berlangsung sesaat, tetapi berkelanjutan.
Pengelolaan sampah kota tidak hanya menjadi tanggung jawab pemkot semata, tetapi juga menjadi tanggung jawab masyarakat. Oleh karena itu, pemkot perlu mengembangkan strategi pengelolaan sampah yang mengikut sertakan masyarakat secara terpadu. Namun perlu pertimbangkan bahwa partisipasi masyarakat akan meningkat apabila mereka menjadi sadar akan pentingnya pengelolaan sampah. Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah dapat dilakukan melalui program penyuluhan atau sosialisasi kepada warga. Pemkot dapat bekerja sama sama dengan pilak lain lembaga pendidikan atau LSM untuk melakukan kampanye tentang sadar sampah. Bahkan untuk mencapai kesadaran tersebut diperlukan juga dukungan legal guna jaminan dan mengatur perilaku masyarakat sehingga tercipta kultur dan budaya masyarakat sadar sampah.Sebagai contoh sebagian besar masyarakat Singapura menempatkan sampah pada tempatnya jika mereka ketahuan membuang sampah tidak pada tempatnya akan didenda, dan lebih kesadaran itu tidak hanya terjadi pada orang dewasa, tetapi juga pada anak-anak
Selain peningkatan kesadaran masyarakat, pemkot perlu mengembangkan strategi pengelolaan sampah yang tidak hanya fokus pada bagian hilir, tetapi mulai dari bagian hulu. Sedapat mungkin bagaimana mengurangi kuantitas sampah dari sumber asal. Berhubungan itu, perlunya partisipasi masyarakat dalam memilah sampah berdasarkan jenisnya (organik dan anorganik) dan menempatkannya sesuai tempatnya. Dengan demikian, sortiran sampah untuk kepentingan daur ulang oleh mereka yang membutuhkan (pemulung) dapat berlangsung di bagian hulu, sehingga dapat mengurangi kuantitas sampah yang akan diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Perlunya penataan sistem transportasi dan monitoring sampah yang terkoordinasi mulai dari sumber ke TPS dan kemudian TPA (pengelolaan sampah di TPA di sajikan tersendiri). Hal ini penting untuk meminimalkan penimbunan sampah di TPS. Waktu tinggal sampah di TPS tidak lebih dari 2 hari karena dapat menimbulkan bau yang tidak sedap.Untuk sistem transportasi sampah, perlu keikutsertaan pihak lain diluar pemkot (sektor swasta) secara proporsional untuk menopang keterbatasan sarana transportasi milik pemkot.
Dalam rangka menopangan sistem pengelolaan sampah secara terpadu, dibutuhkan dukungan finansial dari masyarakat. Pertanyaanya adalah berapa besar kontribusi finansial yang dibutuhkan dari masyarakat? apakah kontribusi finansial untuk sampah dari masyarakat saat ini sudah memadai? Menjawab pertanyaan tersebut, pemkot perlu menghitung kembali berapa besar kontribusi finansial yang memadai dari masyarakat kota Salatiga untuk menjaga kebersihan kota ini?
Sampah perkotaan tidak mungkin untuk ditiadakan, justru cenderung akan bertambah seiring dengan pertambahan penduduk. Namun untuk mengurangi permasalah tersebut, dibutuhkan komitmen pemkot maupun masyarakat dalam membangun sistem pengelolaan sampah yang terpadu. Salah satu bagian dari sistem pengelolaan sampah adalah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengurangi jumlah sampah. Dalam perspektif ini maka gaya hidup masyarakat yang konsumtif bukanlah pilihan yang tepat. Kota tidak ada bedanya dengan suatu ekosistim buatan yang secara sadar dirancang demi keberlangsungan dan kenyamanan hidup. Agar ekosistem ini stabil diperlukan keseimbangan interaksi yang harmonis antar element-element ekosistem. Dengan demikian interaksi timbal balik antar pemkot dan masyarakat menjadi penting dalam menanggulangi salah satunya adalah sampah kota.
*Penulis adalah Staf pengajar
Fakultas Biologi UKSW Salatiga
Fakultas Biologi UKSW Salatiga
Puasa Sebagai Pendidikan
Rahmat Hariyadi*
Rahmat Hariyadi*
Puasa, dan seluruh ajaran agama hakikatnya dapat dilihat dari perspektif pendidikan. Di dalam sebuah proses pendidikan, terdapat komponen utama, yaitu: pendidik, peserta didik, dasar, tujuan, materi, metode, dan evaluasi Puasa adalah sebuah materi pendidikan. Kalau kita perinci sesuai dengan bunyi surat al-Baqarah ayat 183, dan ayat atau hadits-hadts Rasulullah lainnya, maka dalam puasa itu terdapat beberapa komponen sebagaimana dalam sistem pendidikan Tulisan ini mencoba melihat puasa dari sudut pandang tersebut.
Pendidik
Di dalam puasa, Allah SWT adalah sebagai pendidik, Sang Maha Mendidik. Pandangan ini berada dalam kerangka tauhid rububiyyah. Maksudnya kita meyakini bahwa hanya Allah SWT. lah Tuhan yang telah menciptakan semua mahluk, terutama manusia, melahirkan ke dunia, memelihara, mendidik, dan memberi rizki. Allah juga memberi petunjuk, aturan serta takaran sesuai dengan kapasitas masing-masing, sehingga manusia dapat berperan dan menduduki posisi tertentu dalam sistem sosial. Dengan keyakinan ini, maka setiap perintah Allah hakikatnya adalah suatu bentuk tarbiyah untuk mendidik dan melindungi manusia itu sendiri. Dalam surat terakhir di dalam Al-Qur'an (An-Naas: 114: 1) dinyatakan bahwa Allah adalah Rabb an-naas (pemelihara/pendidik /pelindung manusia). Demikian pula tentu pemahaman kita mengenai puasa. Dalam puasa pasti terkandung rahasia/hikmah yang dutujukan untuk kepentingan mendidik manusia.,
Peserta Didik
Peserta atau subyek didik dalam puasa adalah seluruh manusia. Puasa tidak diajarkan kepada mahluk lain selain manusia, seperti binatang, jin, atau malaikat. Hal ini karena hanya manusia yang memiliki kelengkapan potensi hidup yang sempurna. Manusia memiliki jasad fisik dan indera, yang perlu dijaga kesehatannya. Memiliki hawa nafsu yang perlu dikendalikan, memiliki akal yang juga perlu diarahkan, dan memiliki hati nurani yang perlu diasah. Semua potensi tersebut idealnya berfungsi optimal untuk menghasilkan hidup yang bermakna.
Dasar
Dasar puasa adalah iman. Tanpa iman kepada Tuhan, malaikat, surga dan neraka, maka manusia tidak akan tertarik untuk puasa, yang hanya menyusahkan diri sendiri. Orang yang beriman percaya bahwa Allah Maha Melihat, sehingga walau pun ada makanan tersedia dan halal, serta perut dalam keadaan lapar, tetap saja ia tahan sampai waktunya tiba.
Tujuan
Tujuan umum puasa adalah untuk mencapai ketaqwaan. Sedangkan tujuan khususnya, adalah agar manusia sehat:
a. Secara fisik, dengan mengatur pola makan dan pola hidup.
b. Secara mental, berpikir positif tentang dirinya, disiplin, produktif memanfaatkan waktu (tidur pun dihitung ibadah, apa lagi bekerja/beribadah)
c. Secara sosial, mau merasakan penderitaan orang miskin, banyak beramal/bersedekah, menghindari hal-hal yang negatif, sabar, pemaaf, tidak suka menggunjing dan sebagainya. Di akhir puasa, orang semiskin apa pun asal punya kelebihan makanan diwajibkan berbagi dengan orang lain melalui zakat fitrah.
d. Secara spiritual, lebih dekat dengan Tuhan, dilatih bangun dan sholat malam, disuruh banyak membaca Al-Qur'an, dan doanya dikabulkan.
Metode
Metode utama dalam puasa adalah menahan diri. Pada peserta tingkat dasar (awam) adalah menahan diri dari makan, minum dan berhubungan seksual dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Sedangkan bagi mereka yang tingkatannya intermediate, ditambah menjaga seluruh panca indera: mata, telinga, mulut, tangan dan sebagainya dari perbuatan yang tidak produktif dan tidak dibenarkan. Untuk tingkatan advance (khowaasul-khowas) ditambah dengan menjaga diri dari berpikir negatif dan selalu menjaga orientasi setiap perbuatannya hanya untuk mencari ridlo Allah SWT.
Evaluasi
Evaluasi puasa terdiri dari evaluasi harian dan akhir kegiatan. Dalam evaluasi harian, orang yang berhasil puasanya, mendapat dua imbalan, yaitu kebahagiaan saat berbuka, dan pada saat berjumpa Tuhannya kelak. Sedangkan evaluasi akhir, mulai dila- kukan pada termin ketiga, yaitu pada sepuluh hari terakhir. Mereka yang berhasil, akan semakin sungguh-sungguh dalam mendekat kepada Allah SWT. Bagi kelompok ini, dijanjikan akan mendapat laitatul qodr, malam yang labih baik dari seribu bulan. Indikator yang sederhana adalah, mereka yang berhasil lulus, setelah puasa akan mampu meng-hadapi tantangan dan godaan selama sebelas bulan ke depan, dimulai dari lebaran.
Demikialah pandangan mengenai puasa dari perspektif pendidikan. Subhanallah, sungguh indah dan sempurna cara Allah SWT. mendidik hambanya. Semoga tahun ini minimal kita termasuk peserta kelas intermediate, dan lulus dengan predikat muttaqiin, amin ya robbal-alamiin.
Pendidik
Di dalam puasa, Allah SWT adalah sebagai pendidik, Sang Maha Mendidik. Pandangan ini berada dalam kerangka tauhid rububiyyah. Maksudnya kita meyakini bahwa hanya Allah SWT. lah Tuhan yang telah menciptakan semua mahluk, terutama manusia, melahirkan ke dunia, memelihara, mendidik, dan memberi rizki. Allah juga memberi petunjuk, aturan serta takaran sesuai dengan kapasitas masing-masing, sehingga manusia dapat berperan dan menduduki posisi tertentu dalam sistem sosial. Dengan keyakinan ini, maka setiap perintah Allah hakikatnya adalah suatu bentuk tarbiyah untuk mendidik dan melindungi manusia itu sendiri. Dalam surat terakhir di dalam Al-Qur'an (An-Naas: 114: 1) dinyatakan bahwa Allah adalah Rabb an-naas (pemelihara/pendidik /pelindung manusia). Demikian pula tentu pemahaman kita mengenai puasa. Dalam puasa pasti terkandung rahasia/hikmah yang dutujukan untuk kepentingan mendidik manusia.,
Peserta Didik
Peserta atau subyek didik dalam puasa adalah seluruh manusia. Puasa tidak diajarkan kepada mahluk lain selain manusia, seperti binatang, jin, atau malaikat. Hal ini karena hanya manusia yang memiliki kelengkapan potensi hidup yang sempurna. Manusia memiliki jasad fisik dan indera, yang perlu dijaga kesehatannya. Memiliki hawa nafsu yang perlu dikendalikan, memiliki akal yang juga perlu diarahkan, dan memiliki hati nurani yang perlu diasah. Semua potensi tersebut idealnya berfungsi optimal untuk menghasilkan hidup yang bermakna.
Dasar
Dasar puasa adalah iman. Tanpa iman kepada Tuhan, malaikat, surga dan neraka, maka manusia tidak akan tertarik untuk puasa, yang hanya menyusahkan diri sendiri. Orang yang beriman percaya bahwa Allah Maha Melihat, sehingga walau pun ada makanan tersedia dan halal, serta perut dalam keadaan lapar, tetap saja ia tahan sampai waktunya tiba.
Tujuan
Tujuan umum puasa adalah untuk mencapai ketaqwaan. Sedangkan tujuan khususnya, adalah agar manusia sehat:
a. Secara fisik, dengan mengatur pola makan dan pola hidup.
b. Secara mental, berpikir positif tentang dirinya, disiplin, produktif memanfaatkan waktu (tidur pun dihitung ibadah, apa lagi bekerja/beribadah)
c. Secara sosial, mau merasakan penderitaan orang miskin, banyak beramal/bersedekah, menghindari hal-hal yang negatif, sabar, pemaaf, tidak suka menggunjing dan sebagainya. Di akhir puasa, orang semiskin apa pun asal punya kelebihan makanan diwajibkan berbagi dengan orang lain melalui zakat fitrah.
d. Secara spiritual, lebih dekat dengan Tuhan, dilatih bangun dan sholat malam, disuruh banyak membaca Al-Qur'an, dan doanya dikabulkan.
Metode
Metode utama dalam puasa adalah menahan diri. Pada peserta tingkat dasar (awam) adalah menahan diri dari makan, minum dan berhubungan seksual dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Sedangkan bagi mereka yang tingkatannya intermediate, ditambah menjaga seluruh panca indera: mata, telinga, mulut, tangan dan sebagainya dari perbuatan yang tidak produktif dan tidak dibenarkan. Untuk tingkatan advance (khowaasul-khowas) ditambah dengan menjaga diri dari berpikir negatif dan selalu menjaga orientasi setiap perbuatannya hanya untuk mencari ridlo Allah SWT.
Evaluasi
Evaluasi puasa terdiri dari evaluasi harian dan akhir kegiatan. Dalam evaluasi harian, orang yang berhasil puasanya, mendapat dua imbalan, yaitu kebahagiaan saat berbuka, dan pada saat berjumpa Tuhannya kelak. Sedangkan evaluasi akhir, mulai dila- kukan pada termin ketiga, yaitu pada sepuluh hari terakhir. Mereka yang berhasil, akan semakin sungguh-sungguh dalam mendekat kepada Allah SWT. Bagi kelompok ini, dijanjikan akan mendapat laitatul qodr, malam yang labih baik dari seribu bulan. Indikator yang sederhana adalah, mereka yang berhasil lulus, setelah puasa akan mampu meng-hadapi tantangan dan godaan selama sebelas bulan ke depan, dimulai dari lebaran.
Demikialah pandangan mengenai puasa dari perspektif pendidikan. Subhanallah, sungguh indah dan sempurna cara Allah SWT. mendidik hambanya. Semoga tahun ini minimal kita termasuk peserta kelas intermediate, dan lulus dengan predikat muttaqiin, amin ya robbal-alamiin.
*Penulis adalah Dosen STAIN
Salatiga
Salatiga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar