Penghargaan terhadap mata pelajaran (mapel) Bahasa Jawa telah meningkat dengan adanya ketentuan bahwa Bahasa Jawa bukanlah mapel muatan lokal.
Sama PentingKetentuan ini tersirat dalam UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang disahkan 8 Juli 2003 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 No 78). Pasal 37 ayat (1) menyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olah raga, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal (mulok). Hal ini dijelaskan oleh Kepala Bidang Pendidikan Dasar, Dinas Pendidikan Kota Salatiga, Drs. Wido Murwadi.
Selanjutnya dalam Penjelasan atas UU Nomor 20/2003 (Tambahan Lembaran Negara RI Tahun 2003 No 4301) tersebut, khususnya pasal 37 ayat (1) tentang butir bahasa dijelaskan, “Bahan kajian bahasa mencakup Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, dan Bahasa Asing dengan pertimbangan: satu, Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional. Dua, Bahasa Daerah merupakan bahasa ibu peserta didik. Tiga, Bahasa Asing terutama Bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang sangat penting kegunaannya dalam pergaulan global.
”Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Bahasa Daerah (termasuk Bahasa Jawa) merupakan mapel wajib dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Bahasa Daerah juga memiliki kedudukan yang sama dengan mapel bahasa nasional dan bahasa asing. “Selain itu, Bahasa Daerah memiliki fungsi yang sama pentingnya dengan fungsi bahasa nasional dan bahasa asing” ungkap laki-laki yang pernah menjadi guru di sebuah sekolah dasar di Kota Salatiga. Dengan uraian di atas semakin jelas bahwa mapel Bahasa Jawa merupakan mapel wajib di sekolah dasar dan menengah. Nilainya dalam rapor memiliki kedudukan yang sama dengan nilai mapel Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris (bahasa asing lainnya). Mapel Bahasa Jawa juga bukan mulok yang biasanya dianggap sepele.
Wajib SD-SLTAKetentuan kedua yang menyatakan bahwa Bahasa Jawa bukan mulok adalah Keputusan Gubernur Jateng No 895.5/01/2005 tentang Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa Jawa Tahun 2004 untuk Jenjang Pendidikan SD/SDLB/MI, SMP/SMPLB/MTs, dan SMA/SMALB/SMK/MA Negeri dan Swasta Provinsi Jateng 23 Februari 2005. Dalam keputusan tersebut dinyatakan, “Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa Jawa tahun 2004 untuk SD/SDLB/MI, SMP/SMPLB/MTs, dan SMA/ SMALB/SMK/MA mulai tahun ajaran 2005/2006 wajib dilaksanakan oleh semua jenjang sekolah di Provinsi Jateng, baik sekolah negeri maupun swasta.” Kurikulum ini ditetapkan dan diberlakukan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di Jateng. Terutama dalam upaya penanaman nilai-nilai budi pekerti dan penguasaan bahasa Jawa bagi peserta didik. Dari Keputusan Gubernur Jateng tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Bahasa Jawa menjadi mapel wajib (tidak disebut lagi mulok) mulai tahun pelajaran 2005/2006. Bahasa Jawa diajarkan tidak hanya di jenjang SD dan SLTP tetapi juga di jenjang SLTA (SMA, SMK, dan MA).
Wajib SD-SLTAKetentuan kedua yang menyatakan bahwa Bahasa Jawa bukan mulok adalah Keputusan Gubernur Jateng No 895.5/01/2005 tentang Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa Jawa Tahun 2004 untuk Jenjang Pendidikan SD/SDLB/MI, SMP/SMPLB/MTs, dan SMA/SMALB/SMK/MA Negeri dan Swasta Provinsi Jateng 23 Februari 2005. Dalam keputusan tersebut dinyatakan, “Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa Jawa tahun 2004 untuk SD/SDLB/MI, SMP/SMPLB/MTs, dan SMA/ SMALB/SMK/MA mulai tahun ajaran 2005/2006 wajib dilaksanakan oleh semua jenjang sekolah di Provinsi Jateng, baik sekolah negeri maupun swasta.” Kurikulum ini ditetapkan dan diberlakukan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di Jateng. Terutama dalam upaya penanaman nilai-nilai budi pekerti dan penguasaan bahasa Jawa bagi peserta didik. Dari Keputusan Gubernur Jateng tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Bahasa Jawa menjadi mapel wajib (tidak disebut lagi mulok) mulai tahun pelajaran 2005/2006. Bahasa Jawa diajarkan tidak hanya di jenjang SD dan SLTP tetapi juga di jenjang SLTA (SMA, SMK, dan MA).
“Ini juga berarti bahwa mapel yang disebut mulok adalah mapel yang memuat bahan kajian khas potensi atau identitas daerah,” jelasnya. Contoh mulok adalah Keterampilan Ukir (mulok Kabupaten Jepara); Keterampilan Batik (mulok Kabupaten/Kota Pekalongan dan Kota Surakarta); atau Kerajinan Kuningan (mulok Juwana/Kabupaten Pati).
Upaya MelestarikanAdanya perubahan kedudukan mapel Bahasa Jawa di sekolah dari mulok menjadi mapel yang sejajar dengan mapel lainnya dan dengan diberlakukannya Kurikulum Bahasa Jawa Tahun 2004 di semua jenis dan jenjang sekolah negeri maupun swasta di Jateng, mulai tahun pelajaran 2005/2006 membuat Bahasa Jawa semakin mendapat penghargaan sebagaimana mestinya. Kesadaran akan pentingnya peran Bahasa Jawa akan meningkatkan pula perhatian dan penghargaan terhadap bahasa daerah dengan penutur terbesar di Indonesia itu. Dengan adanya sikap positif dan apresiatif (menghargai) terhadap bahasa Jawa di kalangan peserta didik sebagai generasi penerus, kelestarian bahasa Jawa dapat dijamin. Selain itu, munculnya kekhawatiran akan masa depan suram bagi bahasa Jawa juga dapat dihindarkan.
Terlebih, bahasa daerah berperan penting sebagai lambang kebanggaan daerah; identitas daerah; dan alat perhubungan di dalam keluarga serta masyarakat daerah. Bahasa daerah juga berperan sebagai pendukung bahasa nasional; bahasa pengantar di sekolah dasar pada tingkat permulaan untuk memperlancar pengajaran bahasa Indonesia dan mata pelajaran lain; dan alat pengembangan serta pendukung kebudayaan daerah (Pusat Bahasa, 1975). Kepala Sekolah dengan dukungan Komite Sekolah perlu meningkatkan komitmennya dalam melaksanakan kurikulum pendidikan di sekolah (termasuk kurikulum Bahasa Jawa). Harapannya, sekolah dapat memberikan layanan pendidikan kepada peserta didik dengan sebaik-baiknya. Para guru Bahasa Jawa diharapkan dapat melaksanakan pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan.
Guru bahasa Jawa perlu memperhatikan karakteristik Kurikulum Bahasa Jawa Tahun 2004. Di antara karakteristik tersebut adalah penekanan pada fungsi Bahasa Jawa sebagai alat komunikasi dengan menggunakan pembelajaran terpadu. Bahasa Jawa harus disampaikan secara terpadu antara keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis meliputi kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra. Pembelajaran berpusat pada siswa dalam bentuk pengalaman belajar. Sementara, guru berperan sebagai fasilitator, penulis skenario pembelajaran, dan sutradara pembelajaran. Guru menjalankan perannya dengan berorientasi kepada pencapaian kompetensi siswa yang mencakup pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), dan nilai-nilai dasar/sikap (afektif).Keberhasilan pembelajaran bahasa Jawa di sekolah akan memberikan kontribusi dan penjaminan bagi kelestarian bahasa Jawa, identitas daerah (Jawa), dan pemberian pendidikan budi pekerti yang efektif demi peningkatan kualitas moral anak bangsa. Selain itu, keluarga dan lingkungan juga diharapkan memberikan dukungan kepada anak untuk mempelajari bahasa Jawa dengan rajin melatihnya di rumah.(dji)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar