MAJALAH HATI BERIMAN "MAJALAH BERITA WARGA KOTA SALATIGA"

12 Agustus 2008

MIMBAR: Pesimisme dan Optimisme SOTK Baru

Sebagai pelayan masyarakat, sudah sewajarnya apabila pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanannya kepada masyarakat. Untuk itu, sudah sewajarnya pula apabila pemerintah berusaha memperbaiki kebijakan berupa program ataupun kelembagaan untuk disesuaikan dengan kebutuhan dan dinamika masyarakat.

Melalui tulisan ini, kita akan mencermati kebijakan pemerintah dari aspek kelembagaan, dengan pertimbangan, karena pada saat tulisan ini dibuat sedang dilakukan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (raperda) tentang Susunan Organisasi Tata Kerja (SOTK) Kota Salatiga. Raperda tentang SOTK Kota Salatiga ini merupakan tindak lanjut atas diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah serta Permendagri No. 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah.

Dari kebijakan tersebut di atas, pertanyaan yang muncul adalah, “Akankah SOTK baru lebih efisien dan efektif?” Selain itu, muncul pula pertanyaan, “Apakah kebijakan ini dapat memberikan pelayanan yang lebih baik serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat?”

Untuk menjawab pertanyaan di atas, ada baiknya kalau kita menengok ke belakang, melihat berbagai perubahan program maupun kelembagaan yang pernah ditempuh oleh pemerintah seperti Gerakan Disiplin Nasional, Intensifikasi Desa Tertinggal, dan Operasi Pasar Khusus. Selain itu, juga ada kebijakan yang melikuidasi Departemen Penerangan dan Departemen Sosial. Bahkan, pemerintah juga mengubah sistem perencanaan pembangunan dari top down (pendekatan dari sudut pandang penguasa) menjadi bottom up (pendekatan dari sudut pandang rakyat). Sistem penyusunan anggaran juga diubah menjadi anggaran berbasis kinerja dan masih banyak lagi upaya-upaya yang dilakukan pemerintah. Namun, dari semua kebijakan itu, hasilnya apa? Terlebih dengan kondisi perekonomian Indonesia yang semakin terpuruk. Kita semua bisa merasakan dan bisa menilai—tentu saja—dari sudut pandang masing-masing. Pemerintah Kota Salatiga juga telah melakukan hal yang sama dan hasilnya juga bisa kita lihat sendiri seperti apa.

Kembali kepada pokok permasalahan, Walikota salatiga telah mengajukan lima rancangan peraturan daerah. Raperda tersebut meliputi Raperda tentang Urusan Pemerintah Daerah Kota Salatiga; Raperda tentang Pembentukan Organisasi Sekretariat Daerah, Staf Ahli Walikota, dan Sekretariat DPRD; Raperda tentang Pembentukan Organisasi Dinas Daerah; Raperda tentang Pembentukan Organisasi Lembaga Teknis Daerah; dan Raperda tentang Pembentukan Organisasi Kecamatan dan Kelurahan.

Selain itu, juga dijumpai adanya perubahan jumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) menjadi 10 dinas, 5 badan, 2 kantor serta inspektorat, dan Satpol PP.Sudah barang tentu, nomenklaturnya (nama SKPD) juga akan mengalami perubahan agar SOTK baru yang akan dibentuk dapat mewujudkan janji pemerintah kepada rakyat yaitu pelayanan dan peningkatan kesejahteraan serta penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

Oleh karena itu, setidaknya ada tiga hal pokok yang perlu mendapat perhatian, yaitu dasar pembentukan SKPD, penempatan sumber daya manusia (SDM), dan profesionalisme SDM. Pembentukan SKPD harus berdasarkan kepada urgensi (mendesak) kebutuhan dan permasalahan yang ada. Artinya, jangan sampai penggabungan atau pemecahan SKPD yang diharapkan dapat menghindari tumpang tindih dalam melaksanakan program, justru terjadi sebaliknya, sehingga tidak terjadi sinergi (kekompakan SKPD) tetapi menonjolkan ego sektoral (ego masing-masing SKPD).

Penempatan SDM, utamanya pejabat, pun harus diperhatikan sehingga tidak hanya mengedepankan senioritas dan kepangkatan. Prinsip the right man on the right place menjadi pedoman utama. Artinya, kemampuan seseorang menjadi faktor utama dalam menempatkan pejabat. Sebagai ilustrasi, bahwa anggaran belanja untuk pegawai Kota Salatiga TA 2008 adalah Rp 197.129.187.000,00 atau 49,27 persen dari total APBD sebesar Rp 401.129.189.000,00 kalau dihitung berarti untuk belanja pegawai per hari lebih dari 560 juta rupiah.

Peningkatan profesionalisme merupakan kebutuhan yang tidak boleh ditawar. Optimalisasi kerja perlu diwujudkan. Angka pengangguran tidak kentara di lembaga pemerintah Kota Salatiga harus ditekan. Sanksi tegas bagi pejabat yang tidak mampu melaksanakan program harus dilaksanakan.
Jawaban dari pertanyaan di atas adalah tergantung kesungguhan dan konsistensi pemerintah Kota Salatiga sendiri. Tentu saja kita menunggu sambil berdoa.

*Sekretaris Fraksi Golkar
DPRD Kota Salatiga

Tidak ada komentar:

 
template : Copyright @ 2010 HUMAS SETDA KOTA SALATIGA. All rights reserved  |    by : boedy's