Meningkatnya kesadaran masyarakat akan bahaya bahan kimia buatan pada obat sintetis membuat mereka berpaling kepada alam.
Pilihan pun jatuh kepada pengobatan tradisional melalui ramuan tumbuh-tumbuhan yang alami yang dikemas dalam produk jamu, herbal, maupun fito farma. Fito farma adalah obat tradisional yang sudah melakukan uji klinis yang lengkap dan tidak ada keraguan untuk diresepkan.
Pada dasarnya, terdapat dua komponen utama pada jamu. Dua komponen ini adalah anti oksidan yang melawan radikal bebas (zat yang menyebabkan kanker) dalam tubuh dan immuno stimulator yang meningkatkan daya tahan tubuh. Konsumsi jamu secara rutin diharapkan dapat membantu pemulihan penyakit regeneratif, seperti kolesterol, asam urat, tekanan darah tinggi, dan diabetes serta manfaat lain seperti kebugaran dan kecantikan.
Karena minat masyarakat kepada jamu sangat besar, produsen jamu pun berlomba-lomba menawarkan berbagai produk jamu. Oleh karena itu, keberadaan dan pemanfaatan jamu perlu diawasi agar tidak merugikan konsumen (pembeli). Dalam melakukan pengawasan dan antisipasi terhadap hal-hal yang dapat merugikan masyarakat, pemerintah melakukan pembinaan obat tradisional melalui Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Pembinaan dilakukan untuk menjamin mutu dan keamanan jamu. BPOM juga melakukan pengendalian secara komprehensif (menyeluruh) mulai pembuatan hingga konsumsi produk obat tradisional.
Salatiga Perlu Waspada
Peredaran obat tradisional di Kota Salatiga mendapat perhatian tersendiri dari Dinas Kesehatan Kota (DKK) Salatiga. Seperti diungkapkan oleh Kasi Farmasi dan Minuman DKK Salatiga, Sutikno Adji, hal ini merupakan tindak lanjut atas upaya antisipasi bersama yang dilakukan Badan POM RI dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Kedua belah pihak telah memberikan public warning (peringatan kepada masyarakat) dengan bekerja sama memublikasikan (mengumumkan) daftar produk yang dilarang beredar. Publikasi dilakukan melalui berbagai media lokal dan sidak (inspeksi mendadak) langsung di tempat penjualan jamu tradisional.
Yang sedikit melegakan, di Kota Salatiga terdapat paguyuban penjual jamu, yaitu Paguyuban Jamu Bagong. Paguyuban ini selalu mendapat pengawasan dan pengarahan secara rutin oleh DKK. Pengarahan yang diberikan berupa informasi tentang perkembangan produk jamu, pengetahuan, dan kesadaran untuk tidak menjual produk jamu kimia yang berbahaya. Harapannya, koordinasi ini menjadi jaminan keamanan dan kenyamanan bagi konsumen untuk membeli produk jamu di beberapa depot jamu di Salatiga. Berdasarkan data DKK, kondisi Salatiga masih terkendali.
“Kami berharap agar setiap elemen masyarakat dan pemerintah saling bekerja sama untuk mengantisipasi luasnya peredaran obat tradisional berbahan kimia,” ungkap Sutikno. Hal ini untuk menghindari jatuhnya korban. Masyarakat harus lebih jeli membaca label pada kemasan produk. Walaupun banyak label yang mencantumkan ijin produksi palsu, masyarakat harus tetap waspada dengan memperhatikan nomor pendaftaran; aturan pakai; perhatian/peringatan yang tercantum pada etiket/label; serta menghindari mengonsumsi produk yang dicemari BKO seperti yang tercantum dalam daftar lampiran public warning yang dikeluarkan Badan POM.
Jangan mengonsumsi apabila timbul keraguan. Bila terlanjur mengonsumsi, waspadai efek samping yang berlebihan, seperti keluar keringat dingin, jantung berdebar, linu-linu bahkan pusing-pusing. Dalam kondisi seperti ini, segeralah berobat ke puskesmas dan dokter terdekat. Jika perlu, khalayak dapat berinisiatif menanyakan kelayakan produk tersebut di DKK atau menghubungi Unit Layanan Pengaduan Konsumen Badan POM RI di Jakarta dengan nomor telepon 0214263333 atau Balai Besar POM di seluruh Indonesia.
Sanksi
Untuk melindungi masyarakat dari bahaya akibat penggunaan obat tradisional yang dicemari bahan kima obat (BKO), Badan POM RI memberikan peringatan keras kepada produsen yang bersangkutan. Bila peringatan tersebut tidak ditanggapi, Badan POM dapat membatalkan izin edar produk dimaksud bahkan mengajukannya ke pengadilan. Pelanggaran oleh produsen dan pihak yang mengedarkan obat tradisional dengan menambah BKO telah melanggar UU Nomor 23/1992 tentang Kesehatan.
Para pelanggar diancam hukuman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak 100 juta rupiah. Selain itu, produsen juga melanggar UU Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan atau denda paling banyak dua miliar rupiah.(indy)
Pilihan pun jatuh kepada pengobatan tradisional melalui ramuan tumbuh-tumbuhan yang alami yang dikemas dalam produk jamu, herbal, maupun fito farma. Fito farma adalah obat tradisional yang sudah melakukan uji klinis yang lengkap dan tidak ada keraguan untuk diresepkan.
Pada dasarnya, terdapat dua komponen utama pada jamu. Dua komponen ini adalah anti oksidan yang melawan radikal bebas (zat yang menyebabkan kanker) dalam tubuh dan immuno stimulator yang meningkatkan daya tahan tubuh. Konsumsi jamu secara rutin diharapkan dapat membantu pemulihan penyakit regeneratif, seperti kolesterol, asam urat, tekanan darah tinggi, dan diabetes serta manfaat lain seperti kebugaran dan kecantikan.
Karena minat masyarakat kepada jamu sangat besar, produsen jamu pun berlomba-lomba menawarkan berbagai produk jamu. Oleh karena itu, keberadaan dan pemanfaatan jamu perlu diawasi agar tidak merugikan konsumen (pembeli). Dalam melakukan pengawasan dan antisipasi terhadap hal-hal yang dapat merugikan masyarakat, pemerintah melakukan pembinaan obat tradisional melalui Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Pembinaan dilakukan untuk menjamin mutu dan keamanan jamu. BPOM juga melakukan pengendalian secara komprehensif (menyeluruh) mulai pembuatan hingga konsumsi produk obat tradisional.
Salatiga Perlu Waspada
Peredaran obat tradisional di Kota Salatiga mendapat perhatian tersendiri dari Dinas Kesehatan Kota (DKK) Salatiga. Seperti diungkapkan oleh Kasi Farmasi dan Minuman DKK Salatiga, Sutikno Adji, hal ini merupakan tindak lanjut atas upaya antisipasi bersama yang dilakukan Badan POM RI dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Kedua belah pihak telah memberikan public warning (peringatan kepada masyarakat) dengan bekerja sama memublikasikan (mengumumkan) daftar produk yang dilarang beredar. Publikasi dilakukan melalui berbagai media lokal dan sidak (inspeksi mendadak) langsung di tempat penjualan jamu tradisional.
Yang sedikit melegakan, di Kota Salatiga terdapat paguyuban penjual jamu, yaitu Paguyuban Jamu Bagong. Paguyuban ini selalu mendapat pengawasan dan pengarahan secara rutin oleh DKK. Pengarahan yang diberikan berupa informasi tentang perkembangan produk jamu, pengetahuan, dan kesadaran untuk tidak menjual produk jamu kimia yang berbahaya. Harapannya, koordinasi ini menjadi jaminan keamanan dan kenyamanan bagi konsumen untuk membeli produk jamu di beberapa depot jamu di Salatiga. Berdasarkan data DKK, kondisi Salatiga masih terkendali.
“Kami berharap agar setiap elemen masyarakat dan pemerintah saling bekerja sama untuk mengantisipasi luasnya peredaran obat tradisional berbahan kimia,” ungkap Sutikno. Hal ini untuk menghindari jatuhnya korban. Masyarakat harus lebih jeli membaca label pada kemasan produk. Walaupun banyak label yang mencantumkan ijin produksi palsu, masyarakat harus tetap waspada dengan memperhatikan nomor pendaftaran; aturan pakai; perhatian/peringatan yang tercantum pada etiket/label; serta menghindari mengonsumsi produk yang dicemari BKO seperti yang tercantum dalam daftar lampiran public warning yang dikeluarkan Badan POM.
Jangan mengonsumsi apabila timbul keraguan. Bila terlanjur mengonsumsi, waspadai efek samping yang berlebihan, seperti keluar keringat dingin, jantung berdebar, linu-linu bahkan pusing-pusing. Dalam kondisi seperti ini, segeralah berobat ke puskesmas dan dokter terdekat. Jika perlu, khalayak dapat berinisiatif menanyakan kelayakan produk tersebut di DKK atau menghubungi Unit Layanan Pengaduan Konsumen Badan POM RI di Jakarta dengan nomor telepon 0214263333 atau Balai Besar POM di seluruh Indonesia.
Sanksi
Untuk melindungi masyarakat dari bahaya akibat penggunaan obat tradisional yang dicemari bahan kima obat (BKO), Badan POM RI memberikan peringatan keras kepada produsen yang bersangkutan. Bila peringatan tersebut tidak ditanggapi, Badan POM dapat membatalkan izin edar produk dimaksud bahkan mengajukannya ke pengadilan. Pelanggaran oleh produsen dan pihak yang mengedarkan obat tradisional dengan menambah BKO telah melanggar UU Nomor 23/1992 tentang Kesehatan.
Para pelanggar diancam hukuman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak 100 juta rupiah. Selain itu, produsen juga melanggar UU Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan atau denda paling banyak dua miliar rupiah.(indy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar