MAJALAH HATI BERIMAN "MAJALAH BERITA WARGA KOTA SALATIGA"

18 Mei 2008

Pendidikan

Salatiga Siap Melek Huruf

Indonesia harus bebas dari ketertinggalan. Namun, buta aksara menjadi kendala utama yang harus segera dicarikan solusinya.

Pengetahuan Dasar

Salah satu kendala dari ketertinggalan ini adalah prasyarat bahwa nilai sebuah kemajuan dapat diukur dari tingkat ilmu dan pengetahuan. Padahal, bagaimana hal itu dapat tercapai apabila masyarakatnya tidak bisa membaca dan menulis.

Ketertingalan dan keterbelakangan atas ilmu pengetahuan menyebabkan masyarakat pada posisi tawar yang rendah dalam pergaulan ekonomi dan sosial. Penduduk buta aksara tidak dapat memberikan konstribusi secara optimal terhadap proses pembangunan di berbagai segmen kehidupan. Oleh karenanya, saat ini Pemerintah Indonesia tertantang untuk mengubah nasib rakyatnya agar melek aksara. Melek aksara adalah pengetahuan dasar (basic) yang menjadi prasyarat mutlak bagi seseorang untuk mengetahui jendela dunia.

Pemerintah menyadari kenyataan ini sebagai masalah krusial yang memerlukan perhatian dan penanganan serius. Pemberdayaan masyarakat adalah tanggung jawab bersama seluruh elemen bangsa. Semua pihak harus meyadari bahwa peningkatan kapasitas dan kemampuan masyarakat harus dilakukan seiring antara harapan dan tujuan. Dalam hal ini pemerintah dan masyarakat sepakat bahwa jalur pendidikan--baik formal, informal, maupun nonformal--merupakan langkah strategis untuk mencerdaskan dan mengentaskan bangsa dari keterpurukan. Dengan menyamakan persepsi tentang pentingnya nilai sebuah pendidikan, belajar dapat dilakukan sepanjang hayat, dimanapun, oleh siapapun, tanpa batas ruang dan waktu. Jadi, tidak ada kata terlambat untuk terus belajar. Semangat inilah yang terus memotivasi kalangan pendidikan untuk meningkatkan kinerjanya kepada masyarakat luas, salah satunya melalui jalur pendidikan non formal dengan program Pemberantasan Buta Aksara demi memberikan pencerahan bagi nilai kemajuan suatu bangsa.

Salatiga siap tuntaskan buta aksara

Optimisme program pemberantasan buta aksara secara nasional dapat terwujud apabila mendapat dukungan yang memadai dari seluruh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota beserta masyarakatnya. Strategi yang dilakukan pemerintah pusat untuk pemberantasan buta aksara ini memprioritaskan provinsi dan kabupaten/kota yang tingkat buta aksaranya tinggi. Stimulan yang diberikan oleh pemerintah pusat adalah pemberian anugerah Pratama bagi yang mampu menuntaskan 85 persen, Tuntas Madya jika 90 persen, dan Tuntas Utama jika 95 persen. Bagi pemerintah daerah yang telah mencapai target 100 persen penduduk bebas buta aksara akanmemperoleh pengharagaan Tuntas Paripurna.

Oleh karena itu, untuk dapat menuntaskan kewajibannya dalam pemberantasan buta aksara di Kota Salatiga, Dinas Pendidikan Kota Salatiga merencanakan program aksi pemberantasan Buta Aksara pada tahun 2008 ini. Program tersebut diselenggarakan melalui serangkaian kegiatan, seperti keaksaraan lanjutan (tahap pelestarian), keaksaraan mandiri (tahap pelestarian), evaluasi pembelajaran warga belajar di tiap kelompok belajar yang tersebar di beberapa wilayah desa/kelurahan, dan pemberian Surat Keterangan Melek Aksara (Sukma) II dan III. Harapan Dinas Pendidikan, target 95 persen penduduk bebas buta aksara dapat tercapai pada akhir tahun ini.

Manfaat pemberantasan buta aksara ini telah terasa bagi pembangunan jati diri masyarakat. Oleh karenanya, program ini akan terus dilaksanakan tanpa batas yang ditentukan sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi masyarakat Salatiga. Langkah ini diambil oleh Pemerintah Kota Salatiga dan dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Kota Salatiga beserta kelurahan dan kecamatan. Kebijakan ini juga didukung oleh berbagai mitra kerja, di antaranya adalah Tim Penggerak PKK, Muslimat NU, Aisyiyah, GOW, PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat), dan Pondok Pesantren. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab mereka berdasarkan kepada ketetapan UUD 1945 pasal 31, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Buta Aksara, Peraturan Mendiknas No. 35

Tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaan percepatan penuntasan Buta Aksara, serta MOU Mendiknas dan Gubernur Jawa Tengah dan bupati/walikota se-Jawa Tengah tanggal 10 Juni 2006 tentang penuntasan Buta Aksara di Provinsi Jawa Tengah.

Tujuan yang ingin dicapai melalui program pemberantasan buta aksara di Kota Salatiga secara umum adalah melaksanakan program Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Aksara, melaksanakan MoU tentang penuntasan Buta Aksara di Provinsi Jawa Tengah, memberikan bekal ketrampilan kepada warga belajar agar dapat mandiri, dan membuka wawasan masyarakat akan arti penting belajar dan pengetahuan. Oleh karena itu, pemerintah lebih spesifik dalam membidik masyarakat yang menjadi sasaran program ini. Mereka adalah yang sama sekali tidak dapat membaca, menulis, dan berhitung; anak putus sekolah dasar (SD) yang hanya mengeyam pendidikan dari kelas 1 sampai kelas 3 SD; masyarakat pengangguran dan berpenghasilan rendah; dan masyarakat buta aksara prioritas berusia 15 -44 tahun atau usia diatas 45 tahun.

Partisipasi Warga

Dalam rangka mendukung keberhasilan program buta aksara, secara teknis, pemerintah melalui Diknas Kota Salatiga melakukan pendataan penduduk yang buta aksara. Mereka dibagi dalam kelompok-kelompok belajar yang terdiri dari 10-20 warga belajar. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan di setiap desa/kelurahan melalui pendekatan keaksaraan fungsional dengan ciri pokok konteks lokal, yaitu kegiatan pembelajaran dilaksanakan berdasarkan kebutuhan, budaya, serta potensi lokal yang ada disekitar warga belajar. Tutor (pengajar)/penyelengara diambil dari penduduk setempat/relawan atau seseorang yang memiliki pengaruh (tokoh masyarakat). Harapannya, mekanisme ini lebih mudah menjangkau masyarakat yang benar-benar menjadi sasaran pemberantasan buta aksara. Tutor dan penyelenggara harus memiliki kapasitas dan kemampuan mengajar agar dapat melaksanakan tugas dengan baik. Bersama warga belajar, mereka merancang kegiatan pembelajaran di kelompok belajar sesuai dengan minat warga sekitar, termasuk masalah prasarana belajar yang bisa dilakukan di rumah warga/balai RT/RW/Kelurahan/Pondok pesantren/tempat ibadah yang dapat terjangkau dan nyaman untuk kegiatan tersebut.

Kesepakatan tersebut sebagai wujud nyata partisipasi aktif warga dalam menentukan tahapan perencanaan dan pelaksanaan belajar. Meskipun demikian, program ini tetap memiliki target waktu pembelajaran untuk menghasilkan evaluasi dengan mengacu pada ketentuan formal yang ditetapkan dari Diknas, yaitu tahap keaksaraan dasar, tahap keaksaraan lanjutan, dan tahap keaksaraan mandiri. Tahap keaksaraan dasar atau tahap pemberantasan dilaksanakan sebanyak 144 jam pelajaran selama 6 bulan. Tahap keaksaraan lanjutan atau tahap pembinaan dilaksanakan sebanyak 96 jam pelajaran selama 4 bulan. Tahap keaksaraan mandiri atau tahap pelestarian dilaksanakan sebanyak 68 jam pelajaran selama 1,5 sampai 2 bulan.

Dari strategi dan langkah tersebut diatas, diperoleh data bahwa pada tahun 2006 dengan penekanan pada tahap pemberantasan buta aksara telah mencapai sasaran sampai 50 %. Kemudian, pada tahapan pemberantasan yang dilaksanakan pada tahun 2007 berhasil mencapai 95 % dan secara kuantitas telah mampu mengentaskan sebanyak 3.097 penduduk Salatiga dari buta aksara. Mereka yang telah bebas buta aksara memperoleh Surat Keterangan Melek Aksara (SUKMA). Selanjutnya, pada tahun ini, Kota Salatiga menargetkan untuk menuntaskan program buta aksara melalui dua tahap, yaitu dimulai dengan tahap pembinaan sebanyak 118 kelompok yang terdiri dari 2004 warga belajar, kemudian dilanjutkan dengan tahap pelestarian dengan kapasitas 3.247 yang terbagi dalam 187 kelompok.

Tingkatkan PD

Kelancaran program ini tidak terlepas dari kebutuhan akan pendanaan. Untuk itu, pemerintah Kota Salatiga melalui Program Pemberantasan Buta Aksara telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 1.401.140.000,00 yang berasal dari sumber APBD Kota Salatiga sebesar 20 %. Pemerintah Kota Salatiga juga mendapat dukungan dana sesuai MOU antara pemerintah pusat dan provinsi, dari anggaran APBD Pemerintah Provinsi sebesar 50 % dan dari Pemerintah Pusat melalui APBN sebesar 30 %. Alokasi dana yang cukup besar tersebut diharapkan mampu menekan angka buta aksara di Kota Salatiga.

Keberhasilan program melek aksara ini menjadi bernilai lebih bila menyaksikan masyarakat yang buta aksara bisa mengimplementasikan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung dalam menunjang kelancaran kehidupan mereka. Mereka dapat mengetahui berita yang tertempel di balai desa, dapat berhitung untuk berdagang, mengetahui haknya dalam sertifikat rumah-tanah dan sebagainya. Kemajuan ini dapat menghindarkan mereka dari kepentingan-kepentingan yang merugikan masyarakat desa dan pelosok yang masih lugu. Lebih dari itu, yang lebih penting adalah meningkatkan kepercayaan diri mereka untuk dapat bersosialisasi dengan masyarakat luas dan modern.

Program ini mengupayakan agar masyarakat di berbagai lapisan dan penjuru daerah benar-benar terentaskan dari buta huruf. Sebagai tindak lanjutnya, pemerintah akan tetap melakukan pembinaan kepada warga belajar agar menjaga kelangsungan pembelajaran aksara melalui berbagai kegiatan seperti membuka Taman Bacaan Masyarakat (TBM) di kantong-kantong buta aksara; menyelenggarakan Kelompok Belajar Usaha (KBU) dengan memberikan dana stimulan kepada kelompok untuk modal usaha; serta mengikutsertakan mereka di kegiatan/kelompok sosial kemasyarakatan seperti PKK, Dasa Wisma, arisan, atau acara kerohanian. Diharapkan, kegiatan tambahan ini akan meningkatkan peran masyarakat secara mandiri mengenai budaya belajar sehingga akan terjadi proses pemberdayaan manusia dalam arti sesungguhnya. Dengan demikian, kapasitas seorang penyandang buta aksara dapat terus meningkat seiring dengan kebutuhan jaman di berbagai bidang seperti ekonomi, hukum, teknologi, dan lain-lain sehingga yang bersangkutan dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraannya sepanjang hayat.(ind)

Tidak ada komentar:

 
template : Copyright @ 2010 HUMAS SETDA KOTA SALATIGA. All rights reserved  |    by : boedy's