MAJALAH HATI BERIMAN "MAJALAH BERITA WARGA KOTA SALATIGA"

15 Mei 2008

Opini

Kartini Dan Domestik Perempuan
Puput

“Bukan hanya suara-suara dari luar; dari Eropa yang sampai kepada saya yang menyebabkan saya ingin mengubah keadaan sekarang ini. Sejak saya masih kanak-kanak ...pada waktu kata emansipasi belum mempunyai arti apa-apa bagi saya dan tulisan itu masih di luar jangkauan saya, dalam hati saya sudah timbul keinginan untuk merdeka, bebas, dan berdiri sendiri.”

Kartini adalah sosok perempuan lokal yang melawan tirani (kekejaman) budaya feodalistis dan hegemonis. Budaya feodalistis dalam hal ini adalah sikap sewenang-wenang kaum laki-laki kepada kaum perempuan sedangkan hegemoni merupakan kekuasaan kaum laki-laki atas kaum perempuan.

Mengenang Kartini berarti juga mengingatkan kita akan cita-citanya untuk mengentaskan kaum perempuan dari kebodohan dan kemiskinan serta memperjuangkan kesetaraan laki-laki dan perempuan. Kartini sangat gigih dalam berjuang untuk kemajuan bangsa Indonesia. Salah satu bentuk perjuangannya adalah melalui pendidikan, sebagaimana tertulis dalam suratnya, “Dan tidak hanya untuk perempuan saja, tetapi untuk masyarakat bumiputera seluruhnya pengajaran kepada anak-anak merupakan berkah” (surat 31-1-1901). Namun di sisi lain, ada beberapa pakar yang masih pro (setuju) dan kontra (tidak setuju) akan keberadaannya. Mengapa?

Tanggal 21 April bisa dikatakan hari ke-ibu-an, karena hari itu, perempuan-perempuan memakai 'kain dan kebaya' sebagaimana yang dipakai Kartini semasa hidupnya. Anak-anak Taman Kanak-Kanak (TK) pun tidak mau ketinggalan merayakannya dengan berdandan ala orang dewasa (lucu). Lebih lucu lagi ketika pada hari Kartini, orang tidak hanya berbondong-bondong mengenakan pakaian adat Jawa, tetapi juga pakaian adat daerah lain. Pemandangan yang salah kaprah ini membuat Hari Kartini seolah menjadi Hari Budaya.

Tak hanya itu, beraneka lomba juga di gelar di semua sudut kota, baik di lembaga pemerintahan, keagamaan, maupun lembaga pendidikan. Sejauh pengamatan (mudah-mudahan salah), aneka lomba tersebut justru memperkuat peran domestikasi perempuan. Pertanyaannya adalah sudah relevankah refleksi Hari Kartini dengan aneka kegiatan tersebut ? Jelas tidak!!!

Kartini lahir dan besar dalam tradisi dan budaya yang menempatkan perempuan dalam kedudukan yang lebih rendah. Pada jaman sekarang, kedudukan perempuan era Kartini ini diistilahkan sebagai the second class society (masyarakat kelas dua). Dari kondisi inilah Kartini ingin keluar dari penjara atau kungkungan tradisi tersebut. Untuk itu, Kartini menggelorakan emansipasi perempuan, pendidikan, nasionalisme, pluralisme (kemajemukan), dan humanisme (kemanusiaan). Lebih tepatnya, Kartini berjuang agar kaum perempuan tidak hanya berkutat di dalam rumah (wilayah domestik) saja, tapi kaum perempuan ikut berjuang dan berpartisipasi dalam pembangunan bangsa ini (wilayah publik). Walau cita-cita yang agung itu belum terwujud karena Tuhan keburu memanggilnya untuk selama-lamanya, kita harus melanjutkan perjuangan Kartini itu secara riil (nyata).

Hari Kartini seharusnya bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk refleksi bagi pejuang isu-isu perempuan atau kartini-kartini baru yang bukan hanya meneruskan 'kain-kebaya' nya saja tapi punya tugas berat untuk meneruskan cita-cita luhur Kartini. Misalnya, mengadakan kegiatan-kegiatan yang dapat mencerdaskan dan mengubah pola pikir (mindset) kaum perempuan. Jadi, bukannya malah melanggengkan peran domestikasi kaum perempuan, seperti yang marak dalam kegiatan peringatan Kartini hingga kini.

*Sekcab Koalisi Perempuan Indonesia
(KPI) Cabang Salatiga

Tidak ada komentar:

 
template : Copyright @ 2010 HUMAS SETDA KOTA SALATIGA. All rights reserved  |    by : boedy's