MAJALAH HATI BERIMAN "MAJALAH BERITA WARGA KOTA SALATIGA"

20 Mei 2008

Artikel

Dwi Padmawati, S.Ag*

Pendidikan Anak Usia Dini
Modal Dasar Kecerdasan Bangsa

Usia dini atau usia 0-5 tahun merupakan fase yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian seorang anak.

Kecerdasan yang Tersembunyi

Rentang usia 0-5 tahun juga merupakan saat-saat yang sangat penting bagi pengembangan intelegensi permanen anak-anak. Pasalnya, pengembangan intelegensi hampir seluruhnya terjadi pada usia di bawah lima tahun. Pada usia ini, anak-anak sudah memiliki kemampuan tinggi untuk menyerap informasi.

Sebenarnya, anak-anak pada usia dini atau biasa disebut sebagai usia di bawah lima tahun (balita) memiliki kecerdasan (potential intelegence) yang luar biasa. Biasanya, anak-anak juga memiliki rasa ingin tahu yang luar biasa. Namun, pada umumnya, orang tua dan guru kurang optimal dalam mengajarkan berbagai hal pada anak-anak. Akibatnya, kita selalu menyalahkan anak-anak apabila tingkah laku mereka tidak seperti yang kita inginkan. Padahal, sesungguhnya, anak-anak usia muda tidaklah complicated (ruwet) dalam belajar. Sebaliknya, orang tua atau gurulah yang bermasalah. Tak jarang, orang tua justru menyuruh anaknya agar diam ketika si anak banyak bertanya. Di mata orang tua, anak yang banyak bertanya adalah anak-anak cerewet dan rewel. Hal ini lebih banyak disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan pemahaman orang tua terhadap perkembangan jiwa anak sehingga kurang tepat dalam memperlakukan buah hati mereka.

Kebanyakan orang tidak mengenali dan memahami kemampuan ajaib yang ada pada anak-anak. Mereka hanya bisa berkata, ”Saya tahu anak-anak belajar lebih cepat,” tetapi mereka tidak tahu seberapa cepat anak-anak dapat belajar. Sebagai akibat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan orang tua dan guru, sebagian besar potensi luar biasa yang ada pada setiap anak tersia-siakan.

Pendidikan Sejak Janin

Pengetahuan tentang potensi yang dimiliki balita sudah banyak diketengahkan oleh media massa. Bahkan, sudah banyak pula penelitian yang dilakukan untuk membuktikan bahwa balita telah memiliki intelegensi yang tinggi. Oleh karena itu, pendidikan usia dini, prasekolah, dan taman kanak-kanak tidak boleh diabaikan atau dianggap sepele. Bahkan, pendidikan seorang anak sebaiknya dilakukan sejak anak itu masih berada dalam kandungan (janin).

Keluarga dan masyarakat adalah komponen yang paling berpengaruh dalam keberhasilan pendidikan anak usia dini. Keluarga dan masyarakat berperan penting dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak. Oleh karena itu, keluarga dan masyarakat harus dapat memberikan contoh yang baik bagi anak-anak. Hal ini karena pada dasarnya, seorang anak adalah peniru yang ulung. Mereka akan senantiasa mengikuti atau mencontoh orang di sekitarnya.

Oleh karena itu, orang tua harus mengembangkan potensi diri dengan cara memperkaya ilmu pengetahuan dan informasi, baik melalui media massa cetak maupun elektronik. Dengan demikian, orang tua bisa menjadi pusat informasi (tempat bertanya) yang baik bagi anak mereka karena orang tua adalah guru pertama bagi buah hatinya.

Faktor Ekonomi

Menurut data tahun 2001, dari 26,1 juta anak yang ada di Indonesia, baru 7,1 juta atau sekira 28% anak yang telah mendapatkan pendidikan. Terdiri atas 9,6% terlayani di bina keluarga bawah lima tahun, 6,5% di taman kanak-kanak, 1,4% Raudhatul Athfal, 0,13% di kelompok bermain, 0,05% di tempat penitipan anak lainnya, dan 9,9% terlayani di sekolah dasar. Rendahnya angka-angka ini menunjukkan bahwa pendidikan usia dini belum mendapatkan perhatian yang serius.

Banyak faktor yang menjadi penyebab rendahnya perhatian terhadap pendidikan anak usia dini. Banyak orang tua, justru menganggap pendidikan taman kanak-kanak (TK) tidak penting. Faktor ekonomi, juga sering menjadi faktor pembenar untuk tidak memasukan anak-anaknya di bangku TK. Sedikitnya pendapatan dan naiknya harga kebutuhan pokok mengharuskan kaum ibu ikut bekerja memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Fenomena inilah yang menyebabkan perhatian akan pendidikan anak usia dini terbengkalai. Kondisi ini menjadi semakin parah ketika pendidikan usia dini ternyata juga kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Bahkan, payung hukum untuk pendidikan anak usia dini yang mengatur pendidikan usia dini belum terlaksana dengan baik. Hal ini terbukti dari terbatasnya jumlah lembaga pendidikan atau program layanan pendidikan anak usia dini.

Playgroup (kelompok bermain) dan TK memang sudah banyak bertebaran di berbagai kawasan elit sampai kawasan kumuh. Dari yang berdana besar sampai yang menggunakan anggaran seadanya sehingga harus kembang kempis untuk membiayai operasionalnya. Tetapi, lembaga yang sudah ada ini hanya berstatus lembaga swasta dengan biaya yang relatif mahal. Dengan demikian, tidak semua lapisan masyarakat dapat merasakan pendidikan usia dini. Kendala lain, lembaga pendidikan itu tidak memiliki program yang terstruktur, dalam arti tidak adanya keterpaduan antara pendidikan, layanan gizi, perawatan atau pengasuhan, serta kesehatan.

Perlu Prioritas

Dibandingkan dengan negara tetangga, kita tergolong tertinggal dalam hal pendidikan anak usia dini. Tengoklah Singapura. Negara yang wilayahnya lebih sempit daripada Provinsi Jawa Tengah itu sangat memperhatikan pendidikan anak-anak usia dini. Hampir seluruh anak-anak usia dini di negara kecil itu telah mendapatkan pendidikan. Demikian pula di Korea Selatan.

Human Development Index (HDI) atau tingkat pengembangan sumber daya manusia di kedua negara itu jauh di atas Indonesia. Singapura peringkat ke-25, Korea Selatan peringkat ke-27, sedangkan Indonesia hanya berada di peringkat 110 dari 173 negara. Hal ini membuktikan, betapa pendidikan anak usia dini berperan penting dalam pembangunan sumber daya manusia. Oleh karena itu, pendidikan anak usia dini perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak, baik dari keluarga, lingkungan maupun pemerintah. Bagaimanapun, masa kanak-kanak sangat berpengaruh pada proses tumbuh kembang karakter, kepribadian, dan pertumbuhan jasmani si anak.

Merujuk pada Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Anak Usia Dini (RPP PAUD), sudah saatnya, pendidikan usia dini mendapat prioritas dari semua pihak. Tidak hanya dalam hal pengadaan sarana, tetapi juga kurikulum dan program yang terstruktur. Prioritas ini sesuai dengan tujuan pendidikan usia dini, yaitu mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, dan sosial peserta didik pada masa emas pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan menyenangkan.

Berbagai sarana penunjang yang berpengaruh secara tak langsung terhadap pendidikan usia dini juga perlu menjadi perhatian. Sebagai contoh, sarana kesehatan seperti posyandu berpengaruh terhadap peningkatan gizi anak. Posyandu dapat memberikan penjelasan kepada orang tua tentang peran penting gizi. Gizi mempengaruhi IQ (tingkat kecerdasan) anak. Anak yang mendapatkan gizi yang buruk berisiko kehilangan 20-13 poin IQ. Merujuk pada jumlah anak Indonesia yang kekurangan gizi pada saat ini mencapai 1,3 juta, potensi kehilangan IQ anak di negara ini adalah 22 juta poin.

Tidak hanya pemerintah, berbagai organisasi kemasyarakatan pun perlu berperan aktif dalam meningkatkan perhatian masyarakat terhadap pendidikan anak usia dini. Organisasi pemberdayaan perempuan, keluarga, atau anak perlu mengadakan program yang menunjang bagi pemecahan masalah itu. Misalnya, memberikan pendidikan dan informasi kepada masyarakat tentang pentingnya pendidikan anak usia dini.

Pendidikan anak usia dini dapat berjalan baik jika semua pihak dapat saling bekerja sama. Pasalnya, pendidikan usia dini adalah modal dasar bangsa untuk membentuk generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu bersaing dengan bangsa lain. Pendidikan yang murah merupakan salah satu cara agar pendidikan usia dini dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

*Guru TK ABA 5 Salatiga

Tidak ada komentar:

 
template : Copyright @ 2010 HUMAS SETDA KOTA SALATIGA. All rights reserved  |    by : boedy's