MAJALAH HATI BERIMAN "MAJALAH BERITA WARGA KOTA SALATIGA"

20 Mei 2008

Mimbar

Oleh: Drs. Kasmun Saparaus, M.Si*

Spesialisasi dan
Diversifikasi
Kota

Secara umum lingkunagn perkotaan mempunyai ciri-ciri yang berbeda dengan lingkungan pedesaan. Kota mempunyai struktur social yang khas dan mempunyai lingkungan yang khas pula. Perbedaan antara masyarakat kota dengan masyarakat desa ialah bahwa masyarakat kota terdapat spesialisasi dan diversifikasi yang besar di samping suatu kehidupan yang kompleks. Kehidupan yang kompleks ini merupakan salah satu akibat dari spesialisasi itu sendiri, yakni membentuk sebuah hubungan yang berbeda-beda antar kelompok. Hubungan itu didasarkan kepentingan kelompok (stakeholders), sehingga menyebabkan terjadinya dinamika social.

Dengan demikian kota memperlihatkan perbedaan dengan desa yaitu antara lain dari segi perbedaan dan variasi pekerjaan serta pemisahan bahkan isolasi kelompok satu dari yang lain dan selanjutnya semakin meningkatkan control resmi. Di kota mempunyai sifat yang heterogen terdapat kepadatan penduduk, dan masing-masing menjalankan spesialisasinya. Orang dengan norma-norma yang berbeda-beda bercampur dan bekerjasama dan menampakkan perbedaan status, sehingga setiap kota akan memperlihatkan pola kebudayaan tersendiri. Hal ini lebih disebabkan oleh interaksi social yang ada di dalamnya.

Diteropong dari hubungan antar manusia keadaan kota mencerminkan situasi sebagai berikut: pertama, secara fisik manusia tidak terisolasi, kedua, terdapat sejumlah persekutuan (associations) dengan keadaan bahwa individu adalah anggota dari banyak persekutuan. Ketiga, hubungan antar manusia lebih bersifat hubungan sekunder dari pada hubungan kelompok primer dan terkategori sesuai dengan profesi. Keempat, terdapatnya spesialisasi juga dalam kehidupan ekonomi dan hubungan kelompok social. Kelima, control social dilakukan oleh keluarga sebagai pengganti control social masyarakat desa, akan tetapi control social ini makin lama makin berubah menjadi control dalam bentuk perundang-undangan/ hubungan antar kelompok ditentukan oleh Negara. Keenam, keluarga bukan lagi merupakan kesatuan ekonomi tetapi menjadi kesatuan social dalam arti murni. Ketujuh, keputusan harus diambil individu sendiri. Kedelapan, ketrampilan dan prestasi lebih menentukan dari pada status social, bahakan sebaliknya status bias dicapai karena spesialisasi dan ketrampilan.

Di negara berkembang seperti Indonesia, masalah migrasi dan urbanisai menjadi masalah yang rumit. Arus perpindahan penduduk dari desa ke kota menimbulkan masalah-masalah baru bagi masyarakat kota maupun masyarakat desa sendiri.

Hal harus dimaklumi bahwa antara kota dan desa terdapat suatu perbedaan dan pertentangan besar. Banyak yang kurang memahami bahwa kota merupakan pusat perubahan-dalam arti positif maupun negative dan bahwa urbanisasi merupakan salah satu akibat dari pengaruh kota terhadap perubahan nilai penduduk di desa. Jika demikian halnya, maka sebenarnya antara kota dan desa terdapat suatu hubungan continue(continuum) dan galir (fluidum). Hal ini sangat ditentukan oleh factor-faktor: pertama, luas daerah yang mampu menampungh sejumlah penduduk. Kedua, konsentrasi atau kepadatan penduduk. Ketiga, seberapa kompleks-tidaknya hubungan social antar penduduk.

Demikian dapat diartikan bahwa keberadaan kota dipengaruhi oleh factor urbanisasi. Urbanisasi sebagai salah satu bentuk migrasi (gerak fisik dari individu maupun kelompok dari lokasi satu ke lokasi yang lain) akan berakibat terjadinya: pertama, mobilitas ekologik/penyebaran penduduk serta perubahan tugas dan fungsi dalam masyarakat (mobilitas di sini tidak dipergunakan dalam arti mobilitas fisik. kedua, terjadinya perubahan dalam organisasi ekologi sebelumnya.

Urbanisai sendiri disebabkan oleh factor pendorong (push factors) dan factor penarik (pull factor) (Soekanto, S., 1990). Adapun sebagai factor pendorongdapat mencakup: pertama, di desa lapangan pekerjaan pada umumnya kurang. Yang dapat dikerjakan adalah pekerjaan yang kesemuanya menghadapi berbagai kendala seperti irigasi yang tidak memadai atau tanah yang kurang subur serta terbatas. Keadaan tersebut menimbulkan pengaruh tersamar disguised un employment. Kedua, penduduk desa terutama kaum muda-mudi, merasa tertekan oleh adapt istiadat yang mengakibatkan cara hidup yang monoton. Untuk menumbuhkan perkembangan jiwa, banyak yang pergi ke kota. Ketiga, di desa tidak banyak kesempatan untuk menambah pengetahuan. Oleh sebab itu banyak orang yang ingin maju, kemudian meninggalkan desa. Keempat, rekreasi yang merupakan salah satu factor penting di bidang spiritual kurang sekali dan kalau ada perkembangannya sangat lambat. Kelima, bagi penduduk desa yang mempunyai keahlian lain selain bertani seperti misalnya kerajinan tangan, tentu mengingini pasaran yang lebih luas bagi hasil prosuksinya. Ini tidak mungkin didapatkan di desa.

Sedang factor penarik urbanisasi, dapat meliputi: pertama, penduduk desa kebanyakan mempunyai anggapan di kota banyak pekerjaan serta banyak penghasilan (uang). Oleh karena sirkulasi uang di kota jauh lebih cepat, lebih besar dan lebih banyak, maka relative lebih mudah mendapatkan uang daripada di desa. Kedua, di kota lebih banyak kesempatan mendirikan perusahaan industri dan lain-lain. Hal ini disebabkan oleh karena lebih mudahnya didapatkan izin dan terutama kredit bank. Ketiga, kelebihan modal di kota lebih banyak dari pada di desa. Keempat, pendidikan (terutama pendidikan lanjutan) lebih banyak di kota dan dengan sendirinya lebih mudah di dapat. Kelima, kota merupakan suatu tempatyang lebih menguntungkan untuk mengembangkan jiwa dengan sebaik-baiknya dan seluas-luasnya. Keenam, kota dianggap mempunyai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dan merupakan tempat pergaulan dengan segala macam orang dari segala lapisan.

Sedangkan dalam memahami kota dapat didekati dari dua aspek, yakni aspek fisik(pengkotaan fisik) dan aspek mental(pengkotaan mental). Yang disebut pertama bersangkut-paut dengan masalah wilayah, kepadatan penduduk, dan tataguna tanah non-agraris. Aspek kedua bertalian dengan orientasi nilai serta kebiasaan hidup penduduk kota(Daldjoeni, N., 1978). Orientasi yang kedua inilah bersinggungan dengan kehidupan masyarakatnya. Menurut Louis Wirth, secara umum kehidupan masyarakat ditandai pola-pola perilaku sebagai berikut: pertama, banyaknya relasi kota tidak memungkinkan terjadinya kontak yang lengkap diantara pribadi-pribadi. Di dalam masyarakat yang besar terjadi segmentasi hubungan-hubungan di antara manusia. Kalau jumlah relasi terlalu besar, maka orang hanya saling mengenal dalam satu peranannya saja, misalnya diantara pelayan took dan pembeli, supir taksi dan penumpangnya, tanpa perlu mengetahui sesuatu tentang keadaan keluarga, atau pandangan hidup masing-masing yang berhubungan itu.

Kedua, orang kota harus melindungi diriny sendiri agar tidak terlalu hubungan yang bersifat pribadi, mengingat akan kosekuensi-konsekuensi terhadap waktu dan tenaga yang ada padanya. Ia juga harus menjaga potensi-potensi yang merugikan atau membahayakan dirinya pribadi dan keluarga, maupun kebudayaan.

Ketiga, kebanyakan hubungan orang-orang kota digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu saja.

Keempat, orang kota memiliki kebebasan semacam emansipasi untuk menghindar dari pengawasan oleh kelompok kecil atas keinginan dan emosinya. Keadaan ini mengundang bahya timbulnya semacam situasi anomi(keadaan renggang dari norma-norma yang dianut masyarakat).

Penulis adalah: Anggota DPRD
Kota Salatiga

Tidak ada komentar:

 
template : Copyright @ 2010 HUMAS SETDA KOTA SALATIGA. All rights reserved  |    by : boedy's