MAJALAH HATI BERIMAN "MAJALAH BERITA WARGA KOTA SALATIGA"

15 Mei 2008

Laporan Utama

Ayo Membaca
Oleh: Elizabeth Sri Lestari*

Antara selera, minat membaca, kebiasaan membaca,
dan koleksi bacaan terjalin hubungan yang saling terkait
tanpa ujung pangkal.
Minat Baca Rendah : Faktor budaya, Situasi pendidikan,
Kebiasaan ngobrol, Media elektronik, Bacaan bermutu langka


Di era globalisasi dan canggihnya teknologi informasi, masih perlukah kita bicara tentang budaya membaca? Masih relevankah bila kita ramai-ramai menggelar promosi gemar membaca dan budaya membaca?
Kemampuan Dasar

Jawaban tegas atas kedua pertanyaan di atas adalah jelas tetap perlu. Kita, toh, tetap membaca, sekalipun informasi tersebut tersaji dalam berbagai bentuk/format. Masalahnya adalah membaca belum menjadi kebiasaan bagi mayoritas orang Indonesia, termasuk warga Salatiga pada umumnya. Dapat dikatakan, membaca belum menjadi kebutuhan dalam hidup kita ini.
Dalam kehidupan masyarakat Indonesia pada umumnya, membaca belum menjadi budaya warga. Hal ini dapat dimaklumi karena masyarakat kita masih harus berkutat dengan permasalahan sehari-hari. Masyarakat masih memikirkan kebutuhan yang lebih hakiki, seperti pangan, sandang, dan papan. Mereka masih dihadapkan kepada berbagai kenaikan bahan pokok dan biaya sekolah anak-anak. Tak jarang, anak-anak pun menghabiskan waktunya untuk membantu orang tua mencari nafkah. Jadi, hampir tak ada waktu untuk memikirkan membaca atau belajar.
Meskipun demikian, kita tidak boleh tinggal diam. Pasalnya, membaca adalah salah satu fungsi penting dalam hidup. Semua proses belajar didasarkan pada kemampuan membaca. Padahal kecerdasan seseorang hanya bisa diasah dengan belajar. Dengan kata lain, agar bangsa menjadi cerdas, harus diawali dari kegemaran membaca sejak dini.
Sistem Pendidikan

Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya minat baca di kalangan masyarakat kita. Selain factor budaya, situasi pendidikan di kelas dan ruang kuliah juga sangat berpengaruh dalam menarik minat baca. Siswa cenderung merasa cukup dengan pelajaran yang mereka peroleh dari guru. Mahasiswa pun tak merasa kurang dengan fotokopi bahan kuliah dari dosen. Padahal, setiap manusia memiliki keterbatasan. Guru dan dosen juga memiliki keterbatasan. Sehingga, jika mau jujur, pelajaran dari guru atau fotokopi bahan kuliah dari dosen saja sangat jauh dari cukup. Selain itu, kita menyadari bahwa sistem pendidikan di Indonesia ini masih lemah. Tidak semua anak mampu bersekolah. Apabila bersekolah pun, tidak semua sekolah mempunyai fasilitas belajar yang memadai yang mampu mendukung proses pembelajaran.
Faktor yang lain adalah kebiasaan masyarakat kita yang senang berkumpul lantas ngobrol. Ngobrol untuk diskusi dan saling bertukar pengetahuan memang baik. Tetapi, jika ngobrol hanya untuk menghabiskan waktu berarti kita sudah membuang waktu dengan percuma.Daripada untuk ngobrol yang tidak bermanfaat, lebih baik waktu kita digunakan untuk membaca

Koleksi buku TMB Puspa Warna

Media elektronik pun ternyata turut menjadi penyebab rendahnya minat baca. Acara-acara yang disuguhkan oleh media elektronik lebih menarik bagi masyarakat kita. Memang, kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan media elektronik. Pasalnya, memilih untuk membaca atau tidak bergantung kepada masyarakat sendiri.

Rendahnya minat baca ini masih diperparah dengan langkanya bahan bacaan yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan pembaca.

Mulai dari Rumah

Sebenarnya, banyak hal yang dapat kita lakukan, untuk membantu masyarakat agar menjadi gemar membaca dan menjadikan membaca sebagai kebutuhan. Pertama, mulailah dari rumah. Tanamkan kebiasaan membaca sejak anak masih kecil. Orang tua membacakan cerita kepada anaknya, dan membiasakan anak-anak membaca.

Kedua, gunakan taman bacaan dan rumah pintar di daerah perumahan, lingkungan RT, des, serta kota untuk merangsang hasrat membaca. Sediakan koleksi bacaan yang bermutu dalam berbagai macam minat atau hobby. Koleksi yang beragam akan menarik minat orang untuk membaca. Ajaklah masyarakat untuk membentuk kelompok Cinta Buku; Gemar Membaca sebagai pioner membangun taman bacaan.

Ketiga, mengadakan lomba membaca dalam periode tertentu juga diperlukan untuk meningkatkan pemahaman dan wawasan masyarakat.

Keempat, usahakan, adakan perpustakaan wilayah dan perpustakaan keliling yang dapat menjangkau masyarakat yang jauh dari pusat kota.

Terakhir, sediakan buku-buku yang digemar anak-anak. Membangun generasi baru yang cerdas harus dimulai dari anak-anak.

Mengingat kebiasaan membaca ini sangat penting untuk menciptakan generasi yang cerdas, kita perlu berupaya agar setiap kita dapat berperan serta untuk meningkatkan dan memberdayakan kemampuan yang ada pada kita. Siapapun kita, apapun peranan/pekerjaan kita, mari kita bergandengan tangan, bahu membahu mencerdaskan bangsa melalui kebiasaan membaca. Pilih sarana yang paling dekat yang tersedia di sekitar kita untuk menyebarluaskan kebiasaan membaca ini.

Cobalah dari sekarang, dari diri kita sendiri, dan keluarga kita sendiri. Bawalah kebiasaan ini ke teman, keluarga, handai taulan, dan rekan. Bila masing-masing kita sudah melakukan, saya yakin, dari kota Salatiga akan muncul generasi muda yang cerdas penerus pemimpin bangsa.


*Direktur Perpustakaan Universitas
Kristen Satya Wacana


TBM, Alternatif
di Tengah Era Informatif

Bagi orang muslim, membaca (Iqra'=bacalah) adalah perintah pertama yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad. Bagaimana perkembangan minat baca di Salatiga? Berikut penelusuran reporter Hati Beriman,

Kebutuhan Pokok

Tak heran jika membaca menjadi perintah pertama Tuhan kepada umat-Nya. Pasalnya, membaca adalah jalan untuk mengerti dan memahami sesuatu. Membaca juga merupakan kebutuhan manusia di tengah derasnya arus informasi.

Namun pernahkah Anda menggunakan waktu luang untuk membaca? Atau, pernahkah Anda membaca buku yang dipinjam dari sebuah perpustakaan atau taman bacaan swasta? Sebagian orang pasti menjawab pernah, entah buku yang dibaca dan dipinjamnya berupa buku pelajaran, buku umum dengan subyek tertentu, majalah, novel, bahkan komik. Sebagian yang lain tentu menjawab belum pernah dengan berbagai alasan, termasuk karena ketidakmampuan orang itu dalam membaca huruf.

Adanya sebagian orang yang rajin mencari bahan bacaan menunjukkan masih adanya kebutuhan masyarakat akan informasi. Mereka pun mencarinya di perpustakaan, taman bacaan, atau tempat lain sebagai penyedia informasi. Beragamnya kebutuhan informasi dan banyaknya media penyedia informasi semakin memudahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya akan informasi.

TBM sebagai Pilihan

Secara geografis, sebagian perpustakaan atau taman bacaan swasta yang komersial belum terjangkau oleh seluruh masyarakat. Selain itu, keterbatasan kemampuan beberapa lapisan masyarakat dalam mengakses (menggunakan) media informasi, termasuk internet, menimbulkan keprihatinan tersendiri. Padahal, kebutuhan masyarakat akan informasi harus terpenuhi, terlebih di era globalisasi seperti sekarang ini.

Untuk itulah, beberapa tokoh masyarakat, yang sebagian besar berusia muda, berinisiatif (mengawali) memberikan ruang dan media berupa taman bacaan masyarakat (TBM). TBM adalah sumber yang tepat bagi masyarakat untuk memperoleh berbagai informasi yang lebih dekat dengan kebutuhan masyarakat.

Rupanya, upaya ini cukup berhasil. Terbukti, kini, di berbagai sudut Kota Hati Beriman ini telah muncul Taman Baca Masyarakat (TBM).

Dari data yang diperoleh dari Dinas Pendidikan Kota Salatiga, tercatat 12 buah TBM berada di wilayah Kota Salatiga. Dua belas TBM itu tersebar di empat kecamatan, yaitu Kecamatan Tingkir, Argomulyo, Sidorejo, dan Sidomukti. Keberadaan TBM tersebut telah terdata dan mendapat pendampingan oleh Dinas Pendidikan serta mendapat bantuan dana perintisan dan pengembangan.

Di TBM ini, pengunjung dapat memperoleh bahan bacaan sebagai sumber inspirasi (ide) dalam mengaktualisasikan (menerapkan) ide serta gagasan cemerlang yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar. TBM ini bukanlah seperti taman bacaan komersial yang menetapkan tarif tertentu bagi mereka yang meminjam bahan bacaannya, melainkan memberikan pelayanan peminjaman bahan bacaan (pustaka) secara gratis. Menjamurnya TBM seolah memberikan ruang pencarian informasi alternatif yang belum atau bahkan tidak ditemukan di pusat-pusat informasi publik, termasuk perpustakaan umum dan perpustakaan sekolah. Celah inilah yang berusaha diisi oleh TBM. Meskipun dalam skala kecil, TBM mampu menarik warga, termasuk yang buta huruf, untuk datang dan saling belajar melalui berbagai koleksi media informasi di TBM.

Belum Semua Optimal

Dari TBM yang sudah ada, belum semuanya bermanfaatn secara optimal. Hal ini dikarenakan keterbatasan sumber daya manusia dalam hal pengelolaan dan pelayanan peminjaman bahan pustaka di TBM.

Salah satu TBM yang aktif berkegiatan adalah TBM Futukhiyah yang berlokasi di Jalan Argowilis Nomor 15-16, Kecamatan Tingkir. Sebagian besar pengunjung TBM yang telah beroperasi selama hampir satu tahun ini adalah santri. Maklumlah, TBM ini memang berada di bawah naungan sebuah pondok pesantren. Dengan jadwal pelayanan peminjaman yang teratur, TBM Futukhiyah memberikan pelayanan peminjaman koleksi bacaannya kepada anggotanya. Koleksi buku yang berjumlah 500 eksemplar dan majalah sebanyak 200 eksemplar telah banyak membantu memenuhi kebutuhan informasi para santri. Hal ini tercermin dengan banyaknya pengunjung yang datang di sela-sela kegiatan rutin di pesantren. Tak hanya meminjam bahan bacaan, mereka juga mengasah kepekaan seni melalui pembuatan puisi dan menampilkannya lewat majalah dinding.

Di sudut lain di Kota Salatiga, tepatnya di Dukuh Nobokulon terdapat sebuah TBM yang sedikit unik. Nama TBM ini adalah Puspa Warna. Jika kebanyakan TBM menggunakan bangunan permanen, lain halnya dengan Puspa Warna. Keseluruhan bangunannya terbuat dari bambu, mulai tiang sampai dindingnya. “Ini untuk memberikan kenyamanan dan berkesan kembali ke alam,” kata Rohmadi, pengelola TBM Puspa Warna.

Ketika baru berdiri pada 15 Januari 2007, TBM ini memulai kegiatannya dengan mengumpulkan koleksi bahan bacaan dari rumah ke rumah di sekitarnya. Melalui upaya ini, Puspa Warna mampu mengumpulkan 250 eksemplar buku bekas. Sekarang, koleksi TBM ini cukup besar jika dibandingkan dengan TBM lain, yaitu sekitar 800 eksemplar bahan bacaan, termasuk buku-buku pelajaran untuk mempersiapkan ujian.

Pengunjung TBM ini bervariasi, mulai anak-anak sampai orang dewasa. Mereka juga berasal dari berbagai kalangan. Kegiatan yang ada di TBM ini pun cukup beragam. Selain kegiatan rutin peminjaman bahan bacaan, Puspa Warna juga menjadi tempat pembinaan keaksaraan fungsional kepada 30 orang buta huruf; pendidikan anak usia dini kepada 18 orang anak; rapat Karang Taruna; serta diskusi dan nonton film bareng. Untuk memberikan dana insentif bagi petugas jaga, TBM mengoordinasikan pembayaran rekening listrik bagi pelanggan PLN di sekitar lokasinya. Menjelang ujian nasional, Puspa Warna biasa didominasi oleh para siswa yang hendak mempersiapkan diri menghadapi ujian.

TBM Sinar Kasih adalah contoh lain TBM di Salatiga yang menunjukkan geliatnya. Meskipun usianya masih sangat muda, TBM ini telah memiliki 631 eksemplar koleksi pustaka. Sekarang, 65 orang telah tercatat sebagai anggota TBM yang berdiri pada tanggal 31 Maret 2007 itu.

Menurut Yohana Septiani, SE., koordinator TBM Sinar Kasih, mereka tidak memungut biaya ketika seseorang ingin mendaftar menjadi anggotanya. “Tetapi, untuk penambahan koleksi bahan bacaan dan biaya operasional listrik, setiap peminjaman dikenakan biaya sebesar 500 rupiah per buku,” jelasnya. Dengan biaya ini, seseorang dapat meminjam bahan pustaka selama 3 hari.

Selain yang sudah terdata di Dinas Pendidikan, masih banyak TBM lain yang luput dari pendataan. Contohnya adalah taman bacaan yang berada di salah satu petak trotoar di Jalan Diponegoro. Taman bacaan yang berlokasi di depan Kantor Badan Penanaman Modal dan Perusahaan Umum Daerah Kota Salatiga Unit Pelayanan Terpadu Satu Pintu ini dirintis oleh Keluarga Mahasiswa Islam Satya Wacana. Mereka mengumpulkan berbagai buku koleksi anggotanya. Buku yang terkumpul dikelola dan dipinjamkan kepada masyarakat umum untuk menambah wasasan.

Tujuan awal pembentukan TBM ini adalah meningkatkan peran Mahasiswa Islam Satya Wacana, utamanya dalam meningkatkan minat baca masyarakat. Mereka memilih TBM sebagai sarana yang mudah diakses masyarakat dan gratis. Hingga kini, tercatat sudah 400 eksemplar bahan bacaan yang dimiliki oleh TBM kecil ini. Tetapi, koleksi yang mereka miliki masih terbatas pada topik tentang keislaman. Kecilnya jumlah koleksi mereka, tidak menyurutkan komunitas ini untuk berperan dalam mengembangkan budaya baca masyarakat.

Jika kita cermati, menjamurnya TBM di masyarakat, baik atas inisiatif pemerintah maupun inisiatif individu atau komunitas tertentu, tak terlepas dari keinginan masyarakat untuk memperoleh informasi. Kenyataan ini membangkitkan kerelaan berbagai pihak untuk berbagi informasi dengan meminjamkan atau menghibahkan bahan bacaan yang dimilikinya. Ruang publik berupa pusat informasi, baik perpustakaan umum, perpustakaan sekolah, perpustakaan perguruan tinggi, atau warung internet, terasa kurang lengkap karena kurang menghadirkan kedekatan dengan semakin akarabnya silaturahmi antar pengelola dengan pengunjung, antarpengunjung, maupun antarpengelola. Celah inilah yang sedang digarap oleh TBM dan komunitas baca yang ada di Salatiga. Kedekatan ruang dan waktu di TBM, dengan sendirinya, menghadirkan keakraban yang jarang diperoleh di ruang publik lain.

Ruang kecil TBM ini memang jarang tertangkap oleh media. Mereka relatif terkalahkan oleh isu lain yang dianggap lebih penting. Dampaknya, keberadaan TBM pun tak begitu disadari oleh masyarakat. Meskipun demikian, partisipasi masyarakat untuk ikut mengangkat dan terus menumbuhkan TBM yang mengakar dan menjawab permasalahan masyarakat sangat diharapkan oleh para pengelola TBM dan masyarakat itu sendiri. Hal ini penting karena kecerdasan generasi muda kita juga dapat terasah lewat rak-rak buku yang kecil dalam TBM. Pihak swasta yang ada di Salatiga juga dapat berperan sebagai pendamping dan penyandang dana untuk perkembangan TBM di Kota Salatiga. Dengan demikian masyarakat akan memiliki pandangan yang positif terhadap perusahaan dan image perusahaan akan terjaga.(*)



Tidak ada komentar:

 
template : Copyright @ 2010 HUMAS SETDA KOTA SALATIGA. All rights reserved  |    by : boedy's