Pendidikan Hukum untuk Masyarakat
Walaupun disadari bahwa masalah hukum memiliki dinamika luar biasa karena faktor-faktor di luar hukum sangat memperngaruhi bekerjanya hukum dalam masyarakat: seperti halnya faktor politik, sosial, ekonomi, budaya, dan seterusnya. Masalah hukum sering muncul di masyarakat dan sebenarnya dapat diminimalisir serta diupayakan penyelesaiannya oleh masyarakat itu sendiri.apakah advokat memberikan legal opinion yang baik; apakah jaksa menjalankan fungsinya sebagai penuntut umum yang baik dalam proses peradilan pidana; apakah hakim memutuskan perkara secara justifiable; sehingga masyarakat dapat menilai apakah penanganan kasus tertentu telah dilakukan dengan baik oleh aparat penegak hukum dan seterusnya.
Non scholae sed vitae discimus. Belajar bukan untuk sekolah melainkan untuk hidup. Pendidikan menjadi salah satu pintu untuk menjadikan masyarakat mampu mengatasi permasalahan yang ada. Pendidikan mengisyaratkan pembelajaran. Pembelajaran mengisyaratkan pengetahuan. Pengetahuan adalah kebenaran yang di mana pun dan kapan pun adalah sama (Paulo Freire: 2001). Merujuk pendapat Kardinal John Henry Newman (Paulo Freire: 2001), ”Apabila intelek adalah bagian dari diri kita yang begitu hebatnya, ....... ia pun pasti bermanfaat bagi pemiliknya serta bagi semua manusia di sekelilingnya...” Demikian halnya dengan pendidikan hukum. Pendidikan hukum bagi masyarakat akan menjadikan masyarakat mampu mempertahankan hak. Di sisi lain, pendidikan hukum mampu menyadarkan masyarakat untuk menjalankan kewajibannya tanpa paksaan. Tujuan pendidikan ini tentu bukan untuk menjadikan masyarakat sebagai yuris intelektual sebagai advokat, hakim, atau jaksa. Namun, pada hakikatnya, pendidikan hukum adalah modal bagi terbentuknya kesadaran hukum dan kepatuhan hukum masyarakat. Masyarakat diberi bekal untuk dapat melakukan legal problem solving (pemecahan masalah sesuai hukum). Dengan demikian, dalam konteks tertentu, masyarakat juga mampu menilai apakah masalah hukumnya ditangani secara tepat oleh orang yang tepat. Uraian di atas memberikan pemahaman yang manifest bahwa pendidikan hukum untuk rakyat adalah penting sebagai bentuk reformasi pendidikan hukum. Terlebih, merujuk pendapat Ehrlich bahwa hukum positif tidak dapat dipahami terpisah dari norma sosial yang disebutnya the living law, yaitu hukum yang dijalankan masyarakat sehari-hari sebagai kontras dari hukum yang ditegakkan oleh negara. Artinya, masyarakat memiliki peranan yang sangat penting dalam bekerjanya hukum. Jadi, pendidikan hukum bagi rakyat menjadi program yang harus dilakukan agar hukum dapat ditegakkan dan pada akhirnya dapat mewujudkan kemanfaatan, keadilan, dan kepastian.Di mana peran perguruan tinggi dalam hal pendidikan hukum untuk rakyat? Perguruan tinggi haruslah menjadi mesin penggerak pendidikan ini sehingga monopoli terhadap pendidikan, khususnya pendidikan hokum, dapat terpatahkan. Komersialisasi pendidikan harus ditinggalkan. Merujuk pendapat Buchori (2001), “. Mau tidak mau, suka tidak suka, sekolah (perguruan tinggi, pen) harus mengubah diri, mengadakan reformasi dan transformasi.” Pendapat ini menjadi satu teguran kepada sebagian kalangan pendidik hukum (legal conductors) di Indonesia yang selama ini menjalankan pendidikan hukum hanya kepada masyarakat yang memiliki modal, yaitu mahasiswa hukum.Sinyalemen serta kritik atas situasi ini ditangkap oleh Fakultas Hukum, UKSW, dengan melakukan pendidikan hukum bagi rakyat, khususnya, berkaitan dengan transparansi peradilan (judicial transparency). Topik yang selama ini menjadi monopoli kaum intelektual tanpa melibatkan masyarakat. Padahal, terwujudnya transparansi peradilan membutuhkan partisipasi masyarakat. Sehingga munculnya partisipasi masyarakat baru akan ada bila dilakukan pendidikan hukum bagi masyarakat. Jangan lupa, masalah hukum adalah sama dengan masalah lain dalam kehidupan masyarakat yang membutuhkan penyelesaian. Dalam banyak kasus, seperti korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, KDRT, atau kasus lainnya, partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan.
*)Dosen Fakultas Hukum
Universitas Kristen Satya Wacana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar