Fenomena Gunung Es
Untuk menangani korban kekerasan dalam rumah tangga, Pemkot Salatiga membentuk Pusat Pelayanan Terpadu terhadap Korban Tindak Kekerasan Berbasis Gender dan Anak.
Kasus kekerasan adalah suatu bentuk kejahatan purba yang sudah berlangsung setua umur manusia itu sendiri. Sampai saat ini pun, kita dapat membaca dan mendengar berbagai berita tindak kekerasan seperti perkosaan, pelecehan seksual, perdagangan perempuan dan anak, kekerasan dalam rumah tangga, eksploitasi terhadap pekerja rumah tangga dan penelantaran. Bahkan, tak jarang, di antara kita ada yang melihat sendiri berbagai bentuk kekerasan itu.
Dewasa ini, kekerasan berbasis gender dan anak di Indonesia telah menjadi fenomena sosial yang semakin mengemuka seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak asasinya untuk hidup secara wajar. Pemerintah sebagai penyelenggara Negara pun meresponnya dengan menerbitkan berbagai produk hukum. Pasalnya, negara berkewajiban melindungi seluruh warganya dari segala bentuk kekerasan.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mencegah terulangnya berbagai tindak kekerasan adalah penerbitan berbagai peraturan perundang-undangan. Melalui berbagai peraturan itu, negara memberikan sanksi yang tegas terhadap siapapun yang melakukan tindak kekerasan. Termasuk di dalamnya adalah kekerasan berbasis gender dan anak. Di antara peraturan perundang-undangan yang dibuat pemerintah untuk melindungi warganya dari tindak kekerasan ini adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, Pemerintah Kota Salatiga merasa perlu melakukan upaya pelayanan terpadu oleh pemerintah, LSM, dan partisipasi masyarakat. Oleh karenanya, Pemkot Salatiga berinisiatif membentuk sebuah Pusat Pelayanan Terpadu Terhadap Korban Tindak Kekerasan Berbasis Gender dan Anak di kota Salatiga. Pusat pelayanan terpadu ini dibentuk melalui Keputusan Walikota Salatiga Nomor 460.05/16/2007. Keberadaan pusat pelayanan terpadu ini sangat penting dalam rangka memaksimalkan penanganan berbagai kasus kekerasan berbasis gender, dengan korban pada umumnya adalah perempuan dan anak-anak di Kota Salatiga.
Pusat pelayanan yang dibentuk pada Maret 2007 ini diberi nama Mahardhika. Sebagai motor Mahardika adalah tim yang berasal dari berbagai instansi dan elemen yang ada di masyarakat. Tim ini diharapkan dapat menjaring dan memberikan advokasi secara sinergis. Tim yang terlibat dalam Mahardika terdiri atas Rumah Sakit Umum Daerah, Kepolisian Resort, Kejaksaan Negeri, Pengadilan Negeri, dan Pengadilan Agama. Selain itu, Mahardika juga melibatkan Bapeda, Dinas Kesehatan, Kantor Informasi dan Komunikasi, dan Dinas Kesejahteraan Sosial dan Keluarga Berencana. Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Pemberdayaan Masyarakat, Tim Penggerak PKK, Lembaga Non Pemerintah, Organisasi Wanita, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, serta Perguruan Tinggi juga terlibat di dalamnya.
Lembaga yang baru seumur jagung ini telah mengawali kiprahnya dengan mantap. Sosialisasi mengenai lembaga ini diberikan secara langsung kepada masyarakat melalui kecamatan, kelurahan, dan pertemuan PKK. Dalam setiap kesempatan sosialisasi, selalu ditekankan juga tentang pendidikan kesetaraan gender pada masyarakat secara luas dalam rangka meminimalkan terjadinya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Salatiga.
Mekanisme pengaduan tindak kekerasan ini sangat mudah. Pengaduan dapat dilakukan melalui Pengurus RT/RW/PKK setempat, Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat, Polres, LSM LSKaR, serta LSM YMCA. Pengaduan tersebut akan ditangani berdasarkan kebutuhan korban. Misalnya, korban kekerasan membutuhkan visum dan perawatan khusus maka korban akan dilimpahkan kepada RSUD atau Puskesmas agar mendapatkan pelayanan kesehatan. Polres Salatiga juga memiliki Ruang Pemeriksaan Khusus (RPK), tempat korban mengadukan tindak kekerasan yang dialaminya. Begitu pula dengan trauma psikis (kejiwaan) yang mungkin dialami korban. Trauma psikis akan ditangani oleh tim yang berkompeten di bidangnya, yaitu psikolog dari RSUD dan UKSW. Sosialisasi kepada masyarakat yang dilakukan di Kota Salatiga ini dapat dikatakan berhasil. Hal ini ditandai dengan datangnya warga masyarakat yang melaporkan kejadian tindak kekerasan yang dialami oleh yang bersangkutan atau warga lingkungannya.(shk)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar