Revitalisasi Pasar Rejosari (Pasar Sapi) Keberadaan pasar di sebuah wilayah menunjukkan pula geliat perekonomian yang berlangsung di wilayah tersebut. Pasar yang dikatakan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli dengan serta-merta menghadirkan keuntungan sekaligus masalah yang datang beriringan. Warga Kota Salatiga dapat memanfaatkan pasar untuk menikmati keuntungan sosial-ekonomi dan sekaligus akan menghadirkan masalah bila tidak ditangani secara maksimal serta berkeadilan. Di kota kecil ini terdapat sedikitnya 13 pasar tradisional yang keberadaannya secara rutin dipantau oleh Pemerintah Kota Salatiga lewat Dinas Pasar dan PKL. Pasar ini belum termasuk beberapa titik yang menjadi ajang transaksi penjual dan pembeli, di beberapa lokasi yang ramai lalu-lalang orang. Namun secara alami, pasar-pasar tradisional akan terbentuk di persimpangan jalan atau lokasi lain yang ramai lalu-lintas orang dan barang. Berdasarkan data yang terhimpun oleh Dinas Pasar dan PKL, jumlah orang yang berdagang di 13 pasar tradisional di Salatiga berjumlah 3.453 orang. Dan jumlah PKL yang tersebar di ruas-ruas jala di Salatiga sebesar 2.535 orang. Sebagian besar dari mereka adalah pengusaha kecil yang riil hidup dan menghidupi Salatiga. Oleh Dinas Pasar dan PKL dan sesuai denga regulasi yang ada, keberadaan para pedagang ini terus diberdayakan agar perekonomian Kota Salatiga dapat ikut berkembang. Keberadaan pasar tradisional sebagai penaung mereka juga harus tetap dilindungi untuk tetap menggerakkan roda perekonomian. Hal ini penting untuk meningkatkan kesejahteraan warga Kota Salatiga. Pasar Rejosari atau orang sering menyebutnya Pasar Sapi, sebagai salah satu pasar tradisional juga harus dikembangkan. Keberadaan pasar ini sangat strategis karena dari segi lokasi tempat ini dapat mengakomodasi kepentingan penjual dan pembeli di wilayah barat kota. Banyak pedagang komuditas pertanian yang berasal dari Kopeng, Ngablak, Getasan di wilayah Kabupaten Semarang ikut meramaikan transaksi. Warga dari wilayah barat Kota Salatiga juga sudah barang tentu akan terbantu dengan keberadaan pasar ini, karena mereka dapat memperoleh barang dan jasa dengan lebih mudah. Pasar Rejosari sendiri adalah pasar tradisional terbesar ketiga yang ada di Salatiga. Keberadaannya sangat signifikan dalam ikut menggerakkan perekonomian kota. Dengan los sebanyak 373 buah dan kios 103 buah, dengan pedagang yang hampir mencapai 500 orang, Pasar Rejosari telah memberikan peluang ekonomi yang tidak sedikit bagi kehidupan masyarakat sekitarnya. Namun peristiwa kebakaran yang terjadi pada bulan September lalu di pasar tersebut, telah menggangu aktifitas kegiatan bertransaksi. Peristiwa kebakaran ini menghanguskan 365 los dan menyebabkan kerugian bagi 185 pedagangnya. Untuk itu pembenahan dan revitalisasi Pasar Rejosari harus segera dilakukan. Pemerintah Kota Salatiga melalui Dinas Pasar dan PKL, telah mengambil langkah dengan memberikan ruang berdagang sementara dan bersifat darurat di lokasi yang tak berbakar. Dengan demikian langganan dari para pedagang sudah mulai kembali bertransaksi di sana. Sudah barang tentu bentuk revitalisasi bukan hanya memberikan penampungan sementara kepada para pedagang, melainkan menciptakan Pasar Rejosari yang bersih dan sehat. Untuk itu sarana dan prasarana yang mendukung bagi terciptanya pasar yang bersih dan sehat harus diadakan. Pemerintah Kota Salatiga sudah merencanakan hal itu. Pada tahun 2009 proses pembangunan Pasar Rejosari akan mulai dilakukan dengan mempertimbangakan berbagai aspek dengan melibatkan pedagang dalam perencanaanya. Untuk mengakomodasi lalu-lintas angkutan di daerah itu, nantinya akan dibuatkan lahan parkir yang representatif, sehingga arus lalu-lintas tidak terhambat. Sarana transportasi jurusan Kopeng dan Magelang yang menggunakan area pasar akan dibuatkan Selter sebagai lahan transit menuju daerah itu, sehingga kesan semrawut dan kacau tidak terjadi. Jumlah los pasar juga akan diperbanyak menjadi sekitar 800-an buah dan kios menjadi 300-an buah. Ruang tambahan ini diharapkan akan ditempati oleh Pedagang Oprokan sehingga dalam arti tertentu status Pedagang Oprokan akan terangkat menjadi Pedagang Los atau Kios. Selain itu ruang pasar yang tersedia akan secara bebas digunakan untuk lalu lalang dan bertransaksi, sehingga konsumen merasa nyaman dan betah berada di pasar. Hal ini diharapkan semakin mempercepat perputaran roda perekonomian paska kebakaran yang terjadi. Untuk memulai hal itu Dinas Pasar dan PKL berencana memberi tempat sementara di lahan kosong sebelah selatan pasar yang sudah dibebaskan Pemkot. Dengan lahan seluas 1.900-an itu para pedagang yang ada di Pasar Rejosari akan ditempatkan secara semi permanent, sambil menunggu proses pembangunan sarana dan prasarana pasar selesai dilaksanakan. Dinas Pasar dan PKL secara rutin akan terus melakukan komunikasi dengan pedagang baik pada proses perencanaan pembangunan maupun pada saat proses pembangunannya sehingga hasilnya dapat memuaskan semua pihak karena pengawasan dilakukan juga oleh pedagang.(shk) |
Ayo Belanja ke Pasar Tradisional Keberadaan pasar, khususnya pasar tradisional, merupakan petunjuk paling nyata kegiatan ekonomi masyarakat di suatu wilayah. Namun, perkembangan zaman dan perubahan gaya hidup telah membuat pasar tradisional sedikit terusik. Memang tak bisa dipungkiri, keberadaan pasar modern sudah menjadi tuntutan dan konsekuensi dari gaya hidup modern. Tak hanya di kota besar, pasar modern juga sudah merambah ke kota kecil. Sebagai akibatnya, para pedagang kelas menengah dan kecil mulai mencemaskan nasib mereka. Mereka yang pada umumnya menggelar dagangan di pasar tradisional merasa pelanggannya semakin berkurang karena keberadaan pasar modern. Apakah pasar tradisional di Kota Salatiga juga sudah mulai merasa terancam? Kepala Dinas Pasar dan Pedagang Kaki Lima, Drs. Tri Priyo Nugroho, menyatakan, pada prinsipnya animo masyarakat Kota Salatiga untuk berbelanja di pasar tradisional masih sangat besar. “Buktinya, tetap banyak orang yang mengunjungi pasar-pasar tersebut, khususnya pada jam-jam sibuk, seperti pada pagi hari,” ungkapnya. Kenyataan ini sekaligus membuktikan, keberadaan pasar modern seperti mall,swalayan, minimarket, belum mengganggu perkembangan pasar tradisional di Kota Salatiga. Roda Perekonomian Kepala Dinas Pasar dan PKL menyatakan, pasar tradsional merupakan penggerak roda perekonomian di daerah, dalam hal ini Kota Salatiga. “Di pasar tradisional banyak terlibat pelaku ekonomi kecil dari berbagai wilayah di Salatiga dan secara nyata menggerakkan perekonomian di sini,” paparnya. Pasar tradisional menampung modal yang ada di wilayah Salatiga untuk diputar dan diusahakan agar berdaya guna. Keuntungan yang dihasilkan relatif lebih banyak digunakan untuk kembali memutar perekonomian di daerah Salatiga dan tidak lari ke daerah lain dalam jumlah yang banyak. Selain itu, pasar tradisional juga membuka kesempatan kerja kepada banyak orang dengan banyak mata pencaharian seperti pedagang, pegawai pasar, dan buruh angkut (gendong). Juga ada tukang becak, tukang ojek, dan tukang parkir. “Hasil pertanian dari para petani di sekitar wilayah ini juga dapat dipasarkan dan didistribusikan dengan mudah karena adanya pasar tradisional,” kata Tri. Contoh yang paling nyata adalah peluang kerja bagi pegawai pasar atau pelayan di kios-kios pasar dan pedagang makanan. Tri mengungkapkan, dalam hitungan kasar, setengah dari jumlah pedagang pasar dan PKL di Salatiga yang sekarang berjumlah sekitar 5.362 orang ini mempekerjakan satu orang pegawai, maka akan ada sekitar 2.681 kesempatan kerja yang bakal tercipta. Ini akan sangat membantu Kota Salatiga dalam mengatasi jumlah pengangguran. Tak Tinggal Diam Perkembangan pasar tradisional di Salatiga dapat dikatakan lambat. Menurut Tri, perkembangan pasar tradisional berkaitan dengan pola pikir pedagang dan sense of belonging (rasa memiliki, Red) dari pedagang sendiri berkaitan dengan lingkungan tempatnya berdagang. Selama ini dagangan yang dijual di pasar tradisional belum ditata dengan baik. Pedagang sering kurang memberikan kenyamanan bagi konsumen yang hendak berbelanja di pasar tradisional. Rasa memiliki untuk menjaga sarana dan prasarana pasar juga sering diabaikan karena pasar tidak dianggap milik sendiri. Mereka menganggap pasar semata-mata sebagai milik pemerintah yang dalam kurun waktu tertentu akan berganti kepemilikan. Oleh karena itu, meskipun pasar tradisional belum terganggu, Tri menyatakan bahwa Pemerintah Kota Salatiga tidak akan tinggal diam menghadapi semakin banyaknya pasar modern di Kota Salatiga. Tri menegaskan, menjadi tugas bersama antara pemkot dengan masyarakat luas untuk mempertahankan pasar tradisional. Baik pemerintah kota, masyarakat, akademisi, produsen dan pedagang, serta konsumen harus secara sinergis mempertahankan keberadaan pasar tradisional ini. Bahkan, Tri menegaskan, mempertahankan saja tak cukup. Kualitas pasar tradisional juga harus ditingkatkan. Untuk itu, Pemkot Salatiga telah mengambil beberapa kebijakan. “Sekretaris Daerah sudah menyampaikan himbauan lesan untuk berbelanja di pasar tradisional dalam apel pagi beberapa bulan yang lalu,” terangnya. Sementara, Dinas Pasar dan PKL juga mempersiapkan draf semacam Surat Edaran tentang himbauan berbelanja di pasar tradisional. Himbauan ini merupakan tindak lanjut atas himbauan Presiden RI, Susilo Bambang Yudoyono, yang menghimbau supaya kita mau berbelanja di pasar tradisional. Hal ini sesuai dengan keinginan Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) yang menghadap Presiden dan mengharap supaya pasar tradisional tetap dipertahankan. Salah satu caranya adalah dengan mengampayekan kepada masyarakat untuk berbelanja di pasar tradisional. Selain itu Pemkot Salatiga juga membatasi jumlah pembangunan pasar swalayan dan minimarket serta membatasi jarak pembangunan swalayan dan minimarket. Pemkot salatiga juga melakukan revitalisasi pasar-pasar tradisional sehingga nyaman untuk perdagangan. “Sampai saat ini, ada 13 pasar tradisional di Kota Salatiga yang mendapat pembinaan secara rutin,” kata Tri. Masih Bertahan Memang, secara umum, pasar tradisional masih mampu untuk bertahan dan bersaing di tengah serbuan pasar modern. Pasalnya, pasar tradisional memiliki kelebihan yang tidak dimiliki pasar modern, yakni sistem tawar menawar harga. Dalam proses tawar-menawar terjalin kedekatan personal dan emosional antara penjual dan pembeli yang tidak mungkin didapatkan ketika berbelanja di pasar modern. Selain itu, lokasinya yang strategis karena dekat dengan pemukiman menjadi daya tarik tersendiri. Karena jalur distribusi yang lebih pendek, tidak terkena pajak atau pungutan lain yang besar, pasar tradisional juga menjual barang kebutuhan sehari-hari dengan harga relatif lebih murah. Jadi, tunggu apa lagi? Ayo berbelanja ke pasar tradisional.(shk) |
18 Januari 2009
RAGAM; Revitalisasi Pasar Sarirejo, Ayo Belanja ke Pasar Tradisional
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar