MAJALAH HATI BERIMAN "MAJALAH BERITA WARGA KOTA SALATIGA"

29 Juni 2007

250 TAHUN PERJANJIAN SALATIGA


Salatiga adalah kota menyimpan sejuta kenangan bagi para pejuang di masa lalu. Terlebih bagi eluarga keraton Puro Mangkunegaran Surakarta. Kota kecil di lereng gunung Merbabu ini menjadi tempat pilihan terjadinya suatu perjanjian tonggak berdirinya kerajaan yang masih ada sampai saat ini. Di kota berhawa sejuk ini pula menjadi medan peperangan melawan penjajah berlangsung. 250 tahun silam telah terjadi suatu perundingan atau perjanjian Salatiga. Peristiwa

bersejarah tersebut dilakukan antara Raden Mas Said yang lebih akrab dipanggilan Pangeran Sambernyowo dengan Sunan Pakubuwono III yang disaksikan pihak Kompeni dan pihak Sultan Hamengkubuwono I di wilayah Kalicacing Salatiga, tepatnya di gedung Pakoewon. Berawal dari perjanjian yang telah disepakati pada tanggal 17 Maret 1757 tersebut maka dijadikan tonggak berdirinya Puro Mangkunegaran yang memiliki pusat pemerintahan di Surakarta Hadiningrat. Isi dari perjanjian tersebut adalah: pertama, RM. Said atau Pangeran Sambernyowo bergelar KGPAA. Mangunegoro I, Kedua, Memerintah wilayah yang meliputi Nglaroh, Keduwang, Matesih, Sembuyan dan Anggabayan. Ketiga, Praja Mangkubegaran berkedudukan di Surakarta Hadiningrat. Untuk memperingati peristiwa bersejarah tersebut digelarlah suatu ritual kolosal berupa acara wilujengan (selamatan). Selamatan tersebut digelar pada hari Sabtu 17 maret 2007 di petilasan perjanjian tersebut dilaksanakan. Acara dibuka oleh Kepala Bakorwil I Pemprov JawaTengah, Ir Suryono Suripno, berlangsung di Lapangan Pancasila tepat di sebelah utara gedung Pakoewon yang telah roboh. Sebagai acara tambahan digelarpula ritual tarian perang di Lapangan Pancasila. Tarian perang terdiri dari berbagai formasi perang. Formasi tersebut merupakan bentuk kejadian perang yang terjadi pada waktu peperangan antara penjajah dah terjajah (bangsa Indonesia). Adapaun tarian perang diantaranya: tarian perangSrikandi (wanita jago panah), tarian wushu yang menggambarkanperjuangan warga Tionghua, tarian perang Warok yang menggambarkan perjuangan kaum warok serta formasi perang para santri dan rakyat jelata. Setelah tarian perang disuguhkan di hadapan tamu undangan dan warga Salatiga, acara kemudian dilanjutkan dengan acara inti selamatan. Salamatan dipimpin oleh KRMH Daradjadi Gondodiprojo, yang juga sebagai penyelenggara wilujengan tersebut. Susunan acara berisi pembacaan sejarah berlangsungnya perjanjian Salatiga yang 250 tahun lalu berlangsung di tempat itu, kemudian diteruskan dengan do'a serta pemotongan tumpeng dan pembagian gereh pethek (sejenis ikan asin) dan ketupat. Pemotongan tumpeng pertama dilakukan oleh Daradjadi yang diserahkan kepada Wakil Walikota Salatiga John M Manoppo, SH. Sedangkan potongan tumpeng ke dua dan selanjutnya diserahkan kepada KGPAA Mangkunagoro IX, Ketua DPRD Salatiga dan Kepala Bakorwil I Pemprov Jawa Tengah, Ir Suryono Suripno. Makanan utama pada gelar selatan tersebut adalah ketupat dan gereh pethek. Makan tersebut adalah makanan yang dipakai perbekalan pasukanPangeran Sambernyowo bergerilya melawan Kompeni. Selain itu Ketupat dalam bahasa Jawa adalah Kupat yang juga memiliki makna kuat. Maksudnya adalah

RM. Said menganjurkan pasukannya untuk selalu menjaga kesehatan badan juga jiwa, dengan begitu akan selalu bisa mengatiasi permasalahan yang dihadapi. Sedangkan pethek (Jawa) adalah kata awaldari memthek. Jika orang akan menaikkan layanglayang biasanya meminta orang lain untuk memeganginya yang disebut memethek. Dalam acarawilujengan disediakan gereh pethek dengan tujuanberisi doa agar semua yang hadir dan dalam acara tersebut selalu dinaikkan derajat dan semua aspek ke tataran yang lebih tinggi oleh Allah SWT. Salatiga adalah sebagai Kota yang memiliki peran dan andil dalam sejarah perjuangan bangsa ini dalam melawan penjajah. Selain itu kota Hatiberiman ini juga sebagai tempat togak berdirinya Puro Mangkunegaran.(lux)

28 Juni 2007

LINDUNGI REMAJA DARI BAHAYA NARKOBA

Narkoba (narkotika dan obat-obat berbahaya) adalah zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan seseorang serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikososial. Dilihat dari efek yang ditimbulkan narkoba terbagi kedalam 3 katagori. Pertama depresan, yaitu jenis zat yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Jenis obat ini membuat pemakai merasa tenang, tertidur atau tak sadarkan diri. Contoh : opium, morfin, heroin, codein, sedatif. Kedua stimulan, adalah jenis zat yang dapat merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan kerja. Contoh : ekstasi, kafein, kokain, amfetamin. Ketiga halusinogen, yakni zat yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang bersifat merubah perasaan dan pikiran, dan seringkali disertai

halusinasi sehingga seluruh perasaan dapat terganggu. Contoh : ganja, mescalin, LSD dll. Pengguna narkoba secara umum disebabkan oleh 2 faktor, faktor individu (internal) dan faktor

eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang muncul pada diri seseorang dengan karakter atau sifat mudah kecewa dan cenderung agresif, pemalu, pendiam, kurang percaya diri, perilaku anti sosial, perokok dan kurang religius. Faktor eksternal disebabkan oleh kemudahan memperoleh narkoba, keluarga yang kurang harmonis, kurangnya komunikasi dalam keluarga, orang tua yang otoriter. Dampak penyalahgunaan narkoba bisa menyebabkan gangguan fisik, psikis dan memburuknya kehidupan sosial.Pada pemakai narkoba dengan penggunaan jarum suntik sangat berbahaya sekali jika alat yang digunakan tidak steril, bisa menjadi sumber penularan virus HIV,

Hepatitis B. Pada pemakaian narkoba jangka lama akan mempengaruhi perilaku hidup bersih dan sehat. Narkoba juga bias mengakibatkan gangguan psikis. Sebagai contoh pemakaian ganja jangka panjang mengakibatkan gangguan membaca, berbahasa, berhitung, menghambat ketrampilan sosial. Penggunaan narkoba yang kronis mengakibatkan prestasi sekolah atau kerja

menurun, hubungan keluarga memburuk, suka berbohong, dan melakukan tindakan kriminal. Lindungi Para Remaja

Muncul fenomena bahwa penyalahgunaan Narkoba sengaja dilakukan untuk merusak generasi muda, khusunya para remaja. Ada kelompok tertentu yang dengan sengaja mengiming-imingi kenikmatan semu kepada para remaja dengan jalan pintas untuk mengonsumsi Narkoba. Karena sifat remaja yang masih labil maka mereka dapat dengan mudah dibujuk rayu. Apalagi remaja yang mempunyai latar belakang keluarga tidak harmonis. Secara defmitif remaja adalah seseorang yang berusia antara 10 sampai 19 tahun dan yang belum menikah. Pada periode ini terjadi peralihan dari anak ke dewasa yang ditandai dengan perubahan baik fisik, mental dan sosial. Masa perubahan –perubahan tersebut menyebabkan kekacauan batin remaja, kondisi tersebut menyebabkan remaja dalam kondisi rawan dalam menjalani proses tumbuh kembangnya. Kondisi ini diperberat dengan globalisasi yang ditandai dengan makin derasnya arus informasi. Dalam perkembangannya remaja sangat rentan terhadap pengaruh lingkungan.

Lingkungan sosial dan budaya yang tidak positif sebagai faktor resiko remaja untuk terjebak dalam perilaku merokok, minumminuman keras, pengguna narkoba, seks sebelum menikah, dan lain-lain. Pada usia remaja, pertumbuhan fisik terjadi secara cepat (growth spurt), adapun perbedaan pertumbuhan fisik antara laki-laki dan perempuan terletak pada pertumbuhan organ reproduksi, dan ini berpengaruh terhadap berbedanya produksi hormon, penampilan serta bentuk tubuh. Sedangkan perubahan psikososial (kejiwaan) pada remaja bersifat selalu ingin tahu, sikap protes, setia kawan, labil dan berubah-ubah, serta berfikir abstrak. Deteksi dini terhadap penyalahgunaan narkoba dapat dilihat pada perubahan sikap/perilaku, antara lain prestasi sekolah menurun, pemarah, pemalas, perubahan pola tidur, sering pulang larut malam dll. Perubahan fisik, seperti badan kurus, pucat, mata dan hidung berair. Ditemukan narkoba atau peralatan penggunaan narkoba. Bagi orang tua jika menemukan anaknya pengguna narkoba maka jangan panik, jangan marahi atau menghukum anak. Dekatilah dan ajak bicara agar anak mau terus terang. Bila gejala sudah berlarut hubungi dokter/psikiater. Bila keadaan medis sudah teratasi, pikirkan rehabilitasi secara bertahap (mengembalikan anak ke lingkungan masyarakat). Bagi guru jika menemukan siswanya pengguna narkoba maka dekatilah agar siswa mau berterus terang menceritakan masalahnya. Jangan mengucilkan siswa. Lakukan konseling. Bina kerja sama dengan orang tua. Masalah penyalahgunaan narkoba khususnya pada remaja merupakan ancaman yang sangat mencemaskan, karena akan merusak masa depan bangsa, dan ini merupakan masalah nasional yang harus ditanggulangi secara terpadu dan membutuhkan kerja sama lintas program dan lintas sektor. Upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba harus dilakukan baik dilingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

27 Juni 2007

(UPT PTSP) Kota Salatiga

Pada hari Selasa tanggal 8 Mei 2007 bertempat di jalan Diponegoro 10 Salatiga, Wakil Walikota Salatiga secara resmi membuka Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Terpadu Satu Pintu (UPT- PTSP) Kota Salatiga. Dalam perjalananya pembentukan Instansi Pelayanan Terpadu bukan yang pertama dilakukan oleh Pemerintah Kota Salatiga. Jika menengok kebelakang maka peresmian Instansi Pelayanan Terpadu di Kota Salatiga merupakan kali yang kedua. Pada tahun 2001 yang lalu telah dibentuk Kantor Pelayanan Terpadu (pola satu atap) melalui Peraturan Daerah Kota (Perda) Kota Salatiga Nomor 6 tahun 2001 tentang Pembentukan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kota Salatiga dan Keputusan Walikota Salatiga Nomor 11 tahun 2002 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Pelayanan Terpadu Kota Salatiga. Latar belakang pembentukan Kantor Pelayanan Terpadu (satu atap) Kota Salatiga pada waktu itu adalah : 1.Prosedur dan tata cara pelayanan yang tidak jelas; 2.Persyaratan yang cukup meberatkan dan berubah-ubah; 3.Waktu pelayanan yang sering tidak tepat; 4.Mekanisme pelayanan yang berbelit-belit; 5.Biaya pelayanan yang tidak pasti. Kondisi tersebut rupanya segera direspon oleh Pemerintah Kota Salatiga dengan mengambil langkah sebagai upaya memperbaiki pelayanan birokrasi kepada masyarakat, maka dibentuk Kantor Pelayanan Terpadu. Hal ini sejalan dengan Instruksi Presiden pada waktu itu bernomor 1 tahun 1995 tentang Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah kepada masyarakat. Maksud dan tujuan dari pembentukan Kantor Pelayanan Terpadu (satu atap) Kota Salatiga adalah: Memperbaiki citra aparatur negara, baik sebagai abdi nagara maupun sebagai abdi masyarakat dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas kinerja aparatur pemerintah Kota Salatiga khususnya yang terlibat langsung dengan pelayanan masyarakat. Pada perkembangannya seiring dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, dimana pada pasal 9 ayat 3 berbunyi Dinas Daerah Kabupaten/Kota menyelenggarakan fungsi pemberian perijinan dan pelayanan umum serta tidak diaturnya perizinan dalam bidang tersendiri, maka Kantor Pelayanan

Terpadu (satu atap) Kota Salatiga dibubarkan, kemudian pelayanan perizinan dikembalikan lagi

kepada instansi atau dinas teknis. Seiring dengan terbitnya Instruksi Presiden Republik Indonesia nomor 3 tahun 2006 tentang Paket Kebijakan perbaikan Iklim Investasi serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Pemerintah Kota Salatiga membentuk Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Terpadu Satu Pintu (UPT- PTSP) dengan dasar Peraturan Walikota Salatiga Nomor 7 tahun 2007 dengan maksud untuk mempercepat proses pelayanan perizinan dengan adanya kepastian waktu dan

kepastian biaya. Pelayanan Publik yang Ideal Seperti yang telah termuat dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 63 tahun 2003 disebutkan ada empat pola pelayanan publik, yaitu: Pola Fungsional, yaitu pola Pelayanan publik diberikan oleh enyelenggara pelayanan, sesuai dengan tugas fungsi dan kewenangannya; Pola Terpusat, adalah pola Pelayanan public diberikan secara tunggal oleh penyelenggara pelayanan berdasarkan pelimpahan wewenang dari penyelenggara pelayanan terkait lainnya yang bersangkutan; Pola Terpadu terbagi 2, yaitu: a.Terpadu Satu Atap, Pola Pelayanan terpadu satu atap diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui beberapa pintu,b. Terpadu Satu Pintu, Pola Pelayanan terpadu satu

pintu diselenggarkan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu; serta Pola Gugus Tugas, adalah petugas pelayanan publik secara perorangan atau dalam bentuk gugus tugas ditempatkan pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi pemberian pelayanan tertentu. Pelayanan Terpadu Kota Salatiga Dulu dan Sekarang Perbandingan antara Kantor Pelayanan Terpadu (satu atap) tahun 2001 dengan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Satu Pintu Kota Salatiga tahun 2007, untuk Kantor Pelayanan Terpadu (satu atap) Kelembagaannya Kantor; Pola Pelayanan satu atap; Dasar

Hukum Perda No. 6 tahun 2001 dan SK Walikota Salatiga Nomor 11 tahun 2002; Macam Layanan 12 jenis pelayanan perizinan dan non perizinan; Kewenangan Masing masing Instansi/dinas teknis; Standar Pelayanan minimal (SPM) Ada (berkisar 3 sampai 30 hari). Sedangkan untuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) pelayanan terpadu satu pintu adalah : Kelembagaan Unit Pelaksana Teknis dibawah Badan Penanaman Modal dan Pengembangan Usaha Daerah; Pola Pelayanan Satu pintu; Dasar Hukum Peraturan Walikota Salatiga Nomor 7 tahun 2007; Macam Layanan 7 jenis pelayanan perizinan; Kewenangan Ada pelimpahan kepada Kepala Badan Penanaman Modal dan Pengembangan Usaha Daerah; Standar Pelayanan minimal (SPM) ada (berkisar 7 sampai 30 hari). (Sumber: Pusat data dan informasi, CEMSED Fakultas Ekonomi UKSW). Adapun perbandingan jenis layanan Kantor Pelayanan Terpadu (satu atap) Kota Salatiga tahun 2001 dengan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Satu Pintu Kota Salatiga tahun 2007 adalah :

Kantor Pelayanan Terpadu

Izin Gangguan (HO), lama waktu pengurusan 9 hari; Tanda Daftar Perusahaan (TDP) lama waktu pengurusan 5 hari; Tanda Daftar Industri (TDI) lama waktu pengurusan 7 hari; Izin Mendirikan Bangunan (IMB) lama waktu pengurusan 30 hari; Izin Reklame lama waktu pengurusan 1-3 hari; Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) lama waktu pengurusan 5 hari; Izin Trayek lama waktu pengurusan 15-20 hari; Izin Rumah Makan dan Hotel lama waktu pengurusan 7 hari; Izin Usaha Rekreasi dan Hiburan lama waktu pengurusan 7 hari; Kartu Tanda Penduduk (KTP) lama waktu pengurusan 3 hari; Kartu Keluarga (KK) lama waktu pengurusan 3 hari; Akta Kelahiran lama waktu pengurusan 3 hari.





Unit Pelaksana Teknis pelayanan terpadu satu pintu


Izin Gangguan (HO) lama waktu pengurusan 15 hari; Tanda Daftar Perusahaan (TDP) lama waktu pengurusan 10 hari; Tanda Daftar Industri (TDI) lama waktu pengurusan 7 hari; Izin Mendirikan Bangunan (IMB) lama waktu pengurusan 30 hari; Izin Reklame lama waktu pengurusan 10 hari; Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) lama waktu pengurusan 10 hari; Izin Lokasi lama waktu pengurusan 12 hari. (Sumber: Pusat data dan informasi, CEMSED Fakultas Ekonomi UKSW, diolah). Perbandingan perizinan tersebut memang ada pengurangan jumlah layanan perizinan dan non perizinan yang semula 12 menjadi hanya 7 perizinan. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan untuk layanan KTP dan Kartu Keluarga didelegasikan di kecamatan agar mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, sedangkan akta kelahiran dikembalikan pada Kantor Pencatatan Sipil. Sedangkan UPTPTSP untuk saat ini lebih fokusuntuk pelayanan terkait dengan dunia usaha maupun investasi. Harapan masyarakat Salatiga bahwa semua pihak yang terlibat dalam pelayanan public akan menjalankan tugas dan tanggungjawab sebagaimana komitmen yang telah disepakati bersama, niscana UPT Pelayanan

Terpadu Satu Pintu Kota Salatiga akan berhasil sebagai unit pelayanan yang mampu melayani

masyarakat dengan baik. Selamat datang (kembali) UPT-PTSP Kota Salatiga! Selamat bertugas dan melayani masyarakat!




Nama : Tunjung Prihantoro

Pekerjaan : Staf CEMSED

(Centre for Micro And Small

Entreprise Dynamics) Fakultas

Ekonomi Universitas Kristen

Satya Wacana Salatiga



26 Juni 2007

SMP NEGERI 7 OPTIMALKAN EKSTRAKURIKULER

MELONGOK SEKOLAH-SEKOLAH ”PINGGIRAN” (2)

SMP NEGERI 7 OPTIMALKAN EKSTRAKURIKULER


SMP Negeri 7 Salatiga misalnya, selain mempersiapkan siswa berprestasi secara akademik, juga

membekali ketrampilan para siswa. Ketrampilan menjahit merupakan pilihan utama. Targetnya, lulus sekolah siswa langsung bias menjahit. Lokasi sekolah yang satu ini agak tersembunyi dan tidak dipinggir jalan raya. Dari Terminal Pasar Sapi Salatiga menuju arah Kopeng, tepatnya di depan Rumah Sakit Paru Ngawen. Di sana hanya ada sebuah gapura permanen kecil bertuliskan SMP 7. Dari situ masih harus masuk ke arah kanan, tepatnya di Jalan Setiaki Nomor 15. Meski posisinya jauh dari pusat kebisingan kota, tapi itu menjadi keistimewaan tersediri bagi sekolah ini. Mulai dari Jalan Hasanudin Pasar Sapi, suasana mulai terasa berbeda, nuansa sejuk pegunungan sangat kentara. Rimbun pohon di kanan dan kiri jalan menjadi obyek pandangan

mata, udara sejuk juga menyapa dengan gembira siapa saja yang melintas jalan ini. Walaupun

sekolah ini belum dilalui jalur angkota, namun kepala sekolah dan pihaknya telah bermusyawarah dengan angkota no 8 jurusan Ngawen agar pada jam berangkat dan pulang sekolah untuk bisa ngetem. Dan para sopir telah menyanggupinya, sehingga untuk menuju sekolah ini cukup mudah. Setelah sampai di areal sekolah kesan pegunungan makin terasa kental. Dari depan pintu gerbang orang akan bisa melihat seluruh komplek kawasan sekolahan. Letak bangunan yang tinggi rendah sesuai dengan struktur tanah menambah indah suasana. Rimbun pepohonan juga menambah sejuk suasana. Benarbenar pas untuk sebuah sekolah, sangat kondusif untuk terjadinya suatu proses belajar mengajar. Tangga – tangga menghubungkan lokal satu dan yang lainnya, mengharuskan seluruh siswa, guru dan karyawan untuk bergerak ekstra layaknya berolahraga. Berbeda dengan sekolah lain, banyaknya tangga karena gedung tingkat menjulang tinggi, namun sekolah ini banyak tangga disebabkan struktur tanah yang tinggi-rendah. Taman kecil berfasilitas kolam ikan mengidentitaskan sekolah yang memiliki salah satu visi asri lingkungan ini. Ketika melintas di depan kelas, orang akan dibuat terkesima, ucapan selamat pagi atau selamat siang, Assalamu'alaikum dan uluran tangan mengajak salaman menjadi suguhan para siswa kepada guru, karyawan dan tamu yang datang. Sungguh nuansa hangatnya sambutan dari sekolah ini membuat orang cepat akrab dan senang di sekolah yang terletak di Kecamatan Sidomukti Salatiga ini. Sekolah berjenjang akreditasi B ini terhampar di atas lahan seluas 12.780 M2, dengan luas bangunan 3.039 M2, dengan rincian kelas sebanyak 16 ruang, rung guru dan ruang kepala sekolah, serta ruang praktikum. Pada hari efektif, sekolah yang dikepalai oleh Drs. Tri Purnama AP. ini depenuhi oleh siswa sebanyak 544 orang, 39 guru tetap, 1 guru kontrak, 1 guru honorer sekolah, 6 staf tata usaha dan 9 pegawai tidak tetap. Latar belakang dari siswa yang bersekolah di sini adalah kelas menengah ke bawah, ratarata orang tua berprofesi sebagai buruh tani. Meskipun begitu pihak sekolah membuat kebijakan yang berbeda dengan sekolah lain, yaitu dengan membebaskan biaya kepada 125 dari 544 siswanya. Adapun seluruh dana dialokasikan dari BOS (bantuan oeprasional sekolah). Sekolah ini juga tergolong

sebagai sekolah paling murah se Kota Salatiga dengan biaya komite terendah yaitu sebesar Rp. 15.000. “Dengan adanya BOS kami dapat menjalankan sekolah ini dengan baik. Semua bantuan

kami alokasikan untuk proses belajar siswa, sehingga kami dapat membebaskan biaya kepada 125 siswa. Lain dengan sekolah lain yang lebih banyak dipergunakan untuk perbaikan sektor fisik” tandas Pak Pur, panggilan akrab kepala sekolah. Meskipun dengan biaya rendah namun fasilitas sekolah ini terbilang cukup lengkap. Seperti sekolah unggulan SMP 7 juga memiliki fasilitas berupa Perpustakaan, Laboratorium IPA, Ruang Ketrampilan, Ruang Bimbingan Konseling, Multimedia, Komputer dan Lab Bahasa, Mushala dan Ruang Ibadat pun ada. Kegiatan belajar mengajar sama dengan sekolah pada umumnya. Namun karena kemampuan siswa tergolong berbeda dari satu dan yang lainnya, maka kelas dikelompokkan berdasarkan kemampuan. “Hal tersebut dilakukan agar proses penyampaian ilmu dapat tersampaikan secara makasimal. Di sini kelas antara yang pandai, cukup dan kurang dibedakan, agar guru dapat fokus menyampaikan materi. Yang pintar bias disampaikan dengan cepat, yang cukup juga disampaikan dengan cara tersendiri sedangkan yang kurang juga harus disampaikan menurut kemampuannya, bahkan jika harus diulang-ulang itupun akan dilakukan guru. Untuk meningkatkan kemampuan siswa kami juga secara intesif mengadakan les sesuai dengan tingkat kemampuan. Bahkan menghadapi UAN dan Ujian Akhir Daerah kami melaksanakan try out sebanyak 5 kali dan gratis tanpa pungutan biaya” terang Pak Pur. Di bidang ekstrakurikuler juga menjadi perhatian khusus pihak sekolah. Misalnya peralatan band tersedia lengkap, bahkan alat

musik akustik juga ada (namun alat ini tidak digunakan maksimal, karena siswa lebih suka band). Sektor olah raga, SMP 7 cukup berprestasi, misalnya setiap event POPDA siswa sering menyabet tropi juara seperti : tolak peluru, tenis dan lari. “Dalam prestasi akademik memang kami masih di bawah sekolah unggulan lain. Ada yang sedang tapi ada yang cukup tinggi pula prestasinya. Semua dikembalikan ke masing-masing siswa dan perhatian orang tua yang lebih. Namun yang perlu digaris bawahi adalah kami menerima siswa yang kemampuan sedang bahkan di bawah rata-rata, tapi kami bisa menaikkan kemampuan siswa meningkat tajam. Berbeda dengan sekolah unggulan yang menerima siswa dengan kemampuan tinggi, wajar jika lulusannya juga baik. Jika diprosentase peningkatan kemampuan siswa SMP 7 dengan sekolah unggulan masih tinggi kami” jelas Pak Pur. Dengan visi SIAP (Santun Berprilaku, Iman dalam Beragama,

Asri Lingkungannya dan Prestasi) SMP 7 berharap agar prilaku, keimanan dan sadar lingkungan

menjadi bekal siswa sedangkan di bidang akademik sekolah juga berupaya secara maksimal. Pendahuluan kemajuan prilaku, iman dan sadar lingkungan daripada kemajuan akademik dirasa wajar, karena jika kemajuan akademik yang digenjot sedangkan kapasitas kemampuan siswa kurang maka akan berdampak tidak baik. Siswa akan merasa belajar menjadi beban yang cukup berat, ilmu pun tidak akan dapat diserap. Mengatasi permasalahan tersebut SMP 7 memberikan solusi tersendiri yaitu dengan memaksimalkan kegiatan ketrampilan. “Misalnya saja ketrampilan menjahit ditangani dengan profesional, alat-alat menjahit kami lebih lengkap daripada sekolah lain di Salatiga. Meskipun anak-anak masih setingkat SMP mereka rutin mengadakan lomba mode dan peragaan busana. Ini suatu prakarsa siswa yang baik dan kami memberikan dukungan lebih” imbuh Kepala sekolah yang bermukim di Perumahan Tingkir Indah ini. Para siswa juga aktif dalam program tahunan dan peringatan hari besar agama. Tiap akhir tahun para siswa mengadakan pentas pegelaran musik dan seni. Anak-anak menampilkan semua group band yang ada. Berbagai kesenian juga ditampilkan, dan yang membanggakan adalah mereka mengelola sendiri seluruh acara tersebut seperti event organizer meski dalam pengawasan guru. Perkembangan sekolah ini sangat bagus terlebih secara fisik, hal tersebut karena kerjasama pihak sekolahan dengan pihak komite sekolah sangat harmonis. Pengurus komite aktif dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam memajukan sekolah ini, bahkan tiap satu minggu pasti ada yang datang ke sekolah untuk meninjau dan bertukar pikiran dengan guru terhadap permasalahan yang ada. Sedangkan kerjasama dengan pihak Pemerintah Kota Salatiga

juga baik. “Kami berharap Pemkot terus menigkatkan perhatiannya terhadap SMP 7 dan sekolah lain yang berada di pinggiran kota”. Kata pak Pur. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dengan adanya

program BOS itu sangat membantu keberlangsungan proses belajar di sekolah ini. Para wali di sekolah kami kebanyakan dari kalangan menegah ke bawah, tidak mungkin dan tidak manusiawi jika kami membebankan semua biaya belajar pada mereka. Jalan keluarnya, ya bantuan dari pemerintah, tandas pak Pur.(lux)

25 Juni 2007

Pro dan Kontra Poligami

Tidak semua agama membenarkan poligami, seperti tidak semua agama membenarkan perceraian. Tetapi sebagian agama yang tadinya melarang perceraian akhirnya menyerah. Penganutnya dibiarkan melakukan perceraian. Para ahli Hukum Islam dalam menjelaskan poligami selalu merujuk ayat Al-Quran “… maka nikahilah mereka yang menyenangkan bagimu, satu atau dua atau tiga atau empat.” (An-Nisa: 3). Ayat ini membuka pintu bagi pria yang hendak berpoligami. Ayat ini juga memberi syarat, suami harus adil. “Jika kamu khawatir tidak bisa berbuat adil, maka (jangan berpoligami, tetapi) seorang isteri saja….” (An-Nisa: 3). Dari pernyataan ayat ini banyak yang berkesimpulan, poligami tidak dianjurkan, apalagi dipropagandakan. Poligami merupakan pintu darurat. Perkawinan yang normal adalah monogami. Entah apa sebabnya, dalam pandangan ulama Fikih, “adil” tidak dijadikan syarat juridis dalam bepoligami, tetapi ditempatkan sebagai syarat etik. Karenanya, poligami, meskipun tidak menciptakan keadilan, dianggap tetap sah; hanya, kurang etis. Poligami itu biasa-biasa saja, tidak tabu. Di samping membaca teks Al-Quran yang “membenarkan” poligami ini, para ulama juga melihat prilaku poligami yang dijalani oleh beberapa sahabat ketika Rasulullah masih hidup. Rasanya mustahil Rasulullah melarang poligami, sementara, beliau sendiri melakukannya. Tidak heran bila mereka berkesimpulan bahwa poligami itu dibenarkan oleh Hukum Islam. Kitab Fikih mazhab yang manapun sependapat dalam hal ini. Norma ini sejak awal Islam menjadi semakin mapan tanpa ada yang ingin mencoba menghentikannya. Tidak ada yang menyuarakan betapa pedihnya wanita yang dimadu oleh suaminya. Tidak ada pula yang mengatakan bahwa janji sehidup-semati untuk seorang isteri yang diucapkan oleh pria terhadap wanita sebelum menikah ternyata janji gombal. Dengan poligami, suami mengenyam manisnya madu, isteri menelan pahitnya racun; madu versus racun. Sebaliknya, para ulama menasehati kepada kaum wanita bahwa “derita” dimadu adalah sebuah amal saleh. Bila isteri sabar, pahala yang dijanjikan Tuhan amat besar dan mengalir deras. Wanita yang bersedia dimadu adalah mereka yang akan duduk di posisi kedua atau sesudahnya, bukan posisi isteri pertama. Setelah datang era Emansipasi Wanita dengan misi Kesetaraan Jender, banyak sisi wanita yang diperjuangkan. Apa yang dilakukan pria mesti boleh dilakukan wanita. Apa yang dapat diraih pria mesti boleh diraih wanita. Di Indonesia, jabatan presiden pun pernah dipegang Megawati yang wanita itu. Gerakan ini agaknya sampai pada menutup pintu poligami. Berbagai kegiatan aktifis jender mengkampanyekan betapa besar bahaya poligami, baik dari keadilan maupun kesejahteraan keluarga. Keadilan yang dituntut oleh Al-Quran tidak mungkin diwujudkan oleh pria yang berpoligami. Kebutuhan ekonomi yang semakin berat tidak memungkinkan seorang suami memenuhi kebutuhan ekonomi, sehingga tidak akan menciptakan keluarga yang berkualitas seperti yang dikehendaki oleh agama Islam. Poligami adalah wujud egoisme kaum pria dengan kedok dalil agama. Di beberapa negara mayoritas muslim, poligami diatur dengan semangat yang beragam. Ada Negara yang membolehkan pria berpoligami dengan persyaratan ketat, tetapi ada pula yang membuatnya longgar. Di Turki poligami dilarang, tetapi masih ada warga yang melanggar. Beberapa negara Islam, seperti, Irak, Iran, Yaman Utara dan Syria, kalau tadinya

memberi keleluasaan pria berpoligami, mulai tahun 1960an, setelah mengadakan reformasi perundangundangan tentang keluarga, persyaratan poligami diperketat. Indonesia dengan Undang-undang Perkawinan no. 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)nya dapat dikategorikan membolehkan poligami dengan syarat ketat. Masyarakat Islam Indonesia, kecuali

beberapa, cenderung menolak poligami. Aa Gym, panggilan akrab K.H. Gymnastiar, juru dakwah kondang berasal Bandung, mendadak sontak dakwahnya tidak laku, disetop tampil di TV dalam kegiatan dakwahnya, karena melakukan poligami. Ada elagat, beberapa ustaz yang tadinya mempersiapkan diri untuk poligami harus mengurungkan niatnya, takut nasibnya seperti Aa Gym. Kompilasi Hukum Islam menyebut poligami dengan istilah resmi “Beristeri Lebih dari Satu Orang” dan mengaturnya pada pasal 55 hingga 59. Untuk berpoligami, suami harus berlaku adil terhadap isteriisteri dan anak-anaknya. Bila tidak, poligami dilarang (pasal 55 ayat 1-3). Bila terlanjur berpoligami ternyata suami tidak bisa berbuat adil lalu bagaimana, tidak dibicarakan. Pasal 56 menyebutkan, berpoligami harus mendapat ijin dari Pengadilan Agama. Bukan hanya itu. Untuk terbitnya ijin dari Pengadilan Agama harus ada persetujuan tertulis dari isteri, serta ada kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup keluarganya (pasal 58). Kalau tempo dulu kaum pria cukup leluasa melakukan poligami, sekarang dipersulit oleh hukum yang

berlaku. Poligami di Indonesia memang tidak ditutup sama sekali, tetapi juga tidak dianjurkan, dengan cara dipersulit dengan persyaratan yang kualitasnya sama dengan alasan perceraian. Peraturan yang berlaku memberikan hak kepada isteri memegang kunci untuk menyetujui suami berpoligami atau melarangnya dengan cara tidak memberikan persetujuan. Dengan kata lain, isteri mempunyai hak untuk tidak dimadu. Pandangan Lain: Poligami versus Barat Mungkin karena sorotan yang berlebihan terhadap dibukanya pintu poligami dalam Islam, meskipun dibuka sedikit, maka beberapa orang menunjukkan sisi positif poligami. Di sini akan dikutip pendapat beberapa orang kaum wanita. Dr. Ny. Annie Besant, seorang tokoh Gerakan Teosofi terkenal di Inggris, sebagaimana dikutip Begum 'Aisyah Bawani, menyatakan, “Di Barat ada monogami pura-pura…. Bila kita melihat ribuan wanita malang yang di malam hari memenuhi jalan di kota-kota di Barat, kita harus menyadari bahwa hal itu tidak membohongi ucapan Barat untuk mencaci Islam karena poligami. Para wanita lebih baik, lebih berbahagia dan lebih terhormat hidup dalam poligami… dengan anak sah yang dilahirkannya, dan digauli secara terhormat dari pada membiarkan diri dirayu setiap laki-laki….Saya menegaskan kepada mereka bahwa monogami yang dicampur dengan pelacuran adalah kemunafikan dan lebih tercela dibandingkan dengan poligami terbatas…. Wanita lebih terlindungi oleh Islam dari pada oleh agama yang mengajarkan monogami purapura….” Ada pula pihak yang mendukung poligami

karena pertimbangan jumlah populasi wanita yang berkelebihan. Data Statistik di Inggris yang dilaporkan wartawan wanita Sunday Chronicle pernah menunjukkan, “Lebih dari 3 juta wanita di Inggris hidup sendiri dan tidak ada harapan untuk bias mendapatkan suami, anak atau rumah tangga yang mapan. Kelebihan jumlah wanita secara berangsurangsur meningkat pada abad yang lalu….Seandainya setiap laki laki memutuskan untuk memperiste ri seorang wanita, diperkirakan

masih ada sekitar 4 juta wanita yang tidak mendapatkan suami.” Dr. McFarlane dalam bukunya The Case for Poligamy menyatakan : “Apakah masalah poligami dilihat dari sisi sosial, etik maupun keagamaan, yang jelas dapat dikemukakan bahwa poligami tidak bertentangan dengan pembakuan-pembakuan peradaban yang paling tinggi sekalipun…. Saran (untuk melaksanakan poligami) itu merupakan pemecahan praktis bagi persoalan wanita yang malang dan diterlantarkan; yang pada gilirannya menimbulkan semakin merajalela dan meningkatnya pelacuran, pergundikan dan perawan tua yang senantiasa menjadi pergunjingan orang.” Pendapat yang mendukung poligami tersebut dikuatkan oleh Begum Aisyah Bawani dalam Islam: an Introduction, “…bukan hanya kelebihan wanita dibanding jumlah pria yang memungkinkan poligami, tetapi ada kondisi tertentu yang menuntut agar poligami disahkan, disamping untuk memenuhi kebutuhan moral juga kesejahteraan fisik masyarakat. Pelacuran, yang berkembang terus sejalan dengan perkembangan peradaban dan menggerogotinya seperti kanker, berbarengan dengan semakin meningkatnya jumlah anak tidak sah, praktis tidak dikenal di negara-negara di mana poligami diperbolehkan dalam bentuknya yang secara hokum sah.” Sementara itu ia mengakui bahwa telah terjadi penyalahgunaan hak poligami oleh pria yang tidak bertanggungjawab dengan menelantarkan isteri. Namun demikian, ia menaruh simpati terhadap pria yang bertanggungjawab. Maka ia menambahkan, “Di negara-negara di mana poligami tidak diperbolehkan, nafsu sexual laki-laki telah menemukan seratus cara lain untuk menyalurkannya, dan ini semua merupakan hal-hal yang lebih terkutuk dari pada penyalahgunaan poligami.” Artinya, kalau dasarnya pria itu tidak puas dengan satu orang isteri, maka meskipun di negerinya sana dilarang poligami, ia tetap akan menerobos peraturan yang ada dengan menempuh segala cara, tidak legal sekalipun.

Penulis adalah Prof. DR. Muh Zuhri, MA,

Guru Besar STAIN (Sekolah Tinggi Agama

Islam Negeri) Salatiga

24 Juni 2007

Peraturan Walikota Salatiga Nomor 3 Tahun 2007

Peraturan Walikota Salatiga
Nomor 3 Tahun 2007

tentang

Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kota S
alatiga Tahun Anggaran 2007

Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Walikota salatiga, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 6 D Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Salatiga Tahun Anggaran 2007, perlu menetapkan Peraturan Walikota tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Salatiga Tahun Anggaran 2007 sebagai landasan operasional pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2007.

Mengingat :

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah- daerah Kota Kecil dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat;

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republika Indonesia Nomor 3569);

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048);

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 44, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Negara Nomor 3688); 5.

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286 );

7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389 );

8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400 ) ;

10. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

11. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indoesia Nomor 8 Tahun 2005 ( Lembaran Negara Republik Indonesia2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548 ) ;

12. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesai Nomor 4438);

13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1992 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga dan Kebupaten Daerah Tingkat II Semarang ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3500 );

14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4090 );

15. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4138);

16. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139);

17. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4416), sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2006 ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 9C Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4659 );

18. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502 ) ;

19. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4503 );

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575 ) ;

21. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4576 ) ;

22. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4577 ) ;

23. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578 );

24. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585 );

25. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614 ) ;

26. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah ;

27. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2007 ;

Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 1 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Salatiga Tahun Anggaran 2007 ( Lembaran Daerah Tahun 2007 Nomor 1 ). Memutuskan : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2007. Pasal 1, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2007 terdiri atas :

1. Pendapatan






2. Belanja










3. Pembiayaan




Pasal 2, Ringkasan Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tercantum dalam Lampiran I Peraturan ini.

Pasal 3, Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dirinci lebih lanjut dalam Lampiran II Peraturan ini.

Pasal 4, Lampiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan 3 merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

Pasal 5, Pelaksanaan Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang ditetapkan dalam Peraturan ini dituangkan lebih lanjut dalam dokumen pelaksanaan anggaran satuan kerja perangkat daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pasal 6, Peraturan ini berlaku pada tanggal diundangkan dan mempunyai daya laku surut sejak tanggal 1 Januari 2007. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Salatiga.

Ditetapkan di Salatiga

pada tanggal 6 Maret 2007

WAKIL WALIKOTA SALATIGA

JOHN M MANOPPO, SH




23 Juni 2007

PERDA Kota Salatiga Nomor I Tahun 2007

RINGKASAN
PERDA Kota Salatiga
Nomor I Tahun 2007

tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Salatiga Tahun Anggaran 2007


Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Walikota Salatiga Menimbang : dst. Mengingat : dst. Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SALATIGA dan WALIKOTA SALATIGA,

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA SALATIGA TAHUN ANGGARAN 2007.

Pasal 1

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Salatiga Tahun Anggaran 2007 sebagai berikut :

1. Pendapatan Daerah Rp.290.070.758.000,00; Belanja Daerah Rp. 283.951.453.000,00; Surplus Rp. 6.119.305.000,00; 3.Pembiayaan Daerah:

a. Penerimaan Rp. 1.401.504.500,00; b.Pengeluaran Rp. 2.785.492.000,00; Pembiayaan Netto Rp 4.735.317.500,00.

Pasal 2

(1).Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 terdiri dari: a.Pendapatan Asli Daerah sejumlah Rp. 30.424.734.000,00; b.Dana Perimbangan sejumlah Rp. 247.691.132.000,00; c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah sejumlah Rp. 11.954.892.000,00

(2).Pendapatan Asli Daerah sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf a terdiri dari jenis pendapatan : a.Pajak daerah sejumlah Rp. 6.155.775.000,00; b.Retribusi daerah sejumlah Rp. 17.371.187.000,00; c.Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sejumlah Rp. 889.192.000,00; d.Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sejumlah Rp. 6.008.580.000,00.

(3).Dana Perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari jenis pendapatan : a.Dana bagi hasil Pajak/bagi hasil bukan pajak sejumlah Rp. 11.417.132.000,00; b.Dana alokasi umum sejumlah Rp. 212.614.000.000,00; c.Dana alokasi khusus sejumlah Rp. 23.660.000.000,00.

(4).Lain-lain pendapatan daerah yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari jenis pendapatan ; a.Hibah sejumlah Rp. 0,00; b.Dana darurat sejumlah Rp. 0,00; c.Dana bagi hasil pajak sejumlah Rp. 9.589.434.000,00; d.Bantuan keuangan dari Provinsi sejumlah Rp. 2.365.458.000,00

Pasal 3

(1).Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 terdiri dari :a.Belanja Tidak Langsung sejumlah Rp. 158.921.630.000,00; b.Belanja Langsung sejumlah Rp. 125.029.823.000,00.

(2).Belanja Tidak Langsung sebagaiman dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari jenis belanja : a.Belanja pegawai sejumlah Rp. 148.965.802.000,00; b.Belanja bunga sejumlah Rp. 73.265.000,00; c.Belanja subsidi sejumlah Rp. 0,00; d.Belanja hibah sejumlah Rp. 0,00; e.Belanja bantuan sosial sejumlah Rp. 9.075.800.000,00; f.Belanja bagi hasil sejumlah Rp. 186.763.000,00; g.Belanja bantuan keuangan sejumlah Rp. 120.000.000,00; h.Belanja tidak terduga sejumlah Rp. 500.000.000,00.

(3).Belanja Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari jenis belanja : a.Belanja pegawai sejumlah Rp. 18.460.081.700,00; b.Belanja Belanja barang dan jasa sejumlah Rp. 43.282.675.600,00; c.Belanja Modal sejumlah Rp. 63.287.065.700,00.

Pasal 4

(1).Pembiayaan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 terdiri dari: a.Penerimaan sejumlah Rp. 1.401.504.500,00; b.Pengeluaran sejumlah Rp. 2.785.492.000,00.

(2).Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari jenis pembiayaan : a.Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran sebelumnya (SiLPA) sejumlah Rp. 1.401.504.500,00; b.Pencairan dana cadangan sejumlah Rp. 0,00; c.Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan sejumlah Rp. 0,00; d.Penerimaan pinjaman daerah sejumlah Rp. 0,00; e.Penerimaan kembali pemberian pinjaman sejumlah Rp. 0,00; f.Penerimaan piutang daerah sejumlah Rp. 0,00.

(3).Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari jenis belanja : a.Pembentukan dana cadangan sejumlah Rp. 0,00; b.Penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah sejumlah Rp. 2.000.000.000,00; c.Pembayaran pokok utang Rp. 44.110.000,00; d.Pemberian pinjaman daerah sejumlah Rp. 741.382.000,00.

Pasal 5

Uraian lebih lanjut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tercantum dalam Lampiran dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini terdiridari: 1.Lampiran I Ringkasan APBD; 2.Lampiran II Ringkasan APBD menurut Urusan Pemerintahan Daerah dan Organisasi; 3.Lampiran III Rincian APBD menurut Urusan Pemerintahan Daerah, Organisasi, Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan; 4.Lampiran IV Rekapitulasi Belanja menurut Urusan Pemerintahan Daerah, Oraginasai, Program dan Kegiatan; 5.Lampiran V Rekapitulasi Belanja Daerah Untuk Keselarasan dan Keterpaduan Urusan PemerintahanDaerah Dan Fungsi dalam Kerangka Pengelolaan Keuangan Daerah; 6.Lampiran VI Daftar Jumlah Pegawai Per Golongan dan Per Jabatan; 7.Lampiran VII Daftar Piutang Daerah ; 8.Lampiran VIII Daftar Penyertaan Modal (investasi) Daerah ; 9.Lampiran IX Daftar perkiraan penambahan dan pengurangan asset tetap daerah; 10.Lampiran X Daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lainnya; 11.Lampiran XI Daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini; 12.Lampiran XII Daftar dana cadangan daerah; dan 13.Lampiran XIII Daftar pinjaman daerah dan obligasi daerah;

Pasal 6

Ketentuan lebih lanjut mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2007 diatur dengan Peraturan Walikota.

Pasal 7

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan mempunyai daya laku surut sejak tanggal 1 Januari 2007. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Salatiga.

Ditetapkan di Salatiga

pada tanggal

WAKIL WALIKOTA SALATIGA

JOHN M MANOPPO, SH

Diundangkan di Salatiga pada tanggal SEKRETARIS DAERAH KOTA SALATIGA,

SUTEDJO

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA

TAHUN 2007


 
template : Copyright @ 2010 HUMAS SETDA KOTA SALATIGA. All rights reserved  |    by : boedy's