MAJALAH HATI BERIMAN "MAJALAH BERITA WARGA KOTA SALATIGA"

25 Juni 2007

Pro dan Kontra Poligami

Tidak semua agama membenarkan poligami, seperti tidak semua agama membenarkan perceraian. Tetapi sebagian agama yang tadinya melarang perceraian akhirnya menyerah. Penganutnya dibiarkan melakukan perceraian. Para ahli Hukum Islam dalam menjelaskan poligami selalu merujuk ayat Al-Quran “… maka nikahilah mereka yang menyenangkan bagimu, satu atau dua atau tiga atau empat.” (An-Nisa: 3). Ayat ini membuka pintu bagi pria yang hendak berpoligami. Ayat ini juga memberi syarat, suami harus adil. “Jika kamu khawatir tidak bisa berbuat adil, maka (jangan berpoligami, tetapi) seorang isteri saja….” (An-Nisa: 3). Dari pernyataan ayat ini banyak yang berkesimpulan, poligami tidak dianjurkan, apalagi dipropagandakan. Poligami merupakan pintu darurat. Perkawinan yang normal adalah monogami. Entah apa sebabnya, dalam pandangan ulama Fikih, “adil” tidak dijadikan syarat juridis dalam bepoligami, tetapi ditempatkan sebagai syarat etik. Karenanya, poligami, meskipun tidak menciptakan keadilan, dianggap tetap sah; hanya, kurang etis. Poligami itu biasa-biasa saja, tidak tabu. Di samping membaca teks Al-Quran yang “membenarkan” poligami ini, para ulama juga melihat prilaku poligami yang dijalani oleh beberapa sahabat ketika Rasulullah masih hidup. Rasanya mustahil Rasulullah melarang poligami, sementara, beliau sendiri melakukannya. Tidak heran bila mereka berkesimpulan bahwa poligami itu dibenarkan oleh Hukum Islam. Kitab Fikih mazhab yang manapun sependapat dalam hal ini. Norma ini sejak awal Islam menjadi semakin mapan tanpa ada yang ingin mencoba menghentikannya. Tidak ada yang menyuarakan betapa pedihnya wanita yang dimadu oleh suaminya. Tidak ada pula yang mengatakan bahwa janji sehidup-semati untuk seorang isteri yang diucapkan oleh pria terhadap wanita sebelum menikah ternyata janji gombal. Dengan poligami, suami mengenyam manisnya madu, isteri menelan pahitnya racun; madu versus racun. Sebaliknya, para ulama menasehati kepada kaum wanita bahwa “derita” dimadu adalah sebuah amal saleh. Bila isteri sabar, pahala yang dijanjikan Tuhan amat besar dan mengalir deras. Wanita yang bersedia dimadu adalah mereka yang akan duduk di posisi kedua atau sesudahnya, bukan posisi isteri pertama. Setelah datang era Emansipasi Wanita dengan misi Kesetaraan Jender, banyak sisi wanita yang diperjuangkan. Apa yang dilakukan pria mesti boleh dilakukan wanita. Apa yang dapat diraih pria mesti boleh diraih wanita. Di Indonesia, jabatan presiden pun pernah dipegang Megawati yang wanita itu. Gerakan ini agaknya sampai pada menutup pintu poligami. Berbagai kegiatan aktifis jender mengkampanyekan betapa besar bahaya poligami, baik dari keadilan maupun kesejahteraan keluarga. Keadilan yang dituntut oleh Al-Quran tidak mungkin diwujudkan oleh pria yang berpoligami. Kebutuhan ekonomi yang semakin berat tidak memungkinkan seorang suami memenuhi kebutuhan ekonomi, sehingga tidak akan menciptakan keluarga yang berkualitas seperti yang dikehendaki oleh agama Islam. Poligami adalah wujud egoisme kaum pria dengan kedok dalil agama. Di beberapa negara mayoritas muslim, poligami diatur dengan semangat yang beragam. Ada Negara yang membolehkan pria berpoligami dengan persyaratan ketat, tetapi ada pula yang membuatnya longgar. Di Turki poligami dilarang, tetapi masih ada warga yang melanggar. Beberapa negara Islam, seperti, Irak, Iran, Yaman Utara dan Syria, kalau tadinya

memberi keleluasaan pria berpoligami, mulai tahun 1960an, setelah mengadakan reformasi perundangundangan tentang keluarga, persyaratan poligami diperketat. Indonesia dengan Undang-undang Perkawinan no. 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)nya dapat dikategorikan membolehkan poligami dengan syarat ketat. Masyarakat Islam Indonesia, kecuali

beberapa, cenderung menolak poligami. Aa Gym, panggilan akrab K.H. Gymnastiar, juru dakwah kondang berasal Bandung, mendadak sontak dakwahnya tidak laku, disetop tampil di TV dalam kegiatan dakwahnya, karena melakukan poligami. Ada elagat, beberapa ustaz yang tadinya mempersiapkan diri untuk poligami harus mengurungkan niatnya, takut nasibnya seperti Aa Gym. Kompilasi Hukum Islam menyebut poligami dengan istilah resmi “Beristeri Lebih dari Satu Orang” dan mengaturnya pada pasal 55 hingga 59. Untuk berpoligami, suami harus berlaku adil terhadap isteriisteri dan anak-anaknya. Bila tidak, poligami dilarang (pasal 55 ayat 1-3). Bila terlanjur berpoligami ternyata suami tidak bisa berbuat adil lalu bagaimana, tidak dibicarakan. Pasal 56 menyebutkan, berpoligami harus mendapat ijin dari Pengadilan Agama. Bukan hanya itu. Untuk terbitnya ijin dari Pengadilan Agama harus ada persetujuan tertulis dari isteri, serta ada kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup keluarganya (pasal 58). Kalau tempo dulu kaum pria cukup leluasa melakukan poligami, sekarang dipersulit oleh hukum yang

berlaku. Poligami di Indonesia memang tidak ditutup sama sekali, tetapi juga tidak dianjurkan, dengan cara dipersulit dengan persyaratan yang kualitasnya sama dengan alasan perceraian. Peraturan yang berlaku memberikan hak kepada isteri memegang kunci untuk menyetujui suami berpoligami atau melarangnya dengan cara tidak memberikan persetujuan. Dengan kata lain, isteri mempunyai hak untuk tidak dimadu. Pandangan Lain: Poligami versus Barat Mungkin karena sorotan yang berlebihan terhadap dibukanya pintu poligami dalam Islam, meskipun dibuka sedikit, maka beberapa orang menunjukkan sisi positif poligami. Di sini akan dikutip pendapat beberapa orang kaum wanita. Dr. Ny. Annie Besant, seorang tokoh Gerakan Teosofi terkenal di Inggris, sebagaimana dikutip Begum 'Aisyah Bawani, menyatakan, “Di Barat ada monogami pura-pura…. Bila kita melihat ribuan wanita malang yang di malam hari memenuhi jalan di kota-kota di Barat, kita harus menyadari bahwa hal itu tidak membohongi ucapan Barat untuk mencaci Islam karena poligami. Para wanita lebih baik, lebih berbahagia dan lebih terhormat hidup dalam poligami… dengan anak sah yang dilahirkannya, dan digauli secara terhormat dari pada membiarkan diri dirayu setiap laki-laki….Saya menegaskan kepada mereka bahwa monogami yang dicampur dengan pelacuran adalah kemunafikan dan lebih tercela dibandingkan dengan poligami terbatas…. Wanita lebih terlindungi oleh Islam dari pada oleh agama yang mengajarkan monogami purapura….” Ada pula pihak yang mendukung poligami

karena pertimbangan jumlah populasi wanita yang berkelebihan. Data Statistik di Inggris yang dilaporkan wartawan wanita Sunday Chronicle pernah menunjukkan, “Lebih dari 3 juta wanita di Inggris hidup sendiri dan tidak ada harapan untuk bias mendapatkan suami, anak atau rumah tangga yang mapan. Kelebihan jumlah wanita secara berangsurangsur meningkat pada abad yang lalu….Seandainya setiap laki laki memutuskan untuk memperiste ri seorang wanita, diperkirakan

masih ada sekitar 4 juta wanita yang tidak mendapatkan suami.” Dr. McFarlane dalam bukunya The Case for Poligamy menyatakan : “Apakah masalah poligami dilihat dari sisi sosial, etik maupun keagamaan, yang jelas dapat dikemukakan bahwa poligami tidak bertentangan dengan pembakuan-pembakuan peradaban yang paling tinggi sekalipun…. Saran (untuk melaksanakan poligami) itu merupakan pemecahan praktis bagi persoalan wanita yang malang dan diterlantarkan; yang pada gilirannya menimbulkan semakin merajalela dan meningkatnya pelacuran, pergundikan dan perawan tua yang senantiasa menjadi pergunjingan orang.” Pendapat yang mendukung poligami tersebut dikuatkan oleh Begum Aisyah Bawani dalam Islam: an Introduction, “…bukan hanya kelebihan wanita dibanding jumlah pria yang memungkinkan poligami, tetapi ada kondisi tertentu yang menuntut agar poligami disahkan, disamping untuk memenuhi kebutuhan moral juga kesejahteraan fisik masyarakat. Pelacuran, yang berkembang terus sejalan dengan perkembangan peradaban dan menggerogotinya seperti kanker, berbarengan dengan semakin meningkatnya jumlah anak tidak sah, praktis tidak dikenal di negara-negara di mana poligami diperbolehkan dalam bentuknya yang secara hokum sah.” Sementara itu ia mengakui bahwa telah terjadi penyalahgunaan hak poligami oleh pria yang tidak bertanggungjawab dengan menelantarkan isteri. Namun demikian, ia menaruh simpati terhadap pria yang bertanggungjawab. Maka ia menambahkan, “Di negara-negara di mana poligami tidak diperbolehkan, nafsu sexual laki-laki telah menemukan seratus cara lain untuk menyalurkannya, dan ini semua merupakan hal-hal yang lebih terkutuk dari pada penyalahgunaan poligami.” Artinya, kalau dasarnya pria itu tidak puas dengan satu orang isteri, maka meskipun di negerinya sana dilarang poligami, ia tetap akan menerobos peraturan yang ada dengan menempuh segala cara, tidak legal sekalipun.

Penulis adalah Prof. DR. Muh Zuhri, MA,

Guru Besar STAIN (Sekolah Tinggi Agama

Islam Negeri) Salatiga

Tidak ada komentar:

 
template : Copyright @ 2010 HUMAS SETDA KOTA SALATIGA. All rights reserved  |    by : boedy's