MAJALAH HATI BERIMAN "MAJALAH BERITA WARGA KOTA SALATIGA"

03 Juni 2007

Sekolah Murah Berkualitas,Mungkinkah?


Setiap kali memasuki tahun ajaran baru selalu berkumandang lagu lama yang menceritakan tentang mahalnya biaya sekolah. Betapa tidak, orang tua murid harus menyediakan uang untuk biaya pendaftaran, sumbangan pembangunan institusi, pembelian seragam, LKS/buku, SPP/BP3 dan tetek mbengek lainnya, sesuai dengan kebijakan sekolah. Jika dihitung-hitung, total biaya yang harus dikeluarkan orang tua mencapai jutaan rupiah. Untuk mendaftarkan anak ke jenjang pendidikan Taman Kanakkanak alias TK saja, saat ini membutuhkan biaya jutaan rupiah. Belum lagi pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi seperti SD, SMP, SMA atau Perguruan Tinggi. Tidak bias dibayangkan berapa banyak duit yang harus dikeluarkan orang tua jika mempunyai tiga orang anak yang secara bersamaan harus masuk SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Harus diakui bahwa tidak semua sekolah menerapkan kebijakan yang sama. Masih ada sekolah yang murah, biayanya tidak sampai jutaan rupiah. Persoalannya, sekolah yang murah tersebut pada umumnya berkualitas “rendah”. Sekolah favorit yang identik dengan sekolah bermutu hampir bias dipastikan mahal. Ukuran mahal dan tidak memang relatif. Namun, bagi masyarakat kita yang sejak sepuluh tahun lalu diterpa badai krisis ekonomi, melihat uang dengan jumlah jutaan rupiah tentu saja dinilai sebagai uang besar. Artinya, untuk mengeluarkan uang jutaan rupiah bukan persoalan sederhana. Sekolah dengan membayar jutaan rupiah berarti mahal. Lalu, kita pun merindukan jawaban atas pertanyaan mungkinkah mewujudkan sekolah murah plus berkualitas? Bagi masyarakat modern yang identik dengan budaya materialisme dan kapitalisme tentu saja pertanyaan tersebut dinilai konyol. Hari gini minta sekolah murah plus berkualitas, impossible alias tidak mungkin. Semua butuh biaya. Apalagi sekolah, jelas membutuhkan banyak biaya. Mulai dari menyediakan sarana gedung yang representatif, laboratorium yang memadai, perpustakaan, hingga menyediakan piranti lainnya. Argumentasi yang menguatkan bahwa sekolah butuh biaya memang masuk akal. Kendati demikian, mewujudkan sekolah murah berkualitas bukan hal yang mustahil. Utamanya bagi sekolah yang menyandang predikat negeri. Bukankah pemerintah telah mengatur bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Meminjam istilah Jeferson, jika semua hak juga merupakan kewajiban, maka aturan tersebut bunyinya menjadi, setiap warga negara berkewajiban mendapat pendidikan. Walhasil, pemerintah menerapkan kebijakan wajib belajar (wajar) 9 tahun. Implikasi dari aturan pemerintah di atas menuntut peran serta negara (pemerintah) dalam penyelenggaraan pendidikan. Undang-undang memandatkan pemerintah wajib membiayai pendidikan dasar, alias hingga anak lulus SMP. Pemerintah juga telah menggaji ribuan bahkan jutaan guru dan dosen. Tidak sedikit pula pemerintah telah mengeluarkan uang negara untuk fasilitas sarana dan prasarana sekolah. Kita butuh belajar kearifan masa lalu.Dulu, guru diistilahkan sebagai “umar bakri” karena penghargaannya yang minim, dan diberi predikat sebagai “pahlawan tanpa tanda jasa”. Nyatanya, toh dengan semangat juang mampu berbuat banyak untuk kemajuan pendidikan. Tidak berhenti di situ saja, kita juga perlu mengingat bahwa bangsa ini mempunyai system pendidikan ala pondok pesantren dengan sarana dan prasarana yang kurang representatif, namun

ternyata mampu mencetak out put ulama-ulama khos. Sekarang tentu harus lebih baik. Sekolah murah berkualitas, tentu bukan impian. Tidak usah jauh-jauh, di Salatiga sudah ada contoh sekolah alternatif di Kalibening, yang menggunakan potensi alam sebagai laboratorium dan menjalin kerjasama dengan pihak-pihak yang peduli dengan dunia pendidikan, serta ada juga home schooling di Kecandran. Murah dan berkualitas. Sekolah reguler tetap masih dibutuhkan. Tinggal bagaimana menjadikan murah dan berkualitas. Jujur, jika kita selalu bicara kurang, maka akan selalu kurang terus. Karenanya, komitmen dan daya juang dari pelaku pendidikan sangat dibutuhkan masyarakat kita yang sejak lama diterpa krisis ekonomi. Tanpa komitmen yang jelas, maka pembangunan pendidikan kita akan jalan di tempat. Jika sudah demikian, sebagai bangsa kita semua akan merasa merugi. Selama masih ada denyut nadi kehidupan, masih ada waktu untuk melakukan perbaikan. Semoga.(*)

Penulis Sumarno,

Redaksi majalah Hati Beriman.

Sekolah

Tidak ada komentar:

 
template : Copyright @ 2010 HUMAS SETDA KOTA SALATIGA. All rights reserved  |    by : boedy's