Tahun ajaran baru merupakan momentum istimewa bagi anak yang akan memasuki sekolah atau melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Uniknya, tidak hanya anak saja yang berharap dapat diterima di sekolah tertentu sesuai dengan pilihannya. Lebih dari itu, orang tua juga ikut harap-harap cemas dan dibuat sport jantung. Banyak sekali yang dipikirkan orang tua. Apakah nilai ijazah anaknya mampu bersaing dengan anak-anak lainnya? Sekolah mana yang pas untuk kemampuan anaknya? Jika tidak diterima di sekolah yang diharapkan akan disekolahkan kemana? Setelah diterima pun masih saja memikirkan sederet masalah lainnya. Mengapa demikian? Toyo, 45, bukan nama sebenarnya, warga Kelurahan Blotongan mengatakan, anak pinter saja tidak cukup. Di tengah kehidupan yang serba mahal sekarang ini, menjadikan sekolah ikut mahal. Anak pandai tapi orang tua tidak mampu adalah persoalan yang sering dihadapi oleh masyarakat kita. “Kalau orang tuanya kaya sih tidak jadi masalah, kalau orang tuanya seperti saya, jelas menjadi masalah,” tutur Toyo. Toyo mengaku, tahun 2006 lalu ia mendaftarkan anaknya ke sebuah SMA Negeri di Salatiga. Ia mengaku kaget karena setelah anaknya diterima langsung menerima surat yang isinya harus segera membayar uang sumbangan pembangunan institusi sebesar Rp 1 , 5 j u t a. Sementara ia harus menyiapkan kebutuhan sekolah lainnya. Sebagai pegawai golongan rendah, Toyo mengaku berat menyiapkan uang tersebut. Namun demi kebutuhan pendidikan anak, ia rela hutang dikoperasi. “Saya berharap ada kebijakan sekolah untuk menerapkan subsidi silang, sehingga keluarga kaya ikut membantu meringankan beban sekolah dan keluarga miskin mendapatkan keringanan. Langkah lain, untuk mengurangi pengeluaran sekolah maka perlu lebih efisien,” jelasnya. Secara terpisah, Sukri, 41, bukan nama asli, warga Kelurahan Salatiga, juga mengeluhkan mahalnya biaya pendidikan. Pria yang kesehariannya hanya bekerja sebagai pembantu penghulu dan tidak mendapatkan gaji tetap ini mempunyai cerita pahit saat mendaftarkan anaknya ke SMP Negeri tahun 2006 lalu. Karena anaknya tergolong pandai, akhirnya diterima di sekolah negeri yang diharapkan. Namun setelah itu ia mengaku pusing karena harus menyiapkan uang sumbangan Rp 1 juta. Belum uang seragam, SPP, harus membeli buku dan lainnya. “Karena saya tidak ada uang akhirnya minta keringanan. Pihak sekolah memberi kebijakan tetap membayar sumbangan tapi boleh diangsur,” katanya. Menurut Sukri, sekolah negeri seharusnya bias lebih murah atau bahkan gratis. Sebab, sekolah negeri sudah menerima banyak bantuan dari pemerintah pusat dan daerah. Apalagi untuk tingkat SMP yang katanya menjadi program pemerintah masuk wajib belajar 9 tahun. “Banyak sumbangan dari pemerintah untuk sekolah negeri, ada juga dana BOS (bantuan operasional sekolah, Red) kenapa sekolah tidak bias murah?,” tandasnya. Sementara itu Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Salatiga Drs. Samtono, M.Si, saat dihubungi menuturkan bahwa sistim subsidi silang merupakan cara penyelesaian masalah yang sangat bagus. Hanya saja dalam praktiknya banyak mengalami kendala. Menurut ia, SMA Negeri 1 merupakan contoh sekolah yang orang tua siswanya banyak dari golongan mampu atau kaya. Namun, ketika rapat dengan komite sekolah ternyata usulan penerapan subsidi silang tidak mudah bisa diterima. “Kami kesulitan untuk menerapkan sistim subsidi silang. Semua kebijakan akhirnya diserahkan ke komite sekolah,” akunya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa untuk dana pengembangan sekolah sebenarnya bukan merupakan harga mati artinya bagi wali siswa dapat diberikan keringanan yang bentuknya beraneka ragam seperti keringanan sumbangan, bulanan, dan keringanan masuk. Untuk tahun kemarin saja dari siswa kelas 10 sampai dengan 12 diberikan keringanan sumbangan sebanyak 200 siswa, tambahnya. Sedangkan biaya operasional sekolah setiap bulannya digunakan untuk kegiatan computer, internet, operasional listrik mulai jam 6.00 18.00 Wib, dengan melayani kurang lebih 1.000 siswa, yaach terasa memang berat” katanya. Sebagai solusinya mengenai sangkut paut iuran wali siswa diserahkan sepenuhnya kepada Komite Sekolah. Pelaksanaan operasional pendidikan di sekolah dilaksanakan menampunya, bahkan para guru dengan ikhlas memberikan bea siswa bagi siswa berprestasi. Hal ini guna mempertahankan kualitas pendidikan yang semakin hari semakin berat. Sebagai salah satu sekolah berpredikat S N B I, secara tidak langsung wajib mengikuti berbagai lomba tingkat nasional, karena keberhasilan kejuaraan lomba secara tidak langsung akan memperkenalkan kualitas pendidikan sekolah itu, kata kepala sekolah. Lain halnya dengan SMP Negeri I Salatiga, SriRejeki,SPd selaku Wakil Kepala Sekolah mengatakan, “mengenai penggunaan dana BOS sepenuhnya untuk kegiatan belajar mengajar, perpustakaan, UAN,UAS,honor guru tidak tetap, pegawai tidak tetap, serta kegiatan pelajar seperti OSIS, pentas seni, UKS,Pramuka, Palang Merah Remaja, dan kegiatan ekstra kurikuler lainnya.” katanya.Dalam rintisan menuju sekolah bertaraf international tahun 2007/2008 sekolah ini telah membangun laboratorium bahasa, fisika, biologi senilai Rp.330.130.000,-. Berkenaan dengan hasil sumbangan wali siswa dikordinir komite untuk pengembangan pendidikan yang lebih berkualitas, tambah Sri Rejeki.(kst)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar