MAJALAH HATI BERIMAN "MAJALAH BERITA WARGA KOTA SALATIGA"

31 Januari 2008

Kami Tidak Bedakan Pasien



Dirut RS Paru Ario Wirawan, dr.Herry Budhi Waluya,MM:

Kami Tidak Bedakan Pasien


Perjuangan tanpa kenal lelah dan jalan berliku dalam meraih prestasi mewarnai langkah Direktur Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga, dr. Herry Budhi Waluya, M.M. dalam mengembangkan rumah sakit yang dipimpinnya itu. Jerih payah itu pun menuai hasil, karena saat ini, RSP dr. Ario Wirawan berhasil menjadi rumah sakit yang terpercaya dan menjadi barometer serta rujukan pasien penyakit paru di Jawa Tengah.

”Sebagai direktur, saya berusaha meningkatkan status rumah sakit dengan cara memperbaiki sarana dan prasarana serta penambahan sumber daya manusia (SDM),” tutur dokter yang mengawali karirnya sebagai dokter Puskesmas Gabus grobogan Purwodadi itu. Dengan berbagai upaya negosiasi, RS Paru ini akhirnya mendapat tambahan lima dokter spesialis. Di bawah kepemimpinannya pula, rumah sakit yang sebelumnya bernama RS Tubercolusa Paru (RSTP) Ngawen ini mengalami peningkatan status menjadi eselon 2B atau setara dengan rumah sakit umum kelas B non pendidikan. Peningkatan status ini ditetapkan dengan SK No. 190/2004. SK tersebut sekaligus menetapkan nama baru rumah sakit, yaitu RS Paru dr. Ario Wirawan.

“Adanya UU BUMN yang meniadakan perjan dan PP No. 23/2005 yang mengamanatkan sistem PPK BLU (Badan Layanan Umum), memberikan keuntungan bagi manajemen dan operasional RS dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,” paparnya. Semula, dari 26 RS di bawah Departemen Kesehatan, 13 diantaranya, yang semula perjan, secara otomatis berubah menjadi BLU. Sedangkan 13 RS lainnya, termasuk RS Paru dr. Ario Wirawan, sedang dalam proses menuju BLU. Namun, dengan penetapan RSP dr Ario Wirawan sebagai BLU pada 21 Juni 2007 lalu, berarti jumlah RS yang masih dalam proses menuju BLU berkurang satu.

”Untuk menjadi BLU, tim rumah sakit menyusun persyaratan mulai renstra (rencana strategis), SPM (Standart Pelayanan Minimal) rumah sakit, sampai menyusun kesehatan dan kinerja rumah sakit,” ungkapnya. Jadi, untuk menjadi BLU, bukan omset saja yang dipertimbangkan. Selain itu, rumah sakit ini juga selalu mengadakan pertemuan dengan 13 RSP lain yang belum menjadi BLU. BPKP pun diundang untuk melakukan audit internal. Dari hasil audit BPKP, RSP dr. Ario Wirawan dinyatakan layak menjadi BLU. Dengan menyandang BLU, maka RS Paru dr. Ario Wirawan memiliki kewenangan untuk mengelola RS sendiri, sehingga lebih efisien, fleksibel, dan transparan. Meskipun demikian. pengelolaan tetap harus sesuai dengan rencana anggaran yang setiap saat akan diaudit oleh tim audit eksternal.

Sebagai rumah sakit yang khusus melayani pasien penyakit paru-paru, aset RS Paru ini tidak begitu besar. Tetapi, pendapatan dari tahun ke tahun meningkat cukup signifikan. Pada tahun 2006, pendapatan rumah sakit ini mencapai 9,6 milyar rupiah. Sedangkan akhir bulan November 2007, pendapatan sudah mencapai 11,3 milyar rupiah. Padahal, ” Ketika saya diangkat menjadi direktur pada tahun 2001, pendapatan rumah sakit ini baru 1,5 milyar rupiah,” kata dr. Herry. Dengan meningkatkan kualitas pelayanan, terbentuklah kepercayaan masyarakat dan secara otomatis pendapatan RS pun bertambah seiring bertambahnya kunjungan pasien.

”Selain itu, adanya askeskin (asuransi kesehatan masyarakat miskin), juga sangat mempengaruhi pendapatan rumah sakit,” ungkap peserta pendidikan doktoral di UGM ini. Ini tampak dari data tahun 2006. Pada tahun 2006, 70 persen pasien yang datang adalah pasien askeskin. Pada tahun yang sama, pendapatan rumah sakit sekitar 9,6 milyar rupiah. Indikasi ini tak lepas dari pelayanan rumah sakit yang tidak membedakan pasien askeskin dengan pasien kelas tiga reguler.

Status BLU merupakan motivasi bagi rumah sakit untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat. Pasalnya, tujuan utama BLU adalah menciptakan pelayanan masyarakat berkualitas dalam rangka memajukan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, rumah sakit yang didukung 6 dokter spesialis, 15 dokter umum dan 5 dokter jaga, serta 4 perawat lulusan S1 di antara 110 perawat, ini pun sibuk berbenah diri. Di antaranya, memindahkan IGD (instalasi gawat darurat) ke bagian depan rumah sakit. Rumah sakit juga berupaya menambah dokter spesialis karena dokter anak dan dokter patologi untuk laboratorium, saat ini, masing kosong. Sedangkan SDM yang lain, saat ini dirasakan sudah cukup.

Dalam hal sarana dan prasarana, RSP akan menambah peralatan yabg berhubungan dengan keperluan rumah sakit, seperti alat fluruscopy yang dipergunakan untuk mendeteksi penyakit pasien. Penambahan peralatan ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan unggulan yang selama ini sudah ada. Layanan unggulan yang sudah ada adalah poly oncology, poly asma, dan poly paru anak. Sedangkan layanan yang menjadiunggulan adalah layanan rehabilitasi medik paru, USG, dan radiologi. Selain itu RS Paru merupakan satu-satunyarumah sakit paru yang mempunyai CT Scan di Jawa Tengah. (kst)

1 komentar:

TYO mengatakan...

SAYA CUMA MEMBERI COMMENT SEDIKIT, SELAMA INI DARI SEGI LINI DAN PENGALAMAN TEMAN - TEMAN SAYA YANG PERNAH RAWAT INAP DI RSU SALATIGA MEMANG KEBANYAKAN MENGATAKAN PELAYANAN MASIH SANGAT KURANG DIBANDINGKAN DENGAN PEMBANGUNAN RSUD SEKARANG, SEMOGA ANDA DAPAT MENCONTOH PELAYANAN DIRUMAH SAKIT ELIZABETH SEMARANG YANG MENGUTAMAKAN PELAYANAN TERHADAP PASIEN

 
template : Copyright @ 2010 HUMAS SETDA KOTA SALATIGA. All rights reserved  |    by : boedy's