MAJALAH HATI BERIMAN "MAJALAH BERITA WARGA KOTA SALATIGA"

29 September 2007

Kecil Lubangnya Besar Manfaat

Kota kita tercinta Salatiga Hati Beriman, merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki curah hujan tinggi. Jika musim penghujan tiba, tidak jarang matahari hanya nampak pada jam 11.00-12.00 saja, itupun masih diselimuti awan. Namun herannya, di musim kemarau orang direpotkan dengan masalah kekurangan air, terlebih lagi daerah sebagian kecamatan Argomulyo kawasan atas.

Kelangkaan air ini merupakan masalah tahunan yang dihadapi Kota Salatiga, di lain sisi kota ini dikelilingi wilayah yang memiliki sumber mata air dengan debit cukup tinggi. Contohnya: pemandian Senjoyo, Muncul, Rawa Permai yang merupakan wilayah Kabupaten Semarang. Sedang di Salatiga sendiri juga memiliki banyak sumber mata air seperti Kelurahan Kecandran dan Kutowinangun serta masih banyak potensi mata air lainnya.

Permasalahan ini menimbulkan rasa gerah dikalangan Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH) Kota Salatiga, utamanya Bidang Lingkungan. Oleh karenanya mulai tahun 2007 ini getol mempromosikan satu temuan salah satu insinyur dari Institut Pertanian Bogor (IPB) berupa lubang resapan air.

Dia adalah Ir. Kamir Raziudin Brata, M.Sc penemu teknologi lubang resapan sederhana yang diberi nama Lubang Resapan Biopori (LRB), sedang karena peningkatan laju resapan air terjadi karena terbentuknya bioposi maka system tersebut diperkenalkan sebagai Saluran Resapan Biopori (SRB).

LBR merupakan lubang berbentuk silinder yang memiliki ukuran diameter 10-30 cm dengan kedalaman 100 cm, namun jangan sampai melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang-lubang biopori ini nantinya dapat diisi dengan sampah-sampah organic baik dari limbah rumah tangga, atau berupa daun agar mendorong terbentuknya biopori. Jadi biopori adalah lubang/terowongan kecil yang dibentuk oleh aktivitas fauna (mikrobia) tanah dan akar tanaman.

Selain sebagai lubang resapan, LRB juga secara otomatis berfungsi mencegah banjir di musim penghujan karena meningkatkan daya resap tanah, mengubah sampah organic menjadi kompos, meningkatkan peran aktivitas fauna tanah serta mengatasi masalah yang ditimbulkan karena masalah genangan air berupa penyakit demam berdarah dan malaria.

Mengenai lokasi pembuatan LBR ini dapat ditempatkan dimana saja, misalnya halaman, kebun, saluran air, tempat genangan air dan sebagainya asalkan lokasi tersebut dapat dialiri air hujan dan tidak tertutup oleh atap.

Tahapan pembuatan LRB adalah : pertama, buatlah lubang silinder ke dalam tanah dengan diameter 10-30 cm serta kedalaman 100 cm (jangan sampai melebihi kedalaman air tanah), jarak lubang 50-100 cm. Kedua, mulut lubang dapat diperkuat dengan adukan semen setebal 2 cm dan lebar 2-3 cm mengelilingi lubang. Ketiga, segera isi LRB dengan sampah organic. Keempat, kompos yang terbentuk dalam lunbang dapat diambil pada setiap akhir musim kemarau bersamaan dengan pemeliharaan lubang. Kelima, sampah organic perlu selalu ditambahkan ke dalam lubang yang sudah berkurang isinya karena proses pelapukan.

Sedangkan jumlah lubang yang harus dibuat untuk setiap luas tanah adalah dapat menggunakan rumus (50X100): 180= 27, sekian. Jadi untuk setiap tanah seluas 100 m2 diisi dengan 28 lubang biobori. Contoh tersebut adalah untuk daerah dengan intensitas curah hujan 50 mm/jam (hujan lebat), dengan laju peresapan air perlubang 33 liter/menit.

Bila lubang biopori tersebut dibuat dengan kedalaman 100 cm dengan diameter 10 cm, setiap lubang dapat menampung 7,8 liter sampah organic, dan ini dapat dipenuhi sampah organic dapur 2-3 hari. Dengan demikian 28 lubang baru dapat dipenuhi sampah organic

Maka selain mimiliki fungsi penyerap air, LRB juga dapat meringankan mengatasi masalah persampahan di perkotaan, utamanya sampah organik yang dapat terurai. Apabila pembuatan lobang biopori telah membudaya di tiap-tiap warga maka barang tentu permasalahan menumpukanya sampah di TPA akan terkurangi.

Di Salatiga sosialisasi tentang teknis pembuatan dan manfaat lubang biopori telah dilaksanakan oleh DPLH, antara lain di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, di Jembrak Kabupaten Semarang dengan peserta LSM dan tokoh masyarakat Salatiga, di SD Kecandran, di SMP N 5 Salatiga, di SMK 2 Salatiga, di Universitas Kristen Satyawacana (UKSW) dan di daerah masing-masing staf DPLH.

“Dibanding dengan sumur resapan, system ini lebih murah. Jika sumur resapan ditaksir menghabiskan dana 1-2 juta, sedangkan dengan alat pembuat lubang biopori harganya antara 150-250 ribu. Akan lebih irit lagi jika alat tersebut digunakan bersama-sama, misalnya tiap RW memiliki satu” terang Riawan Widyatmoko Sataf DPLH.

“Selama sosialisasi minat warga Salatiga cukup tinggi, namun mereka belum mau bertindak. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh enggannya mereka membeli alat pembuat lubang. Memang manfat biopori agar menghasilkan mata air cukup lama, tapi manfaat mencegah banjir dan mengatasi permasalahan sampah dapat dirasakan”tambah Riawan.

Saat ini target utama DPLH adalah Salatiga bagian atas di Kecamatan Argomulyo dan Sidomukti. Daerah ini sangat strategis untuk daerah resapan, karena air hujan tidak mengalir diatas tanah melainkan di dalam tanah setelah diserap lubang biopori.

Ada anggapan air yang ada di lubang bipori akan menimbulkan bau dan mencemari air bawah tanah. Hal tersebut dibantah oleh Ir. Kamir penemu teknologi ini. Hal tersebut tidak akan terjadi karena sampah organic jumlahnya sedikit demikian juga air yang masuk, sehingga tidak akan terjadi genangan. Air akan meresap kedalam tanah sehingga memudahkan proses penguraian sampah yang relatif cepat. Kasmir juga menambahkan jika pada sumur resapan, mungkin terjadi munculnya bau karena volume air yang cukup tinggi dan menggenang.(lux)

Sumber: DPLH Kota Salatiga, Percik dan Makalah Ir. kamir R. Brata.

Tidak ada komentar:

 
template : Copyright @ 2010 HUMAS SETDA KOTA SALATIGA. All rights reserved  |    by : boedy's