Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang sangat strategis yang menimbulkan dampak berganda (multiplier effect), baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga memberikan keuntungan ekonomi terhadap negara. Keuntungan tersebut biasa didapatkan dari pendapatan nilai tukar mata uang asing, pendapatan pemerintah, stimulasi pengembangan regional, penciptaan lapangan kerja, meningkatkan dan memeratakan pendapatan rakyat yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan sosial ekonomi di suatu wilayah/masyarakat. Namun demikian di samping nilai ekonomi dan nilai komersial yang tinggi, pariwisata sebenarnya memiliki berbagai potensi lain yang tidak bersifat ekonomi dan komersial, seperti peningkatan kualitas nilai-nilai sosial budaya, integritas dan jati diri, perluasan wawasan, persahabatan, konservasi alam dan peningkatan mutu lingkungan, dan sebagainya (Suhandi: 2003).
Berdasarkan data BPS tahun 2005 pariwisata nasional telah memiliki peran dalam pembangunan sektor ekonomi. Meskipun peran pariwisata ini masih berada di bawah angka 10% dari kondisi sektor ekonomi secara nasional, namun suatu hal yang sangat menarik adalah menciptakan lapangan kerja dari kegiatan pariwisata. Gambaran lebih jelas dari aspek ekonomi dapat dilihat pada tabel tersebut di bawah ini.
Kegiatan pariwisata berdampak pada sektor ekonomi nasional pendapatan masyarakat, penyerapan tenaga kerja, pajak dan menyumbangkan sektor ekonomi secara nasional.
Sedangkan sumbangan sektor pariwisata dalam perolehan devisa ternyata mempunyai peringkat yang cukup memadai, posisi pariwisata pada peringkat dua dibanding dengan 5 sektor unggulan yang lain yaitu minyak dan gas, garmen, industri pengolahan kayu, industri elektronik.
Pendapatan kelima sektor unggulan yaitu minyak dan gas, garment, industri pengolahan kayu, industri elektronik pada tahun 2004 rata-rata mengalami kenaikan, sektor pariwisata mengalami kenaikan cukup besar peringkat kedua setelah minyak dan gas yang memberikan andil sebesar 10,76 % dari seluruh ekspor nasional.
Dalam beberapa tahun terakhir pariwisata mengalami perkembangan yang cukup pesat. World Tourism Organization (WTO) menyebutkan bahwa pariwisata telah menjadi sebuah industri prospektif dan kompetitif di abad 21. Jumlah wisatawan yang melakukan perjalanan wisata internasional selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan pada tahun 2006 jumlah wisatawan diperkirakan mencapai 850 juta orang. Jumlah tersebut memiliki arti penting karena akan berdampak positif terhadap kondisi perekonomian, baik di tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional. Dalam konteks tersebut diperlukan adanya kesiapan semua pihak terkait termasuk masyarakat, pemerintah dan swasta untuk memberikan pelayanan yang berkualitas kepada wisatawan sehingga mereka memperoleh kepuasan perjalanan.
Perkembangan pariwisata yang demikian pesat tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan untuk menyeimbangkan dua kepentingan besar, yakni memberikan keuntungan ekonomi, baik perekonomian masyarakat maupun perekonomian daerah, serta menopang kelestarian lingkungan alam dan budaya. Keuntungan ekonomi yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat dan daerah akan menyadarkan bahwa pembangunan pariwisata dapat memberikan manfaat yang nyata baik berupa pembukaan lapangan kerja baru maupun pemberian penghasilan tambahan. Manfaat yang nyata tersebut akan memberikan motivasi untuk senantiasa menjaga dan mengelola aset yang menjadi objek dan daya tarik wisata secara bijaksana. Oleh karena itu pengembangan pariwisata hendaknya didasarkan pada pendekatan berbasis masyarakat dengan konsep ekowisata yang menekankan pada komponen pelestarian lingkungan (alam dan budaya), peningkatan partisipasi masyarakat, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal.
Kondisi Pariwisata Salatiga
Secara geografis Kota Salatiga berada di kaki Gunung Merbabu dan Gunung kecil lainnya seperti Gajah Mungkur dan Telomoyo. Kondisi tersebut menjadikan kota Salatiga memiliki panorama yang indah dan udara yang sejuk, yang sangat kondusif bagi pengembangan kegiatan pariwisata. Kota Salatiga juga berada di titik persimpangan Joglosemar (Jogja - Solo – Semarang). Kondisi alam dan posisi ini menjadikan Salatiga sejak dahulu kala menjadi tempat singgah bagi orang-orang yang akan menuju ke lain tempat di Jawa Tengah.
Ditinjau dari struktur ekonomi regional kondisi perekonomian Kota Salatiga selama tahun 1998-2004 telah terjadi perubahan struktur ekonomi akibat laju pertumbuhan ekonomi. Kontribusi Pendapatan Domestic Regional Bruto/PDRB Kota Salatiga lebih dominan pada sektor sekunder dan tersier dibandingkan sektor primer (pertanian, pertambangan, dan penggalian). Pada sektor tersier yang terdiri dari sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor lembaga keuangan, persewaan dan jasa usaha serta jasa-jasa lain merupakan penyumbang terbesar berkisar di atas 27% terhadap total PDRB dalam kurun lima tahun terakhir (SDA, 2000-2004). Hal ini menunjukkan Salatiga mempunyai potensi sebagai kota pariwisata dan perdagangan.
Melihat berbagai potensi yang ada, terobosan pembangunan melalui berbagai kebijakan pembangunan ekonomi Kota Salatiga berikut penciptaan peluang ekonomi yang mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan ekonomi mutlak diperlukan. Demikian juga upaya untuk menemukan dukungan potensi sektoral selain sektor primer (sektor pertanian) merupakan langkah strategis yang perlu mendapat prioritas pengembangannya ke depan.
Salah satu sektor potensial yang diharapkan dapat mendongkrak pengembangan ekonomi masyarakat adalah sektor pariwisata. Hal ini didasarkan kepada pertimbangan ketersediaan potensi wisata, berada di titik persimpangan Joglosemar, kondisi udara Kota Salatiga yang sejuk berikut keunikan obyek yang memiliki nilai ekonomi penting dan dapat dijual baik kepada wisatawan domestik maupun mancanegara. Keunikan tersebut antara lain dapat berupa wisata budaya, wisata pendidikan, wisata alam pegunungan, wisata peninggalan sejarah/prasasti dan bangunan kuno.
Berdasarkan kenyataan saat ini industri pariwisata yang ada belum dikelola secara baik dan profesional berikut dukungan sektor penunjang pariwisata seperti sektor perdagangan, komunikasi, jasa restoran dan perhotelan serta transportasi yang memadai, belum dikembangkan jejaring dengan perguruan tinggi, kurangnya political will dari Pemerintah Kota Salatiga dalam meningkatkan fungsi Kota Salatiga sebagai kota tujuan wisata. Akibatnya waktu tinggal cenderung singkat dan jumlah kunjungan wisatawan masih dirasakan sengat terbatas. Dengan demikian upaya nyata sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan ekonomi masyarakat Salatiga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar