MAJALAH HATI BERIMAN "MAJALAH BERITA WARGA KOTA SALATIGA"

28 Desember 2007

193 Pedagang Terjaring Operasi Yustisi

Sebanyak 193 pedagang kios Pasar Blauran, Salatiga, terjaring operasi yustisi mengenai penegakan perda pasar, pada tanggal 27 November 2007. Kebanyakan pedagang memang belum memiliki surat izin penempatan (SIP). Dari 200 kios baru yang mengambil tempat usaha di pasar tersebut sejak tahun 2005, hanya tujuh kios yang sudah memiliki SIP.

Totok Sugiarto, Kasi Perijinan Dinas Pasar dan Pembinaan PKL, mengungkapkan, perkembangan dan perubahan kesibukan pasar memang cepat sekali. Semakin banyaknya jumlah pedagang di pasar membuat Dinas Pasar merasa kesulitan dalam melakukan pembinaan. Lebih-lebih, banyak pedagang yang belum memiliki SIP. Keadaan ini tak terlepas dari ulah pihak developer yang tidak menyerahkan data konkret pemilik kios. Oleh karena itulah, operasi yustisi perlu dilaksanakan.

Dalam operasi tersebut, pedagang mendapat pembinaan agar mereka mengetahui kewajibannya sebagai pedagang di pasar. Dengan pembinaan ini, pedagang juga menjadi tahu cara mengurus SIP tanpa melalui calo. Kepemilikan SIP ini penting untuk menghindari sengketa kepemilikan kios mengingat dalam kurun waktu tiga tahun saja, sudah banyak kios yang berpindah tangan. Oleh karena itu, Dinas Pasar dan Pembinaan PKL berusaha meningkatkan kinerja untuk meningkatkan pendapatan asli daerah melalui manajemen pasar yang baik. Dinas Pasar dan Pembinaan PKL juga mewajibkan aparatnya untuk memberikan pelayanan kepada pedagang yang mengurus ijin usahanya dengan tertib dan tidak bertele-tele, tepat dan cepat.

Kepemilikan kios di Pasar Blauran adalah HGB (hak guna bangunan) selama 25 tahun. Jika masa berlaku HGB sudah habis, segala bangunan itu milik Pemkot Salatiga. Harga kios itu bervariasi. Kios dengan luas 3m x 4m yang lokasinya berdekatan dengan jalan berharga 35 juta, sedangkan kios yang berada di dalam pasar berharga 22 juta. Sementara, biaya pengurusan SIP untuk 3 tahun adalah Rp 145.000,00 dan dapat diperpanjang setiap tiga tahun dengan biaya Rp 45.000,00.

Karena begitu banyaknya jumlah pedagang, Tim Yustisi yang saat operasi berlangsung berada di lokasi tampak kewalahan memberikan pembinaan. Dalam operasi tersebut, pedagang yang belum memiliki SIP mendapat surat panggilan. Pada surat itu pedagang diminta hadir di Kantor Satpol Pamong Praja Jalan Letjen Sukowati 51, Salatiga, untuk mengurus administrasi pada 4 Desember 2007.(kst)

PKL Berbuah Prestasi

Berkarya sembari melaksanakan tugas wajib praktek kerja lapangan (PKL) merupakan program dual system pendidikan yang memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Sistem ini penting sebagai bahan referensi penilaian tentang kualitas kerja, bakat, karakter, dan kemampuan siswa secara obyektif.

Pasalnya, siswa tidak hanya membantu pekerjaan di lingkungan instansi/kantor atau perusahaan tertentu secara formal. Mereka juga berkesempatan untuk berkembang dengan memperoleh tambahan ilmu yang sesuai dengan bidangnya. Dengan cara ini, siswa diharapkan dapat berkembang, maju dan terarah, selain mendapat pengalaman bekerja.

Manfaat dari pengalaman seperti ini sangat dirasakan oleh Sidik Adi Wahono (17) dan M. Irfanu Riza (18). Kedua siswa jurusan Elektro Industri di SMK Negeri 2 Salatiga ini merintis prestasi melalui PKL di PT Yogya Presisi Teknikatama Yogyakarta. Berbekal ketekunan, disiplin, kreatifitas, dan dukungan dari team work tempatnya bekerja, pengarahan dari pihak sekolah di bawah pimpinan Drs. Reza Parlevi serta sponsorship, mereka mampu memodifikasi dan merancang barang-barang tepat guna yang efisien dan sederhana.

Dua siswa ini sudah menghasilkan tiga produk. Pertama, emergency LED, yakni produk untuk keadaan darurat. Bila lampu mati, maka alat ini akan otomatis menyala. Memang, saat ini sudah terdapat produk serupa di pasar. Namun putera Salatiga ini mampu mendesain lebih kecil, praktis, dan tahan lama dengan ketajaman terang yang tidak kalah dengan lampu yang ukurannya lebih besar. Tak hanya itu, produk ini juga dipastikan lebih hemat energi.

Kedua, otomatic lamp, yaitu produk yang menggunakan sensor intensitas cahaya matahari yang dapat menyesuaikan dengan waktu dan cuaca. Sekarang, produk serupa telah digunakan untuk lampu-lampu penerang jalan. Namun mereka mencoba mendesain lampu otomatis ini sedemikian rupa untuk kapasitas rumah tangga. Produk ini efektif untuk dipasang sebagai lampu teras karena akan menyala sendiri di malam hari dan mati dengan sendirinya di siang hari. Dengan demikian, pemilik rumah tidak perlu selalu mengingat-ingat lampu teras, sudah menyala atau sudah mati.

Ketiga, lampu otomatis untuk kamar mandi. Keistimewaan lampu ini adalah, saat seseorang masuk kamar madi, lampu akan menyala sendiri. Bila orang tersebut meninggalkan kamar mandi, lampu otomatis akan mati. Dengan begini, penghuni rumah dapat menghemat penggunaan listrik.

Di sela-sela kesibukannya mengikuti aktivitas pekerjaan di perusahaaan, mereka berhasil memberikan nilai plus melalui hasil rancangan tersebut. Sebagai tanda penghargaan dan simpati, manajemen perusahaan tersebut memberikan beasiswa untuk melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Bahkan, keduanya akan terus dilibatkan dalam riset dan perkembangan teknologi lebih lanjut.

Tentu saja , baagi dua pemuda itu, perkembangan seperti ini di luar dugaan mereka. Sebelumnya, mereka hanya berpikir akan mencari pekerjaan selepas SMK. Karena itulah, mereka sangat bersyukur karena jalan untuk meraih cita-cita dan harapan lebih tinggi telah terbuka.(ind)

22 Desember 2007

Sebuah Refleksi Natal dan Idul Adha

Solidaritas We di Kurikulum Sekolah

(Sebuah Refleksi Natal dan Idul Adha)



Oleh: Izak Lattu*)

Beberapa waktu lalu, Romo Budi Subanar, Ph.D, SJ, Koentjoro Ph.D, dan Mayang Diantami berbicara dalam diskusi Perdamaian Harus Masuk dalam Ajaran Sekolah. Mereka menjelaskan esensi perdamaian secara konkret yang harus diajarkan di sekolah. Tujuannya, murid menghargai perbedaan di antara mereka agar ketika hidup di masyarakat, semangat itu tertanam sehingga dapat mengantisipasi konflik akibat perbedaan ras, suku, agama, maupun golongan.

Semangat ini seperti yang diulas Dr. Farid Esack, muslim keturunan Malaysia, dari Afrika Selatan, dalam bukunya, Quran, Liberation and Pluralism. Buku ini menekankan pentingnya meninggalkan hubungan I (saya) dan you (anda) menjadi sebuah hubungan yang berbasis solidaritas, yaitu we (kita). Bagi Esack, pengalaman hidup berbasis solidaritas tanpa mengenal sekat primordialisme (solidaritas we) dialaminya secara langsung di masa kecil.

Masyarakat Afrika Selatan pada masa kecil Esack hidup dalam sistem apartheid (politik diskriminasi). Diskriminasi ini terutama terhadap orang kulit berwarna dan Afrika. Seluruh keluarga Esack yang berjumlah tujuh orang dihidupi oleh ibunya yang janda. Keluarganya kebetulan bertetangga dengan keluarga Kristen Afrika, yang kehidupan ekonominya di bawah rata-rata, yang setali tiga uang dengan keluarga Esack. Untuk menanggung beban ekonomi yang berat, kedua keluarga ini sering berbagi untuk kebutuhan sehari-hari.

Pengalaman inilah yang memicu Esack untuk melahirkan konsep solidaritas we (kami) sebagai bentuk dialog praksis yang nyata. Sebuah pengalaman hidup bersama yang melahirkan solidaritas suffering others (orang-orang yang menderita), meminjam istilah Paul Knitter (1993). Pengalaman kehidupan bersama yang dialami Esack adalah sungguh sebuah hubungan yang secara induktif membangun solidaritas kemanusiaan meski berlatar sosial berbeda. Jaring laba-laba solidaritas bersama terajut dari perbedaan pada galibnya melahirkan perdamaian sejati dalam sebuah masyarakat plural.

Hidup bersama secara pro-exitence (hidup berdampingan, saling memahami, dan membantu) seperti yang dipraktekan Esack ternyata dapat dengan gampang ditemui di masyarakat Salatiga. Seperti hubungan antara keluarga Titi (Islam) dan keluarga Stevanus Sunaryo (Kristen), warga Monginsidi IV, Salatiga. Meskipun berbeda agama, kedua keluarga ini saling membantu tanpa menghiraukan batas keyakinan. Model hidup seperti ini mempertegas solidaritas sosial seperti yang diinginkan semua agama secara ideal.

Dialog Sosial

Di era global seperti sekarang ini, ketika sekat pemisah masyarakat semakin tipis akibat derasnya arus informasi, perlu sebuah sikap baru dalam memandang orang lain. Sebab, kehidupan saat ini adalah kehidupan dalam sebuah global village (desa global) yang berinteraksi dengan sangat tegas. Karena itu, perlu penghargaan terhadap perbedaan. Penghargaan terhadap perbedaan membutuhkan pemahaman. Sedangkan pemahaman membutuhkan upaya untuk belajar dari orang lain. Dialog memberikan ruang yang cukup untuk proses saling belajar dan saling memahami. Oleh karenanya, Mohamad Khatami, mantan Presiden Republik Islam Iran, merasa perlu mengusulkan dialogue of civilizations (dialog antarperadaban) ketika berbicara di PBB New York, September 1998. Dialog ini merupakan jalan keluar untuk menghindari clash of civilizations (benturan antarperadaban) yang disinyalir oleh Samuel P. Huntington.

Dialog tidak sekadar percakapan, apalagi sebuah round table formal dengan peserta berdasi. Dialog adalah sebuah cara berpikir baru, melihat, dan merefleksikan dunia dan maknanya, dalam rangka mengafirmasi perbedaan. Karena itu, tujuan dialog menurut Leonard Swidler dan Paul Mojzes dalam The Study of Religion in an Age of Global Dialogue (2000:147) adalah supaya pihak-pihak yang terlibat dalam dialog terbuka untuk belajar dari orang lain, sehingga mereka tanpa paksaan dapat berubah dan bertumbuh ke arah penghargaan terhadap perbedaan secara positif.

Dialog juga termasuk interaksi sosial antarpemeluk agama, suku, ras, atau golongan yang berbeda. Pengalaman hidup sehari-hari adalah bentuk dari dialog berbasis common experience (pengalaman sehari-hari) yang memberikan perhatian pada tindakan nyata dan aspek kemanusiaan. Dengan demikian akan terjadi deep-dialogue (dialog mendalam) sehingga pihak yang berdialog mengalami mutual transformasi.

Di Indonesia, dialog sosial untuk menghadirkan perdamaian sejati dirasakan mendesak. Konflik di Maluku, Poso, Kalimantan, Papua, dan Aceh termasuk kerusuhan Mei 1998, merupakan indikasi perlunya dialog ini. Pengalaman konflik sosial itu, mendesak semua pihak untuk sungguh-sungguh mencari jalan meretas perdamaian sejati di Indonesia. Memang, ihwal konflik sosial di Indonesia tidak bisa serta-merta dicarikan kambing hitam. Namun, setidaknya diskusi Romo Banar dan kawan-kawan dapat menjadi satu rujukan penting. Sebagai bangsa, kita memerlukan pendidikan perdamaian. Persoalannya, pada sistem pendidikan Indonesia dari aras paling rendah sampai perguruan tinggi, tidak mencakup kurikulum yang secara serius dan terencana menggagas sebuah pendidikan perdamaian.

Pendidikan perdamaian dapat dilakukan secara formal (masuk kurikulum). Secara informal, pendidikan itu dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya, camping perdamaian bagi siswa/mahasiswa dengan latar agama, suku, dan pendidikan yang beragam. Pendidikan perdamian dapat menjadi ajang diskusi. Pendidikan ini dapat dirancang semacam dialog faith meets faith, yakni, orang dengan suku dan agama yang berbeda duduk bersama dan membicarakan titik temu dari berbagai perbedaan. Namun, titik temu tersebut tidak perlu dipaksakan bila ternyata tidak terjadi konvergensi karena tujuan utama dialog adalah saling memahami perbedaan. Bentuk lainnya adalah aksi bersama. Pada aras yang kecil, aksi bersama memungkinkan mereka lebih banyak berintereaksi dan melahirkan solidaritas yang kuat. Selain itu, kegiatan karitatif, seperti membersihkan rumah-rumah ibadah secara bersamaan, juga dilakukan dalam rangka menumbuhkan penghargaan terhadap perbedaan.

Pendidikan perdamaian hanya sebuah contoh kecil dari upaya membangun pintu masuk bagi perbedaan dalam rangka menghadirkan sebuah perdamaian Indonesia yang luhur. Kita berharap, pendidikan akan melahirkan generasi baru Indonesia yang mampu mengafirmasi perbedaan secara positif dan melihat sesamanya secara par cum pari (setara). Semoga.(*)

*)Pengajar pada Fakultas Teologi UKSW

Aktif di Forum Antar Iman Salatiga untuk Solidaritas Sosial (FAISSAL)

21 Desember 2007

Renungan Natal Tahun 2007

oleh : Drs. Petrus Resi,M.Si


Sama seperti menyongsong hari raya natal tahun-tahun sebelumnya,dalam rangka natal 2007 ini, gereja Katolik masing-masing keuskupan setempat di Indonesia, termasuk Keuskupan Agung Semarang, selalu mencanangan suatu tema masa adven yang sangat relevan dengan perkembangan sosial kemasyarakatan bangsa untuk direnungkan dan direflesikan secara mendalam oleh seluruh umat Katolik di setiap gereja paroki sebagai wujud konkret kesiapan hati dan budi serta ungkapan tobat umat Katolik menyambut kelahiran Yesus, juru selamat umat manusia. Tema adven tahun 2007 bagi Keuskupan Agung Semarang adalah “Pendidikan iman bagi anak dan remaja” yang dijabarkan dalam empat sub tema yang wajib direnungkan oleh seluruh umat lingkungan lewat empat kali pertemuan sarasehan dimasing-masing paroki se-Keuskupan Agung Semarang sehingga umat Allah mampu mengembangkan pola penggembalaan yang mencerdaskan umat beriman dan mendorong keterlibatan aktif umat dalam memangun habitus baru berdasarkan semangat Injil.

Secara hakiki tema dan sub tema adven natal 2007 ini mempunyai tautan yang sangat relevan dengan tingkat kesulitan yang dihadapi oleh semua orang tua masyarakat Indonesia pada umumnya dalam mendidik anak dan remaja di tengah arus globalisasi dewasa ini. Bagi orang tua yang beragama Katolik khususnya, tugas dan tanggung jawab mendidik anak berakar dan berdasar pada panggilan suami istri untuk berpartisipasi dalam karya penciptaan Allah, yaitu melahirkan, mendidik, dan mengembangkan anakanak. Hal seperti ini merupakan suatu konsekuensi atas perkawinan Katolik yang berpijak pada berkat rahmat sakramen perkawinan yang dimampukan untuk mencintai satu sama lain sebagai tanda nyata dan kelihatan dari cinta Kristus kepada umat manusia dan gereja. Bagi orang Katolik, perkawinan merupakan dasar terbentuknya komunitas yang lebih luas, yaitu keluarga yang diwujudkan dalam hubungan seksual berdasarkan kasih dan memampukan suami-istri untuk bekerja sama dengan Allah dalam memberikan kehidupan kepada pribadi manusia ( keturunan ) yang baru berupa anak manusia. Jadi kelahiran anak merupakan tanda kehidupan dan anak-anak adalah anugerah atau karunia Allah dari perkawinan yang paling luhur. Bahkan menurut keyakinan agama Katolik, anak-anak dilahirkan sebagai anugerah istimewa dari Allah karena merupakan gambar dan citra Allah sendiri. Dalam konteks perkawinan yang sangat sakral dihadapan dan oleh Allah sendiri, gereja Katolik mengajarkan bahwa tujuan perkawinan itu adalah terbuka pada keturunan dan pendidikan anak, maka setiap keluarga katolik selalu dipanggil dan diutus untuk menjadi tempat pendidikan utama dan pertama. Lewat keluarga inilah anak-anak dan remaja mulai dididik dalam segala yang baik dan benar, sehingga pendidikan orang tua terhadap mereka menjadi tidak tergantikan. Hak maupun kewajiban orang tua untuk mendidik anak dan remaja bersifat hakiki, sebab sangat berkaitan dengan penyaluran hidup manusiawi. Selain bersifat asali dan utama, peran orang tua dalam pendidikan anak dan remaja juga karena adanya keistimewaan hubungan cinta kasih antara orang tua dan anak-anak. Walau pendidikan orang tua terhadap anak dan remaja tak tergantikan dan tidak dapat diambil alih atau diserahkan kepada orang lain, tetapi dari perspektif sosial dan lingkungan, tiap orang tua termasuk keluarga Katolik masih tetap membutuhkan dukungan lembaga pendidikan baik swasta maupun negeri karena pendidikan bagi hidup manusia lewat sekolah memiliki arti dan makna yang sangat penting dan istimewa, yaitu membekali dan membentuk anak agar tumbuh secara seimbang dan sempurna sebagai manusia, baik dalam memahami aneka pengetahuan ( kognitif ), mengolah dan mengungkapkan emosi atau perasaan ( afektif ), maupun mempunyai ketrampilan untuk mengolah dan mengembangkan bakat dan kemampuan atauketrampilan ( psikomotorik ). Dari sini, semua orang tua dituntut untuk tetap mampu membangun hubungan kerjasama yang baik dan sinergis dengan lembaga pendidikan agar sebagai partner orang tua, sekolah termasuk sekolah Katolik, dapat memainkan peranannya secara optimal, yaitu mencerdaskan anakanak bangsa lewat penanaman nilai-nilai luhur hidup dan budaya bangsa, membekali ketrampilan hidup dalam masyarakat, serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang sesuai dengan zamannya. Dan, secara spesifik, keberadaan lembaga pendidikan, terutama sekolah Katolik bagi orang tua, Katolik tetap menjadi partner yang baik bagi orang tua karena sekolah Katolik mampu menciptakan hidup bersama siswa yang dijiwai semangat Injil, cinta kasih melalui pendidikan religiusitas, mendidik dan mengenalkan aneka nilai kemanusiaan( humaniora ) untuk menghargai perbedaan. Selamat Natal tahun 2007.

20 Desember 2007

Suara Salatiga "Dalam Radio"


Radio, kata itu sangatlah akrab di telinga dan tertanam di alam bawah sadar kita. Jika mendengarnya maka secara otomatis terbayang di benak kita, benda elektronik yang mengeluarkan suara tersebut. Bila membayangkan dapur siaran, maka terlintas dalam pikiran kita, ada seorang atau lebih sedang asik berbicara di depan mic. Bahkan ada pula yang tertawa sendirian tanpa sebab demi membuat suasana hidup siaran.

Jasa dan kiprah media elektronik yang satu ini tentunya tidak disangsikan lagi. Berikut paparan manager Radio Siaran Pemerintah Daerah (RSPD Suara Salatiga), atau yang sekarang ini lebih akrab dengan nama SS FM, Boaz Rudi Martiama mengenai peran stasiun yang dikelolanya di tengah masyarakat.

Boaz, nama akrab beliau sangat berpengalaman dalam dunia yang satu ini. Sejak lulus SMA tahun 1983 sudah masuk dalam dunia siaran. Bahkan pada tahun 1989-1993, bersama dengan tiga temannya sebagai pengelola LPPI (lembaga penyiaran public Indonesia) Cabang Semarang.

Sejak tahun 2004 barulah Boaz masuk di RSPD Salatiga, sebagai pengelola iklan. Di tahun berikutnya 2005 barulah Radio Pemerintah Kota Salatiga ini berubah gelombang siaran dari AM ke FM. Pada tahun tersebut nama RSPD ditambah dengan RSPD Suara Salatiga FM. Terjadi pula perombakan sarana penunjang serta terdapat seorang investor yang menambah sumber daya manusianya, demikian pula peningkatan pendapatan para pekerjanya.

Nama Suara Salatiga diberikan adalah dengan maksud pendengar semakin global, asumsi yang selama ini merupakan radio Pemkot agar sedikit terkurangi. Dengan demikian dari segi bisnis radio ini memiliki nilai jual yang cukup tinggi, karena promosi ke luar daerah juga semakin gencar.

“Evek penambahan nama jauh lebih marketable, gaungnya semakin jauh lebih luas sehingga masyarakat Salatiga lebih akrab. Kemudian semakin lama SS juga berjejaring dengan 32 RSPD se-Jawa Tengah di bawah RRI. Selain itu pula SS berjejaring dengan radio Neidherland Belanda dimana komunitasnya di Indonesia ada 98 radio” terang Boaz.

Karena persaingan dunia radio sangat tinggi memacu semangat pengelola untuk lebih agresif. Dengan terjalinnya kolegalitas-kolegalitas tersebut SS mampu menghidupi para pekerjanya serta memberikan setoran pendapatan asli daerah (PAD) Kota Salatiga.

“Menyiasati tingkat kompetisi yang sangat tinggi tersebut, selain menjalin hubungan dengan berbagai stasiun radio di atas, SS juga giat menjalin hubungan dengan berbagai pihak dan komunitas. Kami mengiformasikan kegiatan dan produk mereka, dengan demikian mereka juga sebaliknya menginformasikan keberadaan dan eksistensi SS kepada pihak-pihak lain yang menghasilkan kerja sama baru” tambah Boaz.

Kerjasama SS juga terjalin akrab dengan berbagai media cetak, dengan begitu eksistensi SS di tengah masyarakat semakin diakui dan jangkauan pendengan semakin luas. “Manfaat dari berbagai kerjasama menimbulkan coverage atau jangkauan siaran meluas, sehingga informasi yang kita berikan kepada masyarakat bisa dirasakan. SS tidak hanya di dengar di Salatiga namun sampai juga di telinga para pendengar luar daerah yang jauh seperti Kota Demak dan Puwodadi. Dengan demikian efektifitas kerjasama dengan SS tercipta, dari segi biaya kami juga sangat evisien (lebih murah dibandingkan denga media lain seperti media cetak dan televisi)” ungkap Boaz.

Di tahun 2007 ini titik berat SS dalam program siaran adalah mencakup beberapa sektor yaitu: bidang pendidikan, kebudayaan, olah raga, pengembangan pemuda dan remaja, peningkatan kesejahteraan Usaha Kecil Mandiri (UKM) dan pemerinthan.

Pertama,pada sektor pendidikan SS FM sangat intensif menanamkan dan mengajak meningkatkan minat baca masyarakat Salatiga pada khususnya serta masyarakat luas pada umumnya. SS FM dalam setiap pergantian jam siaran selalu ada himbauan untuk membaca yaitu “Dengan membaca kita jadi tahu banyak, dengan membaca kita tahu banyak, karena membaca adalah jendela informasi dunia”. Ajakan tersebut sangat akrab di kalangan pendengar SS FM.

Hal tersebut terus dilakukan dengan maksud untuk memotifasi masyarakat agar terus membaca dan terus menambah ilmu, membekali diri dengan membaca. Program riil yang disiarkan misalnya Warti (warta terkini). Ada beberapa bagian dalam siaran dengan mendatangkan narasumber yang benar-benar mumpuni untuk memberikan motivasi kepada masyarakat agar gemar membaca. Program ini diadakan khusunya pada Jum’at pagi pukul 07.00-08.00 WIB.

Selain itu SS FM juga menyajikan informasi-informasi terkini yang dirangkum dari media cetak seperti Koran dan majalah dan juga internet, mengenai kejadian-kejadian baru yang ada di Salatiga, Indonesia bahkan Dunia.

Kedua, bidang kebudayaan, SS FM turut serta dalam melestarikan kebudayaan local Salatiga. Wujud dari program ini adalah dengan mengajak masyarakat khususnya pemuda untuk berperan lagi dalam melestarikan budaya karena kebanyakan budaya local juga merupakan aset wisata di Salatiga.

SS FM dalam hal ini menggelar berbagai event diaataranya: mengadakan lomba Tari Jawa, parade Kerocong dan pagelaran wayang kulit. SS FM dalam waktu dekat ini juga sedang mengagas parade Wayang Bocah (dalang cilik) dan Cokekan (permainan seperangkat gamelan sederhana yang digunakan untuk mengisi acara manten.

Dalam siarannya SS FM juga enyajikan siaran langsung keroncong, Cokekan, wayang kulit. Selain sebagai refresing masyarakat juga untuk mengingatkan kembali bahwa budaya local jangan sampai hilang sehingga diakui oleh bangsa lain.

Ketiga, di bidang olah raga, SS FM menyahuti ajakan Walikota Salatiga untuk menjadikan Salatiga sebagai Kota Olah raga. Pihak SS FM turut serta dalam berbagai cabang olah raga seperti Catur, Studio SS FM sebgai home base atau untuk latihan dan try out bagi para pecatur. “Hasilnya sangat mengagumkan, setelah satu tahun diadakan home base para pecatur yunior Salatiga mulai berbicara di tingkal regional bahkan nasional. Seperti belum lama ini memboyong medali emas, perak dan perunggu dari kejuaraan yang diadakan di Purbalingga. Di tingkat nasional Salatiga juga masuk dalam 10 besar” terang Boaz.

Keempat, bidang pengembangan pemuda, SS FM menggelar bermacam kegiatan yang memengakomodasi talenta mereka. Ajang yang digelar berupa lomba nyanyi, lomba dance, lomba band pelajar, dan lomba ketangkasan bersepeda motor (free style). Hal tersebut dimaksudkan untuk menggali peotensi mereka serta menjauhkan mereka dari kegiatan negative, seperti pemakaian obat terlarang dan pergaulan bebas.

Kelima,bidang UKM, pihak SS FM menjalin kerjasama dengan UKM dan Koperasai untuk memberikan binaan terhadap UKM di Kecamatan. “Kami juga mengadakan pasar rakyat, expo dan aktif mempromosikan produk UKM Salatiga ke daerah luar” papar Boaz.

Keenam,bidang pemerintahan, “SS FM selalu memberikan ruang seluas-luasnya kepada Pemkot Salatiga untuk menginformasikan semua rencana dan kegiatan pembangunan yang terlaksana. Kami selalu siap untuk memancarkan langsung siding paripurna dewan, dialog interaktif dan siaran langsung peringatan hari besar agama” tambah laki-laki ber-style nyentrik ini.

“Sedang di tahun depan kami akan tetap memprioritaskan program ungulan tersebut, mengingat program tersebut telah lekat di masyarakat dan haasilnya memuaskan. Dalam prosentase acara terbagi menjadi: hiburan 50%, pendidikan 20%, berita dan informasi 20%, lain-lain 10%” tutup Boaz.

19 Desember 2007

Bukan Negeri Bencana


Hingga menjelang ujung tahun 2007, masih saja ada musibah yang menimpa Tanah Air. Seolah, bencana memang tak ingin jauh dari Republik ini. Masyarakat kita pun menjadi sangat akrab dengan berbagai berita tentang tanah longsor, banjir, kecelakaan alat transportasi, kebakaran hutan, dan musibah lainnya. Mungkin, tak berlebihan, jika akhirnya, masyarakat kita menganggap setiap bencana sebagai peristiwa biasa.

Meskipun demikian, amatlah berlebihan jika ada yang sanggup menyebut Indonesia sebagai negeri bencana, tanah bencana, atau republik bencana. Pasalnya, di tengah kesedihan hebat yang melanda bangsa besar ini, masih ada secercah kebahagiaan, yang diusung Trianingsih dkk., dari ajang Sea Games 2007 di Thailand. Meskipun bukan juara umum, posisi Indonesia di peringkat empat setelah Thailand, Malaysia, dan Vietnam itu sudah cukup menghibur karena sesuai target. Terlebih, bagi warga Kota Salatiga. Pasalnya, putera daerahnya turut menyumbang emas dalam ajang bergengsi itu. Mereka adalah Trianingsih dan Dwi Ratnawati.

Keberhasilan ini membuktikan bahwa tak hanya warga kota besar yang mampu berprestasi, warga kota kecil pun bisa. Sukses ini juga menjadi bukti bahwa negeri ini tak pantas disebut sebagai negeri bencana.

Redaksi

06 Desember 2007

Sinterklas Bagi Bingkisan di RSUD


Dua puluh lima muda-mudi Gereja Mawar Saron (bekas Gedung Madya) mengadakan kunjungan malam hari ke BP RSUD Salatiga pada 5 Desember 2007. Dalam acara itu, mereka membagikan snack dan minuman bagi petugas jaga dan penunggu pasien. Acara ini merupakan bentuk kepedulian amal kasih terhadap sesama dalam rangka memperingati Hari Natal Tahun 2007.

Mengawali kunjungan tersebut, para pemuda disambut oleh Humas BP.RSUD, Zaenal S.Ag. Mereka mendapat penjelasan seperlunya tentang keadaan ruangan rawat inap yang ada. Selanjutnya, rombongan berkunjung ke ruang bersalin untuk membagikan makanan ringan dan minuman. Acara pembagian bingkisan ini dilanjutkan di depan ruang Melati, Cempaka, dan Mawar . Bingkisan dibagikan kepada keluarga pasien yang sedang berjaga.

Arifin, kordinator acara itu mengungkapkan, kegiatan ini merupakan spontanitas kaum muda-mudi yang sebagian besar mahasiswa. Untuk menambah semaraknya pembagian bingkisan, mereka mengenakan topi merah berbalut putih seperti sinterklas menambah.

Selain jemaat gereja yang berlokasi di Jalan Sukowati, Salatiga, itu, gereja-gereja di Salatiga pada umumnya juga melakukan amal kasih dalam rangka menyambut Hari Natal. Beberapa di antaranya mengadakan kunjungan ke panti asuhan, membagikan pakaian pantas pakai, dan membantu sesama yang membutuhkan bantuan dan pertolongan.( kst )

 
template : Copyright @ 2010 HUMAS SETDA KOTA SALATIGA. All rights reserved  |    by : boedy's