MAJALAH HATI BERIMAN "MAJALAH BERITA WARGA KOTA SALATIGA"

05 April 2007

Who am I Mom?

Pentas Teater ala Qaryah Thayyibah

Sore itu terlihat kerumunan anak belasan tahun mengangkat kursi ke suatu ruang kelas. Kain dan pernak-pernik dekorasi lain mereka susun. Dengan penuh semangat mereka bahu-membahu mengotak-atik letak kursi dan perabot lainnya. Sesekali salah seorang dari mereka menjauh. Seperti layaknya ahli seting panggung. Dia mengamati dari sudut kanan, kiri dan depan. Setelah itu memberi tahu temannya untuk mengubah letak perabot tersebut.

Di ruang lain ada beberapa anak sedang menenteng lembaran kertas naskah. Mereka berusaha menguatkan hafalan kalimat-kalimatnya. Sambil berusaha berperan sebagai seorang aktor, mereka berusaha mengeluarkan kemampuan olah tubuh dan ekspresinya. Sedang dari sebuah ruang tamu terdengar lantunan musik yang bernuansa kesahduan.

Begitulah kesibukan siswa-siswi SMP Alternatif Qaryah Thayyibah Kelurahan Kalibening, Kota Salatiga, dalam mengisi libur sekolah awal Februari 2007. Minggu sore itu mereka mempersiapkan lima lakon pementasan teater sekaligus.

“Teater merupakan salah satu media seni pementasan yang efektif. Seperti halnya ketoprak dan wayang orang. Dalam seni pertunjukan tersebut sarat dengan pesan-pesan moral” tutur seorang siswa Maia.

Sudah tiga hari ini mereka disibukkan dengan latihan yang melelahkan. Dari pengetahuan tentang teater, teknis dasar baik olah vokal, olah rasa, olah tubuh, musik, peran bahkan sampai teknik pembuatan naskah, lighting dan seting panggung. Para instruktur didatangkan dari Teater Getar Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga.

Dari pentas tersebut mereka diharapkan mampu menerapkan ilmu yang telah didapatkan selama tiga hari dari para pelatih. Dengan begitu mereka akan berbagi peran. Ada yang membuat naskah, menjadi sutradara, pemeran, pemain musik latar dan bagian lighting. Setelah semua dibagi, kemudian mereka konsentrasi pada tugas masing-masing. Para pemain dan sutradara membedah naskah untuk mengetahui tema inti dari naskah tersebut agar pesan yang ada dapat disampaikan secara tepat dan utuh.

Dua naskah utama berjudul “Who am I Mom?” dan “Anak Angin”. Who am I Mom bercerita tentang kehidupan nyata seorang anak. Dia terlahir tanpa bapak. Seperti realita yang terjadi di masyarakat kita, itu merupakan kejadian yang belum bisa diterima. Anak itu menjadi bahan pembicaraan dan omongan semua anak yang berada di sekelilingnya. Namun sang ibu berprinsip bahwa semua anak terlahir suci. Sang ibu menyampaikan kepada sang anak bahwa ia terlahir suci, yang berbuat dosa adalah ibu.

Kemudian naskah “Anak Angin” bercerita tentang seorang anak yang frustrasi terhadap kehidupannya. Dia menghabiskan waktu dengan perbuatan negatif. Semua kejelekan dia jalani untuk mengalihkan rasa stres yang selalu menghinggapi perasaannya. Tapi orang tuanya dengan sabar selalu berpesan kepada sang anak agar mengalihkan pelampiasan tersebut kepada hal-hal yang positif. Sedangkan 3 naskah lain bercerita tentang hantu.

Maia, pembesut naskah sekaligus sutradara Who am I Mom? Mengisahkan bahwa dia menggelar acara latihan teater adalah untuk mengembalikan kembali budaya lokal Indonesia. Dengan teater pesan budaya lokal akan masuk ke dalam suatu pementasan, berbeda dengan film dan sinetron di televisi. Selama ini anak-anak dan orang Indonesia disuguhi dengan cerita yang berbau hedonis, kekerasan dan penindasan. Jarang sekali suatu film mengambil seting masyarakat umum. Tidak lagi cerita yang diangkat membumi dan sesuai dengan budaya lokal. “Yang ada adalah pengalihan budaya barat ke bangsa ini,” kritik Maia.(lux)

Tidak ada komentar:

 
template : Copyright @ 2010 HUMAS SETDA KOTA SALATIGA. All rights reserved  |    by : boedy's