MAJALAH HATI BERIMAN "MAJALAH BERITA WARGA KOTA SALATIGA"

22 April 2007

legenda CABEAN


Kalau dicermati nama-nama sebutan lingkungan di Kota Salatiga mempunyai arti tersendiri. Asal-usul lingkungan tersebut mempunyai ceritera yang unik. Kebanyakan nama tersebut memiliki nilai kegiatan masyarakat. Khususnya pada masa sebelum Indonesia Merdeka, yang tepatnya pada masa penjajahan Belanda.

Lingkungan Cabean terletak di Kelurahan Mangunsari juga memiliki cerita tersendiri. Menurut dongeng sesepuh warga masyarakat setempat, Samad (69 th) yang mendapat cerita dari kakeknya bernama mbah Muchiyar, keberadaan Cabean pada jaman Belanda yaitu dimasa VOC berdagang rempah-rempah, VOC menganjurkan warga masyarakat untuk menanam tumbuh-tumbuhan yang cocok dan menghasilkan rempah-rempah. Hal ini dikarenakan keberadaan rempah-rempah saat itu memang banyak peminatnya, terutama untuk masyarakat di benua Eropa. Hal tersebut bertujuan untuk mengantsipasi tubuh agar tetap stabil hangat dalam melawan cuaca dingin, karena memang di benua Eropa memiliki cuaca yang cukup dingin.

Untuk mengingat hasil rempah-rempah yang dihasilkan dari masyarakat setempat, Pemerintah Belanda memberi nama pedukuhan tersebut dengan istilah yang mudah di ingat, yang ada kaitannya dengan hasil bumi yang dimilikinya.

Nama Cabean berasal dari tanaman yang pohonnya merambat dipepohonan lain. Buahnya seperti lombok dengan ukuran besar. Rasanya pedas sekali dan cocok untuk menghangatkan tubuh serta tidak mempunyai dampak negative.

Masyarakat Kota Salatiga banyak yang punya anggapan kalau nama Cabean berasal dari tanaman Lombok, tetapi jenis tanaman cabe memiliki ciri-ciri tersendiri.

Buah Cabe memiliki berukuran lebih besar dari lombok, batangnya merambat dipohon, sedangkan daunnya seperti daun sirih berukuran besar. Bila buahnya dipipil seperti beras berukuran kecil atau menir.

Didaerah sini pada zaman dahulu terdapat sesepuh penyebar agama Islam yang mendirikan pondok pesantren. Sesepuh tersebut bernama Kyai Abdul Wahid. Beliau terkenal dengan sebutan mbah Cabe.

Karena sebagai tokoh panutan warga masyarakat waktu itu, mbah Wahid disamping menyebarkan agama Islam juga selalu memikirkan warga masyarakatnya untuk meningkatkan kesejahteraan. Kini Mbah Cabe telah wafat dan dimakamkan di TPU Cabean. Sebagai tokoh masyarakat yang berperan dalam lingkungan setempat, kini banyak warga masyarakat yang berziarah, tapi saat ini nampak sepi-sepi.

Pada pemerintahan jaman Belanda, Mbah Wahid menganjukan untuk menanam cabe agar yang hasilnya dapat dibeli oleh VOC. Ternyata anjuran tersebut disambut baik oleh masyarakat, alhasil daerah pedukuhan itu menanam cabe sangat luas dan hampir semua kebun dimanfaatkan untuk menanam cabe. Akhirnya daerah pedukuhan tersebut mendapat julukan Cabean. Namun sekarang pemandangan dilingkungan Cabean tentang tanaman cabe, sudah tidak ada lagi. Namun apabila warga masyarakat ingin mengetahui tanaman cabe dapat melihat di wilayah perkebunan karet dan kopi di Kecamatan Limbangan Kabupaten Kendal. Disana tumbuhan cabe tersebut tumbuh subur diantara tanaman karet dan kopi dengan cara merambat sebagai tanaman liar.

Samad sebagai pensiunan TNI angkatan darat mengakui bahwa nama-nama pedukuhan di Salatiga mempunyai arti sendiri-sendiri. Dia memberi contoh lingkungan Pengilon, menurutnya, Dukuh Pengilon dulu merupakan pedukuhan yang tertata rapi. Nama Pengilon tersebut berasal dari bahasa jawa yang artinya cermin. Dukuh tersebut diberi nama pengilon dengan harapan agar pedukuhan lainnya dapat mencontoh pembangunan di pedukuhan tersebut. Sedangkan dukuh Ngawen karena berdekatan dengan pasar.

Dalam kemajuan jaman saat ini peranan tanaman cabe dimanfaatkan sebagai bahan jamu penghangat tubuh. Sekarang warga masyarakat Salatiga dapat membeli cabe di penjual jamu. (kst)

Tidak ada komentar:

 
template : Copyright @ 2010 HUMAS SETDA KOTA SALATIGA. All rights reserved  |    by : boedy's