10 Oktober 2007
Pakaian Tradisional Salatiga menjadi Indentitas diri
Sebagai bagian dari budaya, busana merupakan suatu wujud tingkat peradapan suatu daerah yang mengalami perubahan seiring dengan proses perkembangan jaman.
Seperti kota-kota lainnya, saat ini Salatiga ingin segera mengukuhkan diri sebagai kota yang beridentitas, yaitu dengan mengangkat suatu bentuk ciri khas tersendiri yang memiliki nilai-nilai filosofi sesuai dengan karakter adat istiadat dan budaya leluhur kota Salatiga, salah satunya dengan mengangkat Busana Tradisional khas Salatiga.
Kekayaan budaya ini harus terus digali dan dilestarikan, sebagai bagian dari rasa kecintaan dan tanggung jawab generasi penerus yang menjunjung tinggi nilai-nilai seni budaya dan pariwisata, komitmen inilah yang melatarbelakangi lahirnya Busana tradisional khas Salatiga, dari kebaya sampai busana Pengantin.
Pakaian tradisional yang selama ini dikenakan oleh masyarakat Salatiga masih dipengaruhi dari berbagai unsur budaya seperti Cina, Belanda dan daerah-daerah sekitar seperti Semarang, Surakarta dan Yogyakarta.
Hal ini tidak dapat terelakkan karena sebagai kota kecil yang terletak dijalur kota-kota tersebut, sangat memungkinkan asimilasi budaya ini terjadi. Busana Asli Salatiga dirancang dari hasil pemikiran dan penelitian yang dalam melalui mengamatan sosial kultural masa lalu yang dimodifikasi sedemikan rupa sehingga tetap anggun menarik dan indah. Tentu saja, penataan kembali akan peningkatan Adi Busana khas Salatiga ini membutuhkan proses waktu yang panjang untuk mencapai kesepakatan terbaik, karena pakaian tradisional merupakan kebanggaan seluruh warga untuk dikenakan pada acara kebesaran seremonial dan ritual / acara-acara adat ( misalnya budana adat Hari Jadi Salatiga). Yang menarik, ternyata busana khas Salatiga diambil dari ciri khas pakaian sehari-hari wanita Salatiga jaman dahulu, yaitu dengan menggunakan kemben (tank top) yang dipadukan dengan kebaya, atau disebut kebaya “tumpang tindhih”, Sementara busana pria merupakan perpaduan model Jawa – Cina - Eropa , yang bertumpu pada busana petani/pedesaan tempo dulu.
Untuk busana pengantin wanita Salatiga diberi nama “Manca Warni Mustika Putri “ terdapat dua model yaitu Kebaya Tumpang Tindih Ilat-ilatan dan Kebaya Panjang Tumpang Tindih Bedahan, Untuk rias wajah, mengacu pada daerah Surakarta/Yogyakarta, perbedaannya seni paes khas Salatiga diambil dari sentral titik temu menuju ujung hidung sementara Surakarta diambil dari tengah alis, untuk sebutan gajahan, pengapit, penitis dan godeq terdapat titik-titik tertentu yang menggunakan Prada mas atau Prada sesuai warna ilat-ilatan., Sanggul yang digunakan gelung tekuk/bokor tengkurep, lungsen tetap digunakan untuk mengikat Sekar Gumolong / Sekar Udet berbentuk bulat panjang dengan garis tengah dihiasi rajut melati kawungan berisi rajangan ron pandan wangi, ron tlasih (syarat bila ada) dan kembang setaman (syarat) dihiaskan diujung atas sanggul, kemudian di tengah-tengah di udet lungsen sehingga membentuk Batuk Gajah ( Lambang Salatiga), Sunggar tumpang balik didesain tempo dulu (asli) mirip dengan “Sunggar Geishya” Jepang. Untuk perlengkapan tata rambut dan perhiasan, tampak pada samping kiri kanan sanggul bergantung 2 (dua) kuntum bunga (asli/buatan misalnya : ceplokan melati) hiasan ini biasa disebut Sekara Gandul, diatas sekar gandul mendekati belakang telinga nampak sedikit roncean kawung melati melingkar ke belakang dinamakan Sangga Bhumi, pada tekukan sunggar dimungkinkan bergantung sekar “sintingan” namun harus disertakan 3 (tiga) bunga kanthil, bahkan untuk rias kebesaran “Paes Agung Trisala Devi “ dengan sintingan Trisala dimodifikasi untaian 3 (tiga) bunga “Kenanga Pradan Mas”.
Penciptaan busana tradisional Salatiga, termotivasi setelah diterbitkan nota dinas dari Pemerintah mengenai pakaian adat di wilayah Jawa Tengah dalam rangka menunjang pariwisata dan memberikan ciri khas daerah tertentu. Tentu saja moment ini ditanggapi secara positif oleh tokoh-tokoh Salatiga yang sudah sejak lama merindukan kehadiran busana khas Salatiga ini. Kesempatan ini menciptakan kerjasama yang sinergis dan harmonis diantarannya Dinas Pariwisata Seni dan Budaya, Oraganisasi Bibasari, DPC Ikatan Penata Busana Indonesia, DPC Pakitiara Kusuma, DPC Harpi Melati, Tokoh-tokoh masyarakat, seniman, budayawan seperti, Bpk W Irianta (Ketua umum DPW IPBI Jateng), Ibu Ratna K. Sadkono ( Ketua Umum DPW Tiara Kusuma Jateng), Bp. KRHT. Haryono X, Bp. Drs. Slamet Raharjo), Dewan Kesenian Kota Salatiga, DPRD Kota Salatiga, serta Walikota Salatiga dan Ketua tim penggerak PKK.
Sebagai tindak lanjut organisasi-organisai yang berkompeten di bidangnya tersebut segera melakukan koordinasi guna memberikan sumbang sih pemikiran dan ide-ide dalam rangka penciptaan karya adi busana Salatiga yang tepat dan sesuai dengan budaya, adat istiadat serta Sejarah Kota Salatiga.
Setelah melalui proses selama 5 tahun, rancangan busana khas Salatiga berhasil didesain, dan didemokan di beberapa event peragaan busana, bahkan sempat “sowan” ke rumah dinas Walikota Salatiga, untuk memperkenalkan hasil rancangan. Namun sayangnya busana ini belum dapat dipublikasikan, karena sesuai peraturan harus mendapat pengukuhan dari pihak Pemerintah melalui Perda tentang Busana tradisional Salatiga. Sehingga dimaklumkan Busana ini belum bisa dikenakan secara umum, bahkan masyarakat Salatiga sendiri juga belum begitu familiar mengenal dan mengenakan busana ini.
Disadari bersama, walaupun masih ada beberapa kendala, Bpk Didick Indaryanto dari Organisasi Bibasari yang sekaligus Ketua Umum Dewan Kesenian Kota Salatiga tetap optimis Busana tradisional Salatiga ini akan segera dipatenkan dan dipromosikan kepada publik di tingkat Daerah maupun Nasional. “Hanya menunggu moment yang tepat untuk lunching perdana saja, sehingga benar-benar menjadi kebanggaan bersama., kami mohon dukungan dan doa restu” Ujarnya. (IND)
======00000======
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar