MAJALAH HATI BERIMAN "MAJALAH BERITA WARGA KOTA SALATIGA"

06 Maret 2007

Urgensi LKM dalam Masyarakat Komunikatif

Urgensi LKM dalam Masyarakat Komunikatif

Oleh : Muchamad Yuliyanto

Era kebebasan sejak reformasi bergulir hampir sepuluh tahun lalu, memiliki implikasi positif pada kebebasan masyarakat untuk mengekspresikan gagasan, keinginan dan cita-cita masyarakat dan sekaligus masyarakat bisa mengakses informasi dengan amat mudah. Disamping itu telah terbentuk relasi baru antara pemerintah dengan masyarakat tentang posisi dan susbstansi informasi dimana pemerintah sudah tidak lagi terlalu intervensif dalam pengaturan distribusi informasi publik.

Sementara pada masa lalu di tengah masyarakat terdapat suatu kelompok pendengar-pendengar wicara dan pirsawan yang dikenal dengan Klompencapir yang menjadi andalan pemerintah melalui Departemen Penerangan (Deppen) RI sejak pemerintahan Gus Dur telah dieliminasi. Kemudian hari ini terasa peran dan kehadirannya tergantikan media massa dengan segala kekuatan dan pengaruhnya ke segala relung kehidupan masyarakat.

Era kebebasan yang ditandai dengan kemerdekaan pers maupun menguatnya “hak-hak sipil” masyarakat untuk mengakses segala informasi telah mengantarkan pada dekade social transformation yang dalam praktik keseharian inheren dengan masyarakat komunikatif. Artinya, suatu tipe atau model masyarakat yang senantiasa mengedepankan dan menganggap komunikasi merupakan kebutuhan utama untuk menciptakan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat melalui inforamasi yang dikemas ke dalam proses komunikasi yang berlangsung di tengah masyarakat. Walhasil, kehadiran media massa menjadi “kebutuhan pokok kesepuluh” yang artinya, masyarakat telah memiliki “sense of media“ demi memenuhi keingintahuan tentang perkembangan yang terjadi di sekitarnya.

Masyarakat Komunikatif

Mayarakat saat ini begitu mudah serta bebas mengakses informasi via media massa hampir tanpa seleksi yang akan mempunyai implikasi tersendiri, disamping terdapat fenomena baru bahwa sebagian besar peran opinion leader telah banyak tergeser akibat keberadaan media. Di sisi lain, pemerintah pusat telah menyerahkan sepenuhnya urusan deseminasi informasi dan komunikasi kepada pemerintah daerah sebagai salah satu konsekuensi otonomi daerah. Kebebasan media dan kemudahan mengakses informasi publik seperti saat ini, ternyata amat mempengaruhi wawasan pengetahuan, pandangan, pola pikir dan bahkan perilaku anggota masyarakat. Sementara di akar rumput (masyarakat awam), realitas menunjukkan tidak seluruh lapisan sosial telah memepersiapkan diri memasuki pusaran kebebasan dan keterbukaan.

Belum lagi kita harus menghadapi terpaan gelombang globalisasi yang akan membawa implikasi besar ke segala sektor kehidupan sosial, dimana komunikasi merupakan instrumen utama di dalamnya. Begitu terasa masyarakat “dikepung” informasi serta dijungkirbalikkan media massa sehingga mereka menjadi limbung dengan jati dirinya. Inilah era yang pantas dijuluki dengan adagium “masyarakat kaya informasi dan miskin jati diri” akibat kuatnya kepentingan bernuansa materialisme dalam isi pesan komunikasi. Adapun karakteristik dari masyarakat komunikatif yang sedang bergulir saat ini adalah sebagai berikut :

Pertama, munculnya kesadaran anggota masyarakat akan pentingnya informasi dan kebebasan berekspresi yang telah menjadi hak-hak sipil.

Kedua, munculnya kesadaran untuk mengakses media serta mengkritisinya guna memperoleh berbagai informasi yang bisa mempengaruhi dinamika masyarakat, atau lebih dikenal melek media.

Ketiga, terdapat kesadaran untuk menciptakan ruang publik sebagai wahana dialektika antar-anggota masyarakat, guna membahas apa saja yang sedang menjadi wacana publik.

Keempat, tidak adanya campur tangan dan intervensi pihak lain termasuk pemerintah dalam bentuk intimidasi, penekanan bahkan pemaksaan terhadap setiap individu pada saat berinteraksi di ruang publik yang membahas kepentingan bersama.

Namun, di tengah karakteristik tersebut sejak tidak ada lagi lembaga Klompencapir sebagai wahana komunikasi kalangan akar rumput, maka saat ini mulai muncul fenomena “kerinduan” anggota masyarakat akan pentingnya lembaga komunikasi untuk dijadikan wahan berinteraksi diantara mereka. Meskipun masih terdapat pula pandangan dan sikap minor serta curiga terhadap setiap lembaga komunikasi yang bersentuhan dengan birokrasi akibat perlakuan masa lalu terhadap Klompencapir yang dijadikan ‘kendaraan politik” untuk melanggengkan kekuasaan melelui dominasi informasi politik.

Padahal dinamika sosial tidak akan menjadi sempurna dan terarah tanpa melibatkan sirkulasi informasi yang terbuka dan komprehensif, termasuk informasi yang berasal dari pemerintah sebagai institusi yang melayani kepentingan masyarakat. Oleh karenanya, untuk mengobati kerinduan masyarakat tersebut, sudah saatnya dibutuhkan kembali Lembaga Komuinikasi Masyarakat(LKM) atau apapun nama sejenisnya dengan performance, visi, misi serta mekanisme kerja yang tidak lagi berparadikma “kepentigan politik” seperti masa lalu. LKM merupakan semacam “ruang publik” yang secara formal berperan dalam memenuhi distribusi informasi kepada masyarakat secara jujur, terbuka serta mendidik sekaligus arena mendiskursuskan berbagai informasi yang diterima bahkan sampai dengan kanalisasi feedback secara bebas sebagai realisasi terdapatnya partisipasi dan kedaulatan rakyat.

Fungsi Dan Peran LKM

LKM yang bakal hadir di tengah masyarakat tersebut, harus menyesuaikan dinamika serta paradikma yang berkembang, agar kehadiran LKM tidak sia-sia karena sikap apriori dan rendahnya apresiasi masyarakat hanya lantaran berbau informasi yang berasal dari pemerintah akibat trauma masa lalu. Dengan demikian perlu dipaparkan fungsi LKM dalam masyarakat transformatif sebagaimana gagasan Wilbur Schramm (dalam Z Nasution, 1996;85).

Yakni, menyampaikan informasi secara jujur dan obyektif kepada masyarakat, serta menjadi forum untuk menciptakan tempat yang membahas apa saja informasi yang telah diterima masyarakat. Menciptakan ruang untuk memberikan kesempatan masyarakat untuk ikut ambil bagian dalam proses pengambilan keputusan, yang dapat melibatkan komponen sosial yang lebih luas. Menciptakan pendidikan sosial bagi warga masyarakat untuk mewujudkan masyarakat terdidik yang berwawasan luas dan intelek.

Dengan demikian bisa dipahami bahwa urgensi kehadiran LKM tidak lain menjadi wahana kegiatan komunikasi bagi kalangan akar rumput untuk membahas berbagai informasi dan kepentingan warga sekaligus sarana kanalisasi umpan balik sebagai upaya menciptakan partisipasi masyarakat yang lebih luas dalam proses pengambilan keputusana yang berkaitan dengan kepentingan publik.

Adapun dalam praktek, peran LKM di tengah masyarakat transisi seperti saat ini adalah sebagai fasilitator berbagai pertemuan antar komponen anggota masyarakat yang akan membahas informasi yang berkembang di tengah masyarakat, termasuk informasi tentang pembangunan dengan segala dampaknya. Menjadi sarana (wadah) kanalisasi yang menghantarkan aspirasi dan kepentingan anggota masyarakat untuk dipetemukan dengan polecy maker sehingga menghapus kesenjangan antara kebijakan (pemerintah) dengan realitas yang dihadapi masyarakat. Posisi mediasi yang menjembatani antara masyarakat dengan pemerintah dalam mendiskusikan kebijakan dan segala inforamasi yang terkait dengan tugas dan tanggung jawab pemerintah pada masyarakat. Menjadi lembaga Public Relations alias humas yang akan membangun citra baik masyarakat maupun reputasi pemerintah di hadapan anggota masyarakat dengan tetap mengutamakan kepentingan publik.

Kecuali itu, diperlukan pula prasyarat etika moral sebagai landasan mekanisme kerja LKM agar bisa menjalankan fungsi dan peran di atas, di antaranya adaalah: LKM harus bersifat independen, non partisan, terbuka, jujur, pluralistik, non sektarian dan apa adanya dalam mendistribusikan informasi maupun mengkanalisasi aspirasi dan umpan balik anggota masyarakat kepada berbagai pihak (termasuk pemerintah). Maka dari itu, fungsi dan peran di atas juga amat sulit direalisasikan ketika dilapangan masih terdapat ‘hasrat’ pemerintah untuk terlibat lebih dalam sehingga bisa dimaknai masyarakat sebagai bentuk intervensi pemerintah. Dengan demikian perlu MoU antara pemerintah Kab/Kota melalui lembaga Infokom dengan berbagai komponen masyarakat yang akan menggerakkna LKM, tentang fungsi dan perannya.

Kehadiran LKM bisa dijadikan buffer institution semacam lembaga penyangga yang akan menjadi sandingan masyarakat dalam menerima dan mencerna setiap informasi yang datang dari media maupun pemerintah dan sekaligus mitra pemerintah dalam membangun interaksi positif dengan masyarakat.

Penulis adalah staf pengajar Komunikasi FISIP UNDIP Semarang.

Tidak ada komentar:

 
template : Copyright @ 2010 HUMAS SETDA KOTA SALATIGA. All rights reserved  |    by : boedy's