Oleh: Elysabeth Dwi Kurniasih
Dikeluarkannya paket peraturan perundang-undangan baru di bidang keuangan negara oleh pemerintah pusat, memaksa pemerintah daerah untuk melakukan perubahan dalam pengelolaan keuangan daerah yang akan dimulai pada tahun anggaran 2007. Bagaimana pengelolaan keuangan sektor publik dapat dikelola secara efektif, efisien dapat dipertanggungjawabkan, sesuai dengan perundang-undangan guna peningkatan kesejahteraan masyarakat inilah yang menjadi ide dasar dikeluarkannya peraturan baru tentang pengelolaan keuangan daerah.
Asas-asas tersebut menjadi hal yang penting dalam pengelolaan keuangan daerah mengingat sumberdaya terbatas, sedangkan kebutuhan masyarakat terus bertambah. Pengelolaan keuangan daerah dalam pelaksanaannya perlu dilakukan melalui tata kelola pemerintahan yang baik dengan tiga pilar utama, transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi.
Transparansi, dibangun atas dasar kebebasan masyarakat memperoleh informasi, serta keterbukaan dalam proses perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan anggaran. Partisipasi, atau keterlibatan atau keikutsertaan masyarakat dalam negara yang demokratis merupakan suatu keniscayaan. Prinsip demokrasi sendiri menyaratkan komitmen untuk hidup bersama dengan yang lain. Sedangkan akuntabilitas, secara harfiah diartikan sebagai “pertanggungjawaban”, akuntabilitas publik mengandung makna, bahwa keputusan-keputusan dan kebijakn yang diambil harus dapat dijelaskan dan dipertanggung jawabkan kepada publik dimana masyarakat ada pada posisi untuk dapat mengakses informasi tersebut, serta bila diperlikan harus ada kesediaan untuk mengambil tindakan korektif.
Anggaran Berorintasi pada Kepentingan Publik
Peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat merupakan hal yang penting. Oleh sebab itu dana yang tersedia haruslah dimanfaatkan sebaik mungkin agar dapat mencapai tujuan yang dimaksud. Dalam ketentuan Undag-undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemarintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, pasal 26 ayat 2 menyebutkan bahwa dalam urusan belanja daerah diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum serta pengembangan sistem jaminan sosial.
Pendidikan merupakan investasi jangaka panjang bagi negara dan merupakan hak bagi setiap warga negara. Dalam ketentuan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 34 ayat 2 disebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Selain kewajiban negara untuk membebaskan biaya pendidikan pada jenjang pendidikan dasar, kesejahteraan dan peningkatan kapabilitas guru juga perlu diperhatikan, dibeberapa daerah Kabupaten/Kota pemerintah daerahnya telah berani melakukan kerja sama dengan Perguruan Tinggi dengan memberikan beasiswa bagi guru sekolah dasar untuk mengambil jenjang S2. Kebjakan ini tentu dilandasi kesadaran pentingnya pendidikan bagi kelangsungan sebuah bangsa. Meskipun dana pendidikan diisyaratkan sebesar 20 persen dari APBN/APBD belum dapat terpenuhi, akan lebih baik jika pengalokasian dana untuk pendidikan diluar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dapat meningkat dari tahun ke tahun.
Kesehatan juga menjadi prioritas selain pendidikan, dana untuk kesehatan diisyaratkan sebesar 15 persen dari APBD. Diharapkan dengan dana sebesar itu dapat meningkatkan pelayanan kesehatan pada masyarakat sehingga derajat kesehatan masyarakat meningkat serta menumbuhkan budaya hidup sehat di masyarakat yang tentunya dibutuhkan waktu yang tidak singkat. Pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan masyarakat dan desa, koperasi dan usaha kecil menengah, pemberdayaan perempuan, pekerjaan umum, tenaga kerja, penatan ruang, perhubungan, pemerintahan umum, perencanaan pembangunan, penanaman modal, keluarga berencana dan keluarga sejahtera, lingkungan hidup merupakan beberapa bidang yang perlu mendapatkan prioritas disamping beberapa bidang lain yang menjadi prioritas sesuai dengan Permendagri Nomor 13 dan 26 Tahun 2006.
Pemerintah daerah diminta untuk mengalokasikan dana pada urusan wajib/bidang yang menjadi prioritas dahulu sebagaimana yang tersebut di atas sebelum belanja urusan pilihan. Oleh sebab itu peraturan keuangan yang baru mengatur bahwa daerah dari tahun-ketahun diminta untuk mengurangi jumlah bantuan langsung, bantuan hanya boleh diberikan jika dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tidak boleh diberikan secara ajek setiap tahun dan penggunaan bantuan harus dipertanggungjawabkan kepada Kepala Daerah. Demikian halnya dengan hibah, hibah dalam bentuk barang dibolehkan jika barang tersebut sudah tidak memiliki nilai ekonomis bagi daerah dan hibah dalam bentuk uang hanya bisa dilakukan jika daerah telah memenuhi semua belanja urusan wajib. Kebijakan tersebut akan lebih baik lagi, jika daerah diberi kebebasan atau hak diskresi untuk memanfaatkan dana perimbangan sesuai dengan kebutuhan riil daerah.
Anggaran Berbasis Kinerja
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, tentang Pengelolaan Keuangan Daerah menegaskan penggunaan anggaran berbasis kinerja yang artinya, setiap program yang dibiayai negara harus membawa manfaat atau outcome yang jelas. Dengan demikian, bahwa setiap program SKPD harus ada indikator atau ukuran-ukuran yang jelas untuk menilai keberhasilan sebuah program. Disinilah penyusunan program Standar Penyusunan Minimal bagi seluruh bidang pelayanan publik sangat diperlukan.
Anggaran kinerja didasarkan pada tujuan dan sasaran kinerja. Oleh karena itu, anggaran digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Penilaian kinerja didasarkan pelaksanaan value for money dan efektivitas anggaran. Pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan, keadilan dan pemerataan. Keadilan, mengacu pada kesempatan sosial yang sama utuk mendapatkan pelayanan publik yang berkualitas dan kesejahteraan ekonomi.
Selain keadilan perlu dilakukan distribusi secara merata. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006, tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah dalam rangka Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran diwajibkan bagi setiap unit pemerintahan menyusun dan menyajikan selain laporan keuangan juga laporan kinerja, yakni prestasi yang berhasil dicapai oleh pengguna anggaran sehubungan dengan anggaran yang telah digunakan. Pengungakapan informasi tentang kinerja selaras dengan perubahan paradikma penganggaran pemerintah yang ditetapkan dengan mengidentifikasi secara jelas hasil atau output dari setiap kegiatan dan dampaknya terhadap masyarakat atau outcomes dari setiap program.
Seluruh SKPD bertanggung jawab penuh terhadap setiap rupiah yang digunakan untuk pelaksanaan program dalam lingkup tupoksinya. Terkait dengan anggaran berbasis kinerja, peraturan pengelolaan keuangan yang baru saja mengatur jadwal tahapan-tahapan proses penyusunan hingga evaluasi pelaksanaan anggaran sedemikian ketatnya. Hal ini bertujuan agar tidak lagi ada keterlambatan pengesahan anggaran, mengingat keterlambatan pengesahan anggaran seringkali membawa persoalan tersendiri dengan pelaksanaan program-program pembangunan di daerah.
Harapan Adanya Perubahan
Paradikma baru, pengelolaan keuangan daerah dengan anggaran berbasis kinerja yang berorientasi pada kepentingan publik merupakan upaya untuk menciptakan kondisi baru dimana dalam pengelolaan keuangan daerah tidak ada lagi pemborosan, kebocoran. Setiap program pembangunan dalam APBD harus benar-benar membawa manfaat bagi masyarakat. Untuk pelaksanaan peraturan baru ini, dibutuhkan komitimen yang kuat mulai dari pemerintah pusat hingga daerah, lembaga legislatif dan masyarakat. Komitmen untuk memuat segala sesuatunya menjadi lebih baik bagi kesejahteraan masyarakat.
Penulis adalah anggota DPRD Kota Salatiga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar