MAJALAH HATI BERIMAN "MAJALAH BERITA WARGA KOTA SALATIGA"

13 Agustus 2008

LAPORAN UTAMA: Salatiga Transit Wisata; Budaya dan Jati Diri; Kembangkan Pariwisata Lewat Kesenian

Salatiga Transit Wisata

Fungsi Salatiga, salah satunya,
dirumuskan sebagai kota transit wisata.
Rumusan yang terkandung dalam
Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 1996,
tentang Rencana Umum
Tata Ruang Kota itu,
saat ini sudah berusia hampir 12 tahun.
Di tengah kemajuan dan perubahan zaman,
apakah rumusan Salatiga sebagai
“kota transit wisata” masih relevan?

Wakil Ketua DPRD Kota Salatiga, Kasmun Saparaus menilai penting untuk menggagas ulang fungsi kota Salatiga. Terlebih pada tanggal 24 Juli 2008, Salatiga memperingati hari jadi ke-1258. Usia yang sangat tua bagi perjalanan peradaban masyarakat kota.

“Sebagai masyarakat yang berbudaya, kita perlu untuk melakukan refleksi dalam rangka melihat masa lalu, koreksi saat ini serta proyeksi ke depan,” tutur Kasmun yang juga anggota tim perumus hari jadi Salatiga ini.

Istilah pariwisata di tengah gelombang abad ke-21 masih cukup populer dan marketable. Terlebih persoalan pariwisata terkait dengan kebudayaan.
Sejumlah pakar budaya mensinyalir bahwa teori Alvin Toffler yang terkenal dengan istilah The Third Wave atau gelombang ketiga, yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sudah menjadi kenyataan. Sebagaimana kemajuan peradaban sebelumnya di bidang pertanian dan industri.

Para pakar budaya meyakini bahwa ke depan, akan muncul gelombang keempat yang ditandai dengan kebangkitan budaya. Budaya menjadi sesuatu yang penting karena merupakan harta karun yang dapat mengangkat derajat kesejahteraan masyarakat.

Kota Salatiga sesungguhnya mempunyai potensi harta karun kebudayaan tersebut. Sebab, Salatiga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah panjang Dinasti Syailendra yang didirikan oleh Raja Bhanu. Hal ini dikuatkan dengan adanya prasasti Plumpungan di wilayah Kelurahan Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo.

Prasasti berjenis caila dengan bobot mati 20 ton, terbuat dari batu jenis adenit berukuran 170 cm x 160 cm dengan garis lingkar 5 meter itu, dipahat menggunakan tulisan bahasa Kawi (Jawa kuno). Menurut para ahli sejarah prasasti tersebut dibuat pada waktu 672 Saka atau hari Jumat, 24 Juli tahun 750 Masehi.

Walikota Salatiga, John M Manoppo menyadari bahwa Salatiga mempunyai potensi luar biasa karena warisan sejarah dan kebudayaan. Salatiga, secara geografis, juga mempunyai potensi sebagai daerah sabuk gunung Merbabu dan Merapi, yang dikapit kota-kota besar seperti Jogjakarta, Solo dan Semarang atau Joglosemar. Karena itu, rumusan Salatiga sebagai kota transit wisata masih relevan dan menjanjikan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Sebagai upaya untuk menarik wisatawan singgah di kota Salatiga, Walikota Salatiga telah melakukan berbagai upaya strategis. Diantaranya, dengan menjadikan Salatiga sebagai tempat penginapan para peserta dan oficial kegiatan The Secound Indonesia Open Woodball International Championship 2008, yang diikuti peserta dari sejumlah negara Asia. Kegiatan tersebut sebenarnya diselenggarakan di Etasia Tlatar, Boyolali.

”Tidak usah tergesa-gesa meninggalkan kota Salatiga, silahkan tinggal di sini untuk sebulan atau dua bulan,” kelakar John mempromosikan kota Salatiga di hadapan para tamunya, pada acara welcome dinner di halaman gedung Pemkot Salatiga, 27 Juni 2008 lalu.

Sementara itu, Kasmun Saparaus lebih lanjut mengatakan bahwa fungsi Salatiga sebagai kota transit wisata masih relevan. Persoalannya, ke depan Salatiga jangan hanya puas dengan status kota transit wisata. Sudah saatnya Salatiga menjadi kota tujuan pariwisata.

”Kalau hanya dijadikan sebagai kota transit, maka targetnya sekedar bagaimana para pengunjung bisa mampir di kota Salatiga. Padahal, Salatiga mempunyai potensi luar biasa yang dapat digarap, sehingga pengunjung yang singgah di Salatiga juga bisa menikmati potensi budaya yang ada,” ujarnya.

Salatiga, kata Kasmun, mempunyai nilai-nilai budaya yang dapat digali, baik dari segi fisik maupun normatif. Sayangnya, nilai-nilai tersebut belum terekam dengan baik dan belum menjadi kesadaran permanen bagi masyarakat. Celakanya lagi, pihak eksekutif dan legislatif kurang cerdas dalam menggali potensi kota Salatiga di bidang kebudayaan tersebut. Padahal, fondasi budaya suatu masyarakat bisa menjadi kunci keberhasilan pembangunan.

”Salatiga mempunyai nilai budaya normatif yang berkembang sejak masa Raja Bhanu sampai sekarang. Yakni, jati diri masyarakat yang mengedepankan kedamaian, rukun, toleran, loyal dan pekerja keras. Sedangkan nilai kultural secara fisik dikuatkan oleh peninggalan prasasti Plumpungan,” jelas Kasmun.

Nilai-nilai kultural tersebut jika tidak diperhatikan bisa terancam luntur dan hilang. Hal ini disebabkan oleh kesibukan masyarakat yang hanya berorientasi pada kegiatan rutinitas sehari-hari. Pada waktu yang sama, pemerintah belum secara maksimal menyediakan sarana dan prasarana bagi masyarakat untuk memperoleh kesempatan me-review potensi nilai-nilai budaya tersebut.

Karena itu, Kasmun bependapat bahwa sudah saatnya potensi yang dimiliki tersebut dikembangkan dan dieksploitasi untuk mendukung fungsi Salatiga sebagai kota wisata. Misalnya, dengan membuat miniatur prasati Plumpungan dengan ukuran besar. Perlu juga menonjolkan huruf Jawa kuno yang tertuang dalam prasati Plumpungan tersebut. Sebab, di Jawa Tengah, bahkan di Indonesia, peninggalan sejarah dengan tulisan huruf Jawa kuno menggunakan bahasa Sansekerta hanya ada di kota Salatiga.

”Pariwisata itu sifatnya atraktif. Oleh karena itu, Dinas Pariwisata harus cerdas membaca potensi untuk dieksploitasi menjadi sesuatu yang atraktif,” tandasnya. Untuk menopang itu semua, Kasmun yakin, sebenarnya tidak ada masalah dengan alasan kurang anggaran. Disinyalir yang ada adalah kurang komitmen dan kurang sumberdaya manusia.

”Tinggal bagaimana komitmen pemerintah dan kemauan untuk merekrut SDM (sumberdaya manusia) yang mumpuni. Kalau memang harus mengontrak orang dari luar negeri, kenapa tidak? Sepak bola saja bisa mencari pelatih dari luar negeri,” saran Kasmun.(ano)
=====================================================


Budaya dan Jati Diri

Seabad kebangkitan nasional telah menimbulkan semangat nasionalisme pada pelestarian budaya bangsa. Pelestarian budaya menjadi sangat penting agar identitas diri sebagai bangsa yang luhur dan berbudaya tidak luntur oleh pengaruh budaya asing.

Peradaban yang semakin serba modern membuat generasi muda kita mulai gamang. Parahnya, mereka tidak memahami pentingnya pelestarian budaya sendiri. Didukung oleh berbagai benturan dengan budaya asing, budaya lokal semakin tidak dihargai dan cenderung dilupakan.


Kebudayaan sebagai hasil karya dan cipta manusia yang berkembang searah dengan perubahan jaman hendaknya disikapi secara lebih bijak. Dengan berbudaya berarti kita memiliki jati diri dan tidak perlu khawatir bila dianggap kuno atau ketinggalan jaman.


Kemajuan jaman dan pengaruh budaya asing adalah sebuah kenyataan yang tak dapat dihindari. Meskipun demikian, kita harus memahami bahwa yang kita butuhkan adalah kemajuan yang bertanggung jawab. Yakni, kemajuan terhadap sikap hidup yang lebih cerdas, kritis, dan selektif serta tidak merusak kondisi budaya setempat.


Berkembang Bersama Budaya
Dalam menapakkan diri sebagai kota budaya, Salatiga tidak terlepas dari ikatan sejarah masa lalu yang banyak melatarbelakangi perkembangan seni budayanya. Hasilnya pun masih dapat kita lihat hingga saat ini. Berbagai seni budaya dapat kita jumpai di kota Hati Beriman ini. Seni budaya ini merupakan hasil akulturasi budaya lokal dengan budaya luar yang dipengaruhi unsur Cina, Belanda, dan daerah sekitar seperti Yogyakarta, Semarang, dan Solo.

Seni budaya di Salatiga semakin berkembang dan mengalami kemajuan. Buktinya, partisipasi, perhatian, dan peranan pemerintah, pemerhati budaya, dan para pelaku budaya semakin meningkat. Ketiga pihak ini berupaya nguri-uri (memelihara) seni budaya bangsa. Caranya dengan mengadakan berbagai kegiatan dan mendirikan beraneka sanggar yang secara aktif mengikuti kegiatan, baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional.


Pelestarian kebudayaan yang terus-menerus dan berkesinambungan ini merupakan hasil kerja sama banyak pihak. Dinas Pariwisata Seni Budaya dan Olah Raga (Disparsenibud) Kota Salatiga melakukan koordinasi dan kerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jateng, BP3 Yogyakarta (Balai Penelitian Pelestarian Purbakala Yogyakarta), ISI (Institut Seni Indonesia) Solo, DKJT (Dewan Kesenian Jawa Tengah) Provinsi Jateng, dan FPBI (Forum Persaudaraan Bangsa Indonesia). Disparsenibud juga bekerja sama dengan para pelaku seni di Kota Salatiga seperti PEPADI (Persatuan pedalangan Indonesia), DKKS (Dewan Kesenian Kota Salatiga, Bidang PERMADANI (Persaudaraan Masyarakat Budaya Nasional Indonesia) dan elemen-elemen masyarakat yang peduli kebudayaan.


Membangun Seni Budaya
Untuk mengantisipasi semakin tipisnya minat generasi muda terhadap budaya lokal, diperlukan berbagai upaya strategis. Upaya ini harus dilakukan secara terpadu dengan melibatkan pemerintah dan masyarakat luas.

Salah satu langkah sederhana yang dapat dilakukan adalah menghidupkan budaya itu sebagai suatu kebiasaan dalam keseharian. Misalnya, menanamkan nilai-nilai unggah ungguh atau sopan santun dan berbahasa Jawa dengan tepat. Langkah sederhana lainnya adalah mengembangkan bakat dan minat menari Jawa dan tembang (lagu) Jawa, dan bergabung dengan sanggar, grup, atau paguyuban seni budaya.


Ketertarikan terhadap seni budaya lokal harus ditanamkan sejak dini, yaitu sejak masa kanak-kanak. Gerakan sosialisasi dan sadar budaya diharapkan dapat mendukung keberlangsungan nilai-nilai dan citra budaya yang dijunjung tinggi, seiring dengan semangat kebangkitan nasional.

Sebagai instansi pemerintah yang bertanggung jawab atas seni dan budaya, Disparsenibud melaksanakan pembinaan, peningkatan, pengembangan, pelestarian, dan kemajuan kebudayaan. Disparsenibud mengambil langkah-langkah strategis yang akan diterapkan hingga 2012 nanti.

Upaya strategis ini dibagi dalam empat program, yaitu pengembangan nilai-nilai budaya, peningkatan dan pengelolaan kekayaan budaya, pengelolaan keragaman budaya, dan pengembangan kerja sama pengelolaan kekayaan budaya. Program pengembangan nilai-nilai budaya meliputi kegiatan pengembangan pelestarian sejarah dan museum, pengembangan sejarah dan purbakala, serta pengurusan cagar budaya pelestarian dan aktualisasi adat budaya daerah. Sebagai dasar pelaksanaan dalam melestarikan cagar budaya adalah Undang-Undang Nomor 5/1992 tentang Benda Cagar Budaya dan Peraturan Pemerintah Nomor 10/1993 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5/1992.


Program peningkatan dan pengelolaan kekayaan budaya dilaksanakan dalam rangka meningkatkan pengelolaan dan pelestarian budaya daerah. Program ini mencakup kegiatan fasilitasi partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kekayaan budaya dan penyusunan kebijakan pengelolaan kekayaan budaya lokal daerah.


Program pengelolaan keragaman budaya dalam rangka meningkatkan daya tarik seni dan budaya daerah terdiri atas lima kegiatan. Lima kegiatan tersebut adalah pengembangan kesenian dan kebudayaan daerah, penyusunan sistem informasi basis data di bidang kebudayaan, fasilitasi perkembangan keragaman budaya daerah, fasilitasi penyelenggaraan festival budaya daerah, dan seminar dalam rangka revitalisasi dan reaktualisasi (mengangkat) budaya lokal.


Program pengembangan kerja sama pengelolaan kekayaan budaya dalam rangka meningkatkan jaringan kemitraan dalam pelestarian kekayaan budaya daerah dilaksankan dengan memfasilitasi pengembangan kemitraan dengan LSM dan perusahaan swasta serta memfasilitasi pembentukan kemitraan usaha profesi antardaerah.


Penerapan berbagai program tersebut memerlukan kerja sama berbagai pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan pariwisata dan seni budaya.


Demokratis
Sesuai dengan sebutannya sebagai Indonesia mini, Salatiga memiliki penduduk yang berasal dari berbagai suku, agama, dan budaya. Kebhinekaan ini menjadikan Salatiga sebagai wilayah yang cukup rawan konflik. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk meningkatkan dan mengembangkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa yang mantap berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara 1945.

Kebhinekaan inilah yang menjadi latar belakang berdirinya Forum Persaudaraan Bangsa Indonesia (FPBI) Kota Salatiga. FPBI berupaya mendorong terbangunnya kesatuan bangsa yang utuh dan berdasarkan pada keadilan sosial, hak asasi manusia, dan nilai-nilai demokrasi. Upaya ini dilakukan melalui pendidikan pengenalan dan pemahaman keanekaragaman kultur dan budaya, dialog dan musyawarah, serta kampanye kritis bagi membangun persaudaraan bangsa. Forum yang berdiri pada 10 April 2004 ini merupakan hasil kesepakatan rapat dari unsur beragam suku bangsa di Indonesia yang berada di Salatiga. Aneka suku itu adalah Jawa, Bali, Sunda, Madura, Minang, Batak, Bugis, Toraja, Halmahera, Sumba, Papua, Tionghoa, dan Maluku.


Di era reformasi, demokratisasi merupakan wahana yang harus terus-menerus dikembangkan dan ditindaklanjuti dalam menjaga kondisi suasana tertib, tentram, saling tenggang rasa demi menjaga kesatuan bangsa untuk tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di era otonomi daerah, arah kebijakan yang ditempuh Pemerintah Kota Salatiga adalah mengembangkan sikap terwujudnya masyarakat Kota Salatiga yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, yang dilaksanakan pemerintah bersama masyarakat.


Oleh karenanya, di bidang kebudayaan dan keseniaan pun, pemerintah tetap memberikan perhatian. Pemerintah mengadakan pembinaan terhadap kelompok seni budaya. Pemerintah juga mengadakan bermacam pelatihan, seperti pelatihan pakeliran padat, pelatihan tari dan tata rias pengantin, dan pelatihan pambiyoworo. Pemerintah Kota Salatiga juga aktif mengirim peserta lomba/festival seni tradisional, seperti lomba menyanyi, tari, festival dalang, festival suarawati dan pentas dalam rangka penyambutan tamu-tamu tertentu, serta berpartisipasi dalam pelatihan yang diselenggarakan oleh dinas/instansi terkait di tingkat provinsi.(ind)

==========================================================

Kembangkan Pariwisata Lewat Kesenian

Sudah sejak lama, Kota Salatiga memiliki Tri Fungsi Kota Salatiga. Tri fungsi ini meliputi kota pendidikan dan olah raga; kota jasa perdagangan; serta kota tujuan wisata dan pariwisata.
Oleh karena itulah kota ini terus berbenah dan mempercantik diri untuk mewujudkan fungsi-fungsi tersebut. Untuk menunjang fungsi kota tujuan wisata dan pariwisata, Pemerintah Kota (Pemkot) Salatiga bersama segenap elemen masyarakat bahu-membahu menggali, membina, mengembangkan serta melestarikan berbagai bentuk kesenian yang tumbuh di masyarakat. Upaya ini sangat diperlukan untuk mendukung kegiatan kepariwisataan yang sedang menggeliat di Kota Salatiga.

Dewan Kesenian Kota Salatiga (DKS) sebagai salah satu unsur masyarakat dalam pengembangan potensi seni juga memiliki andil dalam menarik perhatian masyarakat kepada seni. Hasilnya, para pelaku seni di Salatiga, sedikit demi sedikit, mendapat tempat di hati masyarakat dengan apresiasi (penghargaan) yang baik. Kesenian menjadi penunjang dan pemanis kepariwisataan di Salatiga tanpa mengaburkan dan mengerdilkan idealisme yang diusung dan menjiwai proses berkesenian itu sendiri

Dalam edisi ini, reporter Hati Beriman berkesempatan menuliskan petikan wawancara dengan Ketua DKS, Didik Endaryanto.

Bagaimana perkembangan kesenian di Kota Salatiga?
Proses berkesenian dan pengembangan kesenian di Salatiga tidak terlepas dari peran Pemerintah Kota (Pemkot) Salatiga dalam perencanaan strategis untuk mengembangkan kesenian itu sendiri. Perencanaan yang selama ini berjalan masih sepenggal-sepenggal dan belum terkoordinasi dengan baik antara pemkot sebagai pengambil kebijakan dengan para pelaku seni yang setiap saat bergelut dengan dunia seni dan kesenian yang ditekuninya.

Bagaimana seharusnya koordinasi itu dibangun?
Dewan Kesenian baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota pada hakikatnya bertindak sebagai pendamping pemkot dalam menyusun program-program seni budaya yang ada di daerahnya. Pemikiran bersama antara penentu kebijakan dan para pelaku seni akan dapat menggali, menyusun, serta merumuskan strategi pembinaan dan melaksanakan pembinaan melalui komunitasnya dan mengadakan evaluasi kegiatan seni dan budaya.

Dengan siapa sajakah koordinasi ini perlu dibangun?
Selama ini DKS lebih banyak berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata, Seni Budaya, dan Olah Raga (Disparsenibud dan OR). Namun, koordinasi itu perlu dilakukan di tingkat yang lebih tinggi. Artinya, kerja sama dapat dilakukan bukan hanya dengan Disparesnibud dan OR, tetapi dengan dinas dan instansi lain yang terkait. Misalnya, untuk seni kriya dengan Dinas Koperasi dan UKM, seni landscape (pemandangan) dengan DPLH bidang pertamanan. Sementara, bidang regenerasi seni lewat jalur pendidikan dengan Dinas Pendidikan, dan lain sebagainya.

Seberapa penting hal itu dilakukan?
Sangat penting. Masalah kebudayaan dan pengembangan kesenian secara umum adalah masalah yang besar yang patut mendapat perhatian kita semua. Jangan sampai kita nanti kehilangan kesenian kita dan hanya menjadi penonton. Nilai-nilai yang dibawa dan tertuang dalam kesenian dan hasil seni ini sungguh tak ternilai harganya.

Kaitannya dengan kepariwisataan, apakah kesenian yang hidup di Salatiga dapat mendukung pengembangan kepariwisataan di Salatiga?
Tentu saja akan sangat mendukung karena kesenian akan mendatangkan daya tarik tersendiri kepada para wisatawan. Terlebih di Kota Salatiga yang, bila dibandingkan dengan wilayah sekitarnya, relatif kalah dalam hal tujuan wisata. Untuk itu, perlu kecerdikan dengan mengangkat kesenian yang ada dan berkembang di kota ini untuk mendukungan kepariwisataan menjadi lebih bergeliat.

Kalau begitu, langkah apa yang dapat dilakukan oleh Salatiga?
Memang ada pertanyaan klasik yaitu 'Mau dibawa kemana pengembangan kesenian di Salatiga?'. DKS juga telah memikirkan hal itu. Dalam kaitannya dengan Salatiga sebagai Kota Tujuan Wisata, DKS berkeinginan supaya kesenian dapat mendukung kegiatan pariwisata melalui budaya khas. Selain itu, DKS juga ingin mempertahankan Kota Salatiga sebagai miniatur Indonesia dengan mengembangkan budaya nusantara dan kuliner nusantara serta terwujudnya pasar seni nusantara sebagai tempat pamer hasil-hasil seni. DKS pernah mengusulkan, untuk sementara, pasar seni itu diwujudkan dengan mengambil tempat di bekas terminal bus di daerah Soka, sebelum nantinya di pindah secara permanen di kompleks Salatiga Park yang masih dalam tahap perencanaan.

Apakah para pelaku seni di Salatiga dapat hidup dengan hanya berkesenian?
Di Kota Salatiga, pelaku seni dapat dipilah dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah para pelaku seni yang menganggap berkesenian adalah profesi. Mereka antara lain adalah seniman hiburan, seperti dalam bidang musik, tari, kerajinan, dan sebagainya. Sementara kelompok kedua adalah seniman yang memang hidup untuk berkarya, seperti seniman tradisi ketroprak, reog, dan sebagainya. Mereka dapat eksis karena ada idealisme (patokan hidup) untuk tetap berkarya, walaupun penghargaan masyarakat Salatiga pada dunia yang mereka usung masih sangat memprihatinkan. Memang, seniman dari kelompok seniman profesi lebih banyak menerima penghargaan materi yang lebih dibandingkan dengan seniman lain yang kesehariannya bermata pencaharian sebagai pekerja kasar, seperti tukang batu dan pengolah lahan pertanian.

Selama ini, bagaimana pola kaderisasi seni yang dilakukan oleh pelaku seni di Salatiga?
Kaderisasi kesenian sekarang ini baru berjalan melalui jalur sekolah. Yaitu, dengan pemuatan berbagai pelajaran seni di dalam kurikulum sekolah. Hal ini memang masih sangat terbatas mengingat keterbatasan anggaran dari dinas untuk membiayai berbagai kegiatan seni budaya, seperti pentas seni yang diadakan oleh sekolah.

Mengapa hal itu penting?
Pemberian ruang untuk tumbuh kembang kesenian lewat pentas seni di masing-masing sekolah akan merangsang tumbuhnya kesadaran akan kesenian dan kebudayaan. Nantinya, penghargaan dan apresiasi terhadap hasil seni dan budaya di masyarakat akan menjadi baik dan positif. Oleh karena itu, kegiatan seni di sekolah juga perlu mendapat perhatian, termasuk suntikan dana. Hal ini agar tidak ada kesan bahwa kegiatan seni budaya seperti terpinggirkan jika dibandingkan kegiatan olah raga.

Bentuk kesenian apa yang patut ditonjolkan oleh Kota Salatiga dalam rangka menunjang tujuannya sebagai Kota Tujuan Wisata?
Seni lukis, seni musik, seni vokal, seni tari tradisional adalah bentuk kesenian yang sudah mendapat pengakuan di tigkat internasional. Seperti kesenian barongsay dari Salatiga yang berhasil meraih juar ketiga di tingkat dunia.

Apa langkah selanjutnya yang patut diambil untuk mengembangkan seni budaya di Kota Salatiga?
Perlu hubungan yang sinergis (kompak) antara kelembagaan dan kedinasan dalam mencapai target yang diinginkan. Kalau hal itu tidak terjadi, atmosfer seni budaya di Kota Salatiga mustahil berkembang.(shk)

12 Agustus 2008

PROFIL: Ahmad Haydar: “Saya Asli Jawa”


Kalimat yang diiringi suara lembut dan sopan meluncur dari sosok pria yang berbadan tegap, tinggi, dan besar serta berwajah tampan, ”Mari, masuk. Silahkan duduk. Gimana, ada masalah apa?”

Jangan terkejut, suara dengan nada sopan tersebut milik orang nomor satu di jajaran Kepolisian Resor Kota Salatiga. Ya, dia adalah AKBP Ahmad Haydar, M.M. Kapolres, mungkin satu-satunya, yang menjadi idola para ibu. Maklumlah, pejabat kepolisian yang satu ini memang dikenal ramah dan murah senyum selain berwajah tampan.

Siapa pun yang melihatnya pasti akan berkesimpulan bahwa Kapolres Salatiga orang Arab. Memang, dari wajahnya dapat ditebak kalau darah Arab mengalir dalam tubuhnya. Perawakannya yang tinggi, hidung mancung, alis mata tebal, dan sorot mata yang tajam benar-benar khas penduduk jazirah kaya minyak itu.

Padahal, “Saya ini orang Jawa asli. Tempat kelahiran saya di Kota Kudus. Memang saya orang keturunan, keturunan ibu dan bapak,” candanya ketika berbincang santai dengan HB di ruang kerjanya yang sejuk.

Sebenarnya, menjadi polisi bukanlah cita-cita Haydar kecil. Ketika duduk di bangku SMP dia ingin menjadi seorang insinyur pertanian. Lambat laun harapan tersebut berubah. Laki-laki yang lahir pada tanggal 9 September1965 ini mantab memilih menjadi taruna ketika masih di bangku SMA.

Lulus SMA pada tahun 1985, Haydar masuk AKABRI meskipun sang ibu kurang setuju. “Bayangkan, saya harus merayu beliau dan menyakinkannya agar boleh menjadi polisi,” tuturnya. Akhirnya sekitar 2 tahun sejak kelas 2 SMA rayuan Haydar terkabul. “Kalau bapak saya setuju dan mendukung saya memilih profesi ini. Setelah saya seperti ini, ibu sangat bersyukur,” tambahnya.

Tamat dari AKABRI, Haydar langsung ditugaskan di Kalimantan Timur menjadi Komandan Penjagaan. Enam bulan berikutnya, Haydar diangkat sebagai Kanitserse Polres Balik Papan. Setelah tiga tahun, suami Desiree Ahwil ini naik jabatan lagi sebagai Wakil Kepala Satuan Serse. Jabatan ini dipegangnya selama setahun.

Karir Haydar selanjutnya adalah penyidik reserse tindak pidana tertentu (tipiter) kasus kehutanan. Kemudian pidah lagi menjadi penyidik reserse ekonomi. Pada tahun 1996, Haydar pindah ke Bontang sebagai Kepala Bagian Operasi. Setahun kemudian, Haydar masuk ke Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).

Lulus dari PTIK pada tahun 1999, Haydar menempati posisi Penyidik Madya unit narkotika di Kalimantan Timur. Tak lama berselang, pria yang enak diajak ngobrol ini diangkat menjadi penyidik Narkotika Mabes Polri. Hasilnya? “Baru-baru ini ada dua orang (Samuel dan Hersen) terpidana mati karena kasus narkoba. Itu adalah orang yang saya tangkap tujuh tahun lalu,” ungkapnya.

Haydar sempat menjalani tugas sebagai Kasat Serse Ekonomi Polda NAD (Aceh pada tahun 2005. Tugas ini dilanjutkan menjadi penyidik madya unit industri perdagangan di Bareskrim Polri, Kalimantan Timur. Kasus yang ditanganinya adalah tindak pidana ekspor-impor, hak kekayaan intelektual (HAKI), dan tindak pidana ekonomi sebelum pada akhirnya terdampar di Salatiga.

Menurut Haydar, kondisi Salatiga sangat kondusif. Kesadaran masyarakat akan hukum juga relatif cukup. “Pelanggaran hukum atau tindak kriminal tidak banyak. Kalau pelanggaran lalu lintas banyak, namun masih wajar.”

Haydar juga menghimbau agar masyarakat menjaga kewaspadaan, karena kejahatan bisa terjadi kapan pun dan di mana pun. Masyarakat juga sudah harus tertib dalam berlalu lintas agar tidak mengganggu pengguna jalan lain. “Kami mengharapkan kritik dan saran selama 24 jam. Laporan bisa langsung ke nomor Polres yang baru (0298) 327122 atau SMS ke HP saya 08128292333,” tutupnya.(lux)

DARI REDAKSI: Tak Cukup Hanya Peduli...


Salatiga berupaya menjadi kota pendidikan memang tak dapat disangkal. Fasilitas pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga perguruan tinggi tersedia di sini. Kontribusi lembaga pendidikan terhadap perputaran perekonomian Kota Salatiga juga tidak kecil. Hiruk pikuk pelajar dan mahasiswa, baik yang berasal dari Salatiga maupun luar Salatiga membuktikan bahwa Salatiga sangat cocok menjadi kota pendidikan seperti halnya Yogyakarta.

Jika pemerintah bersungguh-sungguh mengarahkan Kota Salatiga sebagai kota pendidikan, sebaiknya ranah pendidikan di Kota Salatiga ini sesegera mungkin diatur melalui peraturan daerah (perda). Dengan demikian ada aturan dan pegangan yang jelas dalam penyelenggaraan pendidikan.

Sementara ini, kita melihat dunia pendidikan di Kota Salatiga seperti berjalan di hutan belantara. Siapa yang kuat dan banyak uang, dialah yang dapat menikmati pendidikan yang diimpikan. Sementara, bagi masyarakat miskin, meskipun anaknya cerdas dan memiliki nilai bagus tidak dapat menyentuh fasilitas pendidikan yang diinginkan. Keadaan ini sangat ironis di dalam proses demokrasi yang selalu digembar–gemborkan.

Memang pengelolaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Tetapi, pemerintah tetap harus bertanggung jawab mengatur agar tidak hanya yang kuat saja yang terakomodasi. Sementara, yang lemah dibiarkan semakin lemah.

Bagi masyarakat yang berekonomi lemah, pendidikan murah adalah sebuah idaman. Mereka sangat paham, memperbaiki keadaan agar anak–anaknya bernasib lebih baik daripada orang tuanya adalah dengan pendidikan.

Sayangnya, setiap kali memasukkan anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tingggi, para orang tua selalu dibayangi setumpuk uang yang harus dipersiapkan agar putra-putri mereka dapat mengenyam pendidikan yang diinginkan. Lalu kapan pendidikan murah dapat terwujud?

Oleh karena itu, sebagai manusia yang bertaqwa, kita wajib berusaha meraih cita-cita itu. Caranya adalah dengan membenahi sistem pendidikan yang sangat sumpek ini, agar pendidikan dapat menciptakan generasi yang berkarakter, punya harga diri, kebanggaan diri, berani bertanggung jawab, dan beretika.

Mari, di hari jadi Kota Salatiga yang ke-1258 pada tanggal 24 Juli 2008 ini, kita jadikan Kota Salatiga sebagai kota pendidikan yang bermartabat.


REDAKSI

SURAT PEMBACA: Tuna Wisma Tanggung Jawab Siapa?; Perumahan PNS

Tuna Wisma Tanggung Jawab Siapa?

Bagi warga Salatiga yang terbiasa melintas di Jalan Jenderal Sudirman, tepatnya di depan Apotik Wahid, pasti tak asing lagi dengan seorang bapak tua berpakaian kumuh yang duduk-duduk di taman pembatas jalan. Sampah pakaiannya berserakan. Bahkan tiang lampu penerang dijadikan sandaran barang-barang rongsokannya.

Pemandangan itu masih ditambah dengan aktivitasnya yang mengganggu pengguna jalan. Saya pernah menjumpainya menyalakan bara api untuk membakar-bakar sesuatu di taman pembatas. Sudah pasti, pemandangan ini menimbulkan berbagai pendapat. Ada yang tidak perduli, kasihan, atau malah menertawakan orang itu. Bagi saya pribadi, pemandangan tersebut sangat memprihatinkan baik secara humanis, sosial, maupun hukum. Melihat sosoknya yang sudah renta dan compang-camping, bisa dipastikan bahwa orang tersebut tuna wisma, papa, dan sepertinya sudah mulai pikun.

Ironis memang. Sebagai jantung kota, semestinya pemandangan tersebut mendapat perhatian khusus karena dapat mengganggu ketertiban umum dan keindahan kota. Apalagi, aktivitas dan keberadaannya di jalur padat lalu lintas kendaraan akan sangat membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain.

Saya berharap agar aparat pemerintah bisa saling berkoordinasi untuk mengambil tindakan penertiban dengan mengevakuasi tuna wisma tersebut ke tempat yang tepat dan layak misalnya di pindah ke wisma sosial atau di RSJ (kalau terindikasi hilang ingatan). Kita sebagai bagian dari warga Kota Salatiga harus tetap menaruh keperdulian kepada orang-orang yang terpinggirkan seperti itu selain juga harus tetap memperjuangkan Salatiga sebagai ikon kota Sehat, Tertib, Bersih, Indah dan Nyaman.


Rista Fransisca
Jl. Diponegoro - Salatiga

Perumahan PNS

Kabar gembira menyelimuti hati para pegawai negeri sipil (PNS) pemerintah Kota Salatiga. Sebentar lagi, dua perumahan PNS yang dinantikan akan dibangun di Kecamatan Argomulyo (Perumahan PNS Praja Mulia) dan Kecamatan Sidomukti (Perumahan PNS Praja Mukti).

Kabar gembira ini terutama ditujukan kepada PNS yang beruntung memperoleh undangan sosialisasi tentang perumahan tersebut. Undangan tersebut, menurut pendapat saya, merupakan indikasi bahwa mereka yang diundanglah yang akan memperoleh perumahan itu. Di antara rekan–rekan PNS yang mendaftarkan diri sebagai peminat perumahan, saya termasuk yang kurang beruntung. Demikian halnya beberapa rekan yang lain. Pasalnya, jumlah perumahan yang akan dibangun jauh lebih sedikit daripada jumlah permintaan.

Pemilihan PNS yang berhak memperoleh fasilitas perumahan ini berdasarkan hasil penilaian terhadap data-data yang masuk kepada panitia. Setiap peminat harus mencantumkan data pribadinya yang meliputi masalah kepegawaian, penghasilan, kepemilikan rumah, dan data lainnya. Penilaiannya dilakukan dengan memberi nilai angka pada data yang diisi. Skor atau nilai tertinggi berpeluang memperoleh perumahan PNS.

Karena saya termasuk yang tidak memperoleh undangan sosialisasi perumahan PNS maka saya masih berharap semoga Pemerintah Kota Salatiga memikirkan teman–teman PNS lain yang belum mendapatkan perumahan. Yakni, dengan membangun perumahan serupa di Kecamatan Tingkir dan Kecamatan Sidorejo. Semoga!


Pk. Prapto
Perum Pepabri Tingkir

OPINI: Srir = Astu Swasti Prajabhyah


Djisnozero 45*

Tahun 2008 ini Salatiga memperingati Hari Jadi yang ke-1258. Sebuah peringatan yang fantastis tua. Tapi pengakuan secara hukum baru ditetapkan pada Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 1995, berdasarkan hasil penelitian Tim Peneliti atas Batu Prasasti Plumpungan.

Prasasti yang ditulis menggunakan huruf Jawa Kuno dan Bahasa Sansekerta itu mempunyai arti penting dalam membangun Salatiga ke depan. Seperti yang ditulis pada Buku Laporan Tim Penelitian Hari Jadi Salatiga (hal. 10), Bahwa penetapan hari jadi dapat memacu dan memiliki semangat untuk memajukan dan membangun daerahnya. Pembangunan daerah yang tentu berakar pada nilai-nilai budaya dan sejarahnya.

Berdasarkan tulisan di batu prasasti Plumpungan, sebuah kalimat “ srir = astu swasti prajabhyah “(ya, selamat, makmur dan bahagialah semua rakyat). Kalimat itu bukan sekedar salam, tapi adalah sebuah mantra. Kalimat sakti yang mengandung nilai-nilai sebagai dasar untuk membangun dalam mewujudkan keselamatan, kemakmuran dan kebahagian rakyat. Untuk mewujudkan itu tentunya melalui proses dan kesungguhan dari para penguasa berdasarkan konsekuen logis serta partisipasi masyarakat.

Hari Jadi Salatiga efektif diperingati sejak dikeluarkan Perda Nomor 15 Tahun 1995. Memperingati sebuah moment pada dasarnya mengingat dan memahami kembali nilai-nilai budaya dan sejarah dari moment itu sekaligus sebagai evaluasi dalam mewujudkan nilai-nili itu terhadap kesejahteraan rakyat. Maka diperlukan pemahaman, kesadaran dan ketulusan oleh semua pihak.

Memperingati Hari Jadi Salatiga berarti memahami Prasasti Plumpungan dengan berbagai aspek yang terkandung di dalamnya, meliputi budaya, sejarah, sosial dan pemerintahan. Termasuk memperingati dengan tata cara budaya dan sejarah, tidak sekedar seremonial dan festival/prosesi. Karena dengan tata cara budaya dan sejarah akan relatif lebih cepat proses memahami nilai-nilai yang terkandung, terutama memahami kalimat sakti ”srir–astu swasti prajabhyah“ sebagai sebuah visi dalam membangun Salatiga (prasasti pada era pemerintahan modern Salatiga, Hati Beriman). Akan sangat harmonis apabila srir = astu swasti prajabhyah bersinergi dengan Salatiga Hati Beriman dan Perundang-undangan serta peraturan-peraturan pemerintah (nasional) dalam mewujudkan pembangunan.

GUGON TUHON
Pada kehidupan masyarakat Jawa tumbuh “kepercayaan” gugon tuhon (gugon = gugu ; percaya, tuhon = tuhu ; setia) bahwa apabila tidak melaksanakan ajaran luhur (termasuk nilai budaya dan sejarah) akan kuwalat (menerima hukuman dari alam).

Kejadian-kejadian di Salatiga terutama yang berkaitan dengan pemerintahan yang berhubungan dengan hukum dan terpuruknya kehidupan masyarakat, semoga bukan kuwalat karena alpa menjalankan ajaran-ajaran luhur, baik yang bersifat budaya maupun perundang-undangan yang berlaku. Sebab pemerintahan di Salatiga dikelola dan dikendalikan oleh sumber daya manusia terpilih (minimal berpendidikan Strata 1).

Mengutip salah satu pada/bait dari sebuah karya besar, Serat Kalatidha karya Pujangga Raden Ngabehi Ronggawarsita :

Ratune ratu utama, patihe patih linuwih,
Pra nayaka tyas raharja, panekare becik-becik,
Parandene tan dadi, paliyasing kala bendu,
Malah mangkin andadra, rubeda kang ngreribeti,
Beda-beda hardane wong sanagara. (dhandhanggula)

Ratu/raja (pemimpin suatu wilayah) seorang pilihan, patih (pembantu utama raja) orang cakap dan intelek, pra nayaka (para pejabatnya) berkeinginan selamat dan sejahtera, panekare (para pegawainya) setia dan baik, namun kenyataannya tidak mampu mencegah zaman terkutuk, terjadi pelanggaran-pelanggaran karena berbeda-beda loba-angkaranya orang diseluruh negara.

Semoga dengan memperingati Hari Jadi ke-1258 Salatiga di tahun ini, sebagai pertanda bangkitnya kesadaran dan pemahaman terhadap ajaran-ajaran luhur, untuk mewujudkan “srir = astu swasti prajabhyah” sekaligus Salatiga Hati Beriman. Karena rakyat Salatiga sangat merindukan. Pada peringatan Hari Jadi Salatiga tahun 2008 ini perkenankan saya tengarai dengan surya sengkala. “ESTHINING KALUHURAN MULYA KADULU”.


*Budayawan Salatiga

PENDIDIKAN: Sinau Bosa Jowa

Penghargaan terhadap mata pelajaran (mapel) Bahasa Jawa telah meningkat dengan adanya ketentuan bahwa Bahasa Jawa bukanlah mapel muatan lokal.

Sama PentingKetentuan ini tersirat dalam UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang disahkan 8 Juli 2003 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 No 78). Pasal 37 ayat (1) menyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olah raga, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal (mulok). Hal ini dijelaskan oleh Kepala Bidang Pendidikan Dasar, Dinas Pendidikan Kota Salatiga, Drs. Wido Murwadi.
Selanjutnya dalam Penjelasan atas UU Nomor 20/2003 (Tambahan Lembaran Negara RI Tahun 2003 No 4301) tersebut, khususnya pasal 37 ayat (1) tentang butir bahasa dijelaskan, “Bahan kajian bahasa mencakup Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, dan Bahasa Asing dengan pertimbangan: satu, Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional. Dua, Bahasa Daerah merupakan bahasa ibu peserta didik. Tiga, Bahasa Asing terutama Bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang sangat penting kegunaannya dalam pergaulan global.
”Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Bahasa Daerah (termasuk Bahasa Jawa) merupakan mapel wajib dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Bahasa Daerah juga memiliki kedudukan yang sama dengan mapel bahasa nasional dan bahasa asing. “Selain itu, Bahasa Daerah memiliki fungsi yang sama pentingnya dengan fungsi bahasa nasional dan bahasa asing” ungkap laki-laki yang pernah menjadi guru di sebuah sekolah dasar di Kota Salatiga. Dengan uraian di atas semakin jelas bahwa mapel Bahasa Jawa merupakan mapel wajib di sekolah dasar dan menengah. Nilainya dalam rapor memiliki kedudukan yang sama dengan nilai mapel Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris (bahasa asing lainnya). Mapel Bahasa Jawa juga bukan mulok yang biasanya dianggap sepele.
Wajib SD-SLTAKetentuan kedua yang menyatakan bahwa Bahasa Jawa bukan mulok adalah Keputusan Gubernur Jateng No 895.5/01/2005 tentang Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa Jawa Tahun 2004 untuk Jenjang Pendidikan SD/SDLB/MI, SMP/SMPLB/MTs, dan SMA/SMALB/SMK/MA Negeri dan Swasta Provinsi Jateng 23 Februari 2005. Dalam keputusan tersebut dinyatakan, “Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa Jawa tahun 2004 untuk SD/SDLB/MI, SMP/SMPLB/MTs, dan SMA/ SMALB/SMK/MA mulai tahun ajaran 2005/2006 wajib dilaksanakan oleh semua jenjang sekolah di Provinsi Jateng, baik sekolah negeri maupun swasta.” Kurikulum ini ditetapkan dan diberlakukan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di Jateng. Terutama dalam upaya penanaman nilai-nilai budi pekerti dan penguasaan bahasa Jawa bagi peserta didik. Dari Keputusan Gubernur Jateng tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Bahasa Jawa menjadi mapel wajib (tidak disebut lagi mulok) mulai tahun pelajaran 2005/2006. Bahasa Jawa diajarkan tidak hanya di jenjang SD dan SLTP tetapi juga di jenjang SLTA (SMA, SMK, dan MA).
“Ini juga berarti bahwa mapel yang disebut mulok adalah mapel yang memuat bahan kajian khas potensi atau identitas daerah,” jelasnya. Contoh mulok adalah Keterampilan Ukir (mulok Kabupaten Jepara); Keterampilan Batik (mulok Kabupaten/Kota Pekalongan dan Kota Surakarta); atau Kerajinan Kuningan (mulok Juwana/Kabupaten Pati).
Upaya MelestarikanAdanya perubahan kedudukan mapel Bahasa Jawa di sekolah dari mulok menjadi mapel yang sejajar dengan mapel lainnya dan dengan diberlakukannya Kurikulum Bahasa Jawa Tahun 2004 di semua jenis dan jenjang sekolah negeri maupun swasta di Jateng, mulai tahun pelajaran 2005/2006 membuat Bahasa Jawa semakin mendapat penghargaan sebagaimana mestinya. Kesadaran akan pentingnya peran Bahasa Jawa akan meningkatkan pula perhatian dan penghargaan terhadap bahasa daerah dengan penutur terbesar di Indonesia itu. Dengan adanya sikap positif dan apresiatif (menghargai) terhadap bahasa Jawa di kalangan peserta didik sebagai generasi penerus, kelestarian bahasa Jawa dapat dijamin. Selain itu, munculnya kekhawatiran akan masa depan suram bagi bahasa Jawa juga dapat dihindarkan.
Terlebih, bahasa daerah berperan penting sebagai lambang kebanggaan daerah; identitas daerah; dan alat perhubungan di dalam keluarga serta masyarakat daerah. Bahasa daerah juga berperan sebagai pendukung bahasa nasional; bahasa pengantar di sekolah dasar pada tingkat permulaan untuk memperlancar pengajaran bahasa Indonesia dan mata pelajaran lain; dan alat pengembangan serta pendukung kebudayaan daerah (Pusat Bahasa, 1975). Kepala Sekolah dengan dukungan Komite Sekolah perlu meningkatkan komitmennya dalam melaksanakan kurikulum pendidikan di sekolah (termasuk kurikulum Bahasa Jawa). Harapannya, sekolah dapat memberikan layanan pendidikan kepada peserta didik dengan sebaik-baiknya. Para guru Bahasa Jawa diharapkan dapat melaksanakan pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan.
Guru bahasa Jawa perlu memperhatikan karakteristik Kurikulum Bahasa Jawa Tahun 2004. Di antara karakteristik tersebut adalah penekanan pada fungsi Bahasa Jawa sebagai alat komunikasi dengan menggunakan pembelajaran terpadu. Bahasa Jawa harus disampaikan secara terpadu antara keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis meliputi kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra. Pembelajaran berpusat pada siswa dalam bentuk pengalaman belajar. Sementara, guru berperan sebagai fasilitator, penulis skenario pembelajaran, dan sutradara pembelajaran. Guru menjalankan perannya dengan berorientasi kepada pencapaian kompetensi siswa yang mencakup pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), dan nilai-nilai dasar/sikap (afektif).Keberhasilan pembelajaran bahasa Jawa di sekolah akan memberikan kontribusi dan penjaminan bagi kelestarian bahasa Jawa, identitas daerah (Jawa), dan pemberian pendidikan budi pekerti yang efektif demi peningkatan kualitas moral anak bangsa. Selain itu, keluarga dan lingkungan juga diharapkan memberikan dukungan kepada anak untuk mempelajari bahasa Jawa dengan rajin melatihnya di rumah.(dji)

RAGAM: Seni, Antara Nurani dan Himpitan Ekonomi; ”Bahasa Jawa” Tumbuh Berkembang dari Kaum Remaja

Seni, Antara Nurani dan Himpitan Ekonomi
seni bukanlah barang murah.
Betapa banyak modal
yang harus direlakan untuk menghasilkan sebuah
karya seni, baik tenaga, materi, waktu, maupun pikiran.
Inilah yang menyebabkan lebih banyak seniman yang hidup susah.
Tak sedikit seniman yang berkualitas sekalipun harus berjibaku
dengan dunia yang penuh materi ini.
Bagaimanapun, mereka harus menghadapi kenyataan
bahwa senang membuat karya seni saja
tak cukup untuk melanjutkan hidup.
Seni telah diagungkan selama berabad-abad. Seni juga sudah menjadi kebutuhan dalam berekspresi, bahkan makanan bagi jiwa. Lebih dari itu, seni menawarkan ketenangan batin; membuat hidup lebih hidup; dan menyegarkan pikiran. Seni juga dimaknai sebagai penjaga peradaban.

Semua itu memang tidak salah. Buktinya, Presidan kita sekarang pun lebih senang melampiaskan perasaannya dengan membuat karya seni, yaitu lagu. Tetapi, seringkali pandangan semacam ini malah menjadi batu sandungan dan dapat merugikan seniman itu sendiri. Pandangan ini juga seperti menjadi pemakluman bahwa seniman layak untuk hidup susah dan kurang dihargai. Sebaliknya, banyak orang sukses berpendapat bahwa mereka yang beruntung dan bahagia adalah mereka yang menyenangi dan menikmati pekerjaannya. Seniman langsung digolongkan ke dalam tipe ini. Ini karena kebanyakan orang yang memilih menjadi seniman adalah karena mampu menghasilkan karya seni. Selain itu, karena mereka menyukai proses pembuatan karya seni itu sendiri dan karenanya dia adalah orang yang beruntung dan bahagia.

Idealisme yang TerbuangLantas, bagaimanakah para seniman menjalani kehidupan ini? Bagaimana mereka membiayai kebutuhan sehari–hari? Bagi seniman yang sudah terkenal, apalagi yang sudah go internasional tidaklah sulit untuk memenuhi kebutuhan materi. Seperti, mendiang Basuki Abdullah. Satu lukisannya bias dihargai hingga 50 juta rupiah, bahkan lebih. Sekarang bagaimana dengan seniman yang ada di sekitar kota kita?Adalah Budi, seorang pelukis sekaligus penjual lukisan yang biasa mangkal di Jalan Jenderal Sudirman, sebuah jalan protokol di Kota Salatiga yang dipenuhi dengan nafas kehidupan perekonomian Kota Salatiga yang hampir tidak pernah sepi. Berlatar belakang rumah dinas Walikota Salatiga, laki- laki setengah baya dengan rambut sebahu ini biasa memajang hasil karya lukisnya. Sebuah lukisan berukuran 60x100 sentimeter yang menggambarkan kuda yang sedang berlari kencang hanya dihargai 60 ribu rupiah. Ada juga lukisan Dewi Kuan Im dijual dengan harga yang sama. Budi menjelaskan, "Lukisan ini saya buat karena ada sebagian dari masyarakat yang menyukai jenis lukisan seperti ini.” Budi mengaku terpaksa membuat lukisan itu. “Tapi mau bagaimana lagi? Orientasi saya adalah pasar, jadi apa yang menjadi selera pasar itulah yang saya jual walau terkadang tidak sesuai dengan keinginan saya.”
Kondisi seniman seperti Budi memang lazim terjadi. Idealisme (patokan hidup) pribadi harus disingkirkan jauh–jauh. Pesanan dan keinginan pasar harus dikedepankan. Lebih lanjut, Budi menyatakan, kalau melukis sesuai hati nurani, dapur bisa tidak mengepul. Itulah resikonya apabila seniman bekerja sesuai hati nuraninya yang belum tentu sesuai selera konsumen. Padahal, Budi memiliki tiga anak yang semuanya membutuhkan nafkah.
Upaya BertahanSelain di Jalan Jend Sudirman Salatiga, pada hari–hari yang lain Budi memajang hasil karyanya di Ambarawa, terkadang di Ungaran. “Menjaring pembeli, Mas. Siapa tahu di Salatiga tidak laku tapi di Ambarawa atau Ungaran ada yang mau membeli,” kilahnya. Setiap kali memasarkan lukisan, pria yang pernah mengenyam pendidikan tinggi di Institut Seni Indonesia, Yogyakarta ini dapat membawa sekitar 25 lukisan sekaligus. Semua karya itu dia bawa hanya dengan menggunakan sebuah sepeda motor.
Dua bilah kayu diikat di bagian belakang motor itu dengan tali karet. Di kayu itulah Budi mengikat 25 karya lukisnya. Keadaan seperti itu telah dia tekuni selama sekitar 10 tahun terakhir. “Hampir tiap hari seperti ini. Siang hari saya melukis dan malam harinya saya keliling menjual lukisan,” jelasnya. Jika sedang beruntung, ada yang membeli lukisan. Bahkan, 20 lukisannya pernah terjual dalam waktu semalam. “Pernah juga tidak ada yang membeli, tapi tidak mengapa karena memang begitulah kondisinya,” ucapnya pasrah.
Seni Itu MahalSebenarnya, seni bukanlah barang murah. Betapa banyak modal yang harus direlakan untuk menghasilkan sebuah karya seni, baik tenaga, materi, waktu, maupun pikiran. Inilah yang menyebabkan lebih banyak seniman yang hidup susah. Tak sedikit seniman yang berkualitas sekalipun harus berjibaku dengan dunia yang penuh materi ini. Bagaimanapun, mereka harus menghadapi kenyataan bahwa senang membuat karya seni saja tak cukup untuk melanjutkan hidup. Untuk dapat terus berkarya bukan hanya kepuasan pribadi yang perlu diperhatikan. Penghargaan atau apresiasi perlu diberikan kepada para seniman. Namun, yang lebih banyak terjadi adalah seniman tidak mendapat penghargaan yang layak. Bahkan, terkadang penghargaan berupa ucapan atas karya seni pun tidak keluar untuk seniman yang sudah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya.
Lupakan soal apresiasi dalam bentuk materi, apabila ucapan penghargaan terhadap suatu hasil karya saja sulit diutarakan. Inilah yang menyebabkan bekerja untuk seni adalah sesuatu yang berat. Kadang berekspresi harus terbentur dengan selera masyarakat yang ngoyo. Kurangnya apresiasi juga yang menyebabkan banyak orang berpikir dua kali untuk terjun ke dunia seni.(dji)
”Bahasa Jawa” Tumbuh Berkembang dari Kaum Remaja
Bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa yang banyak digunakan, baik di Jawa Timur, Jawa Tengah, maupun di Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun, dalam perkembangannya budaya jawa mulai ditinggalkan, terutama di kalangan generasi muda, demikian dikatakan Sekretaris II (LPMK) Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan Jawa Tengah, Premono, S.Pd.
Menurutnya yang juga menjadi guru bahasa jawa di SMK Muhammadiyah Salatiga ini, di lingkungan keluarga dewasa ini, orang tua mulai meninggalkan bahasa jawa, diantaranya orang tua mulai menggunakan Bahasa Indonesia untuk mendidik anak-anaknya dalam bertutur kata. Sehingga Bahasa Jawa sebagai salah satu budaya jawa, bukan lagi menjadi bahasa sehari-hari, tetapi sudah menjadi bahasa yang begitu asing di kalangan remaja. Inilah yang menyebabkan, gradasi bahasa Jawa, akan menuju sebuah penggusuran zaman. Dikarenakan kaum mudanya sudah mulai mening-galkan bahasa Ibu, sebuah sinyal yang sangat ironis dan memprihatinkan.
Karena kalangan muda, yang notabene masih bersosialisasi di lingkungan masyarakat Jawa, tetapi sudah mulai enggan menggunakan bahasa Jawa. Dan lebih condong pada bahasa gaul, yang lebih memberikan nilai-nilai pergulatan yang berkonotasi pada perubahan zaman. Fenomena inilah yang barangkali, akan membuat bahasa Jawa kian terasing dari generasi muda. Juga bisa menjadi titik tolak tergesernya pola-pola budaya Jawa kian tercerabut dari bumi masyarakat Jawa.Apalagi dalam tingkah laku sehari-hari, jika ada orang tua mengingatkan anaknya, maka orang tua akan dianggap kuno dan tidak gaul.
Dengan demikian penanaman agama sejak dini sangatlah penting dalam melestarikan kebudayaan jawa. Bila ditanamkan iman kepada anak yang usianya sudah menginjak remaja seakan bagaikan membuat mie instant, yang dibuat secara cepat dan tidak akan bisa menerima nasihat dengan pikiran yang arif dan bijaksana.Budaya Jawa sangat perlu diuri-uri dengan harapan generasi muda akan mempunyai sopan santun terhadap siapa saja, yang sekarang sudah mulai terkikis bahkan dianggap remeh. Generasi Muda mulai kehilangan sopan, santun dan tepo seliro.Apalagi dengan ditiadakannya pelajaran bahasa jawa di sekolah beberapa tahun lalu, hal ini membuat para siswa kehilangan toto kromo dan sopan santun, bahkan tidak punya unggah-ungguh.
Jadi paradigma pendidik khususnya pengajar bahasa jawa, kebingungan dan kewalahan untuk menata anak-anak agar menerapkan sopan-santun baik di rumah, maupun di sekolah, bahkan dengan orang tua sendiripun tidak dapat boso kromo, orang tua dianggap seperti temannya sendiri.Sebagian kalangan remaja menganggap budaya jawa adalah budaya kuno dan tidak modern, namun orang-orang Suriname malah menggunakan budaya dan bahasa jawa. Seharusnyalah kita merasa kehilangan budaya sendiri yang diserap oleh bangsa lain. Apalagi terhadap kesenian jawa yang sering menampilkan pakaian rapi dan sopan, duduk dengan santun. Sebagai contoh adalah kesenian tradisional wayang kulit, keroncong, wayang orang dan kerawitan, teah dianggap kuno dan sangat tidak modern.
Namun kesenian yang bercorak hura-hura semi ngerock, jazz dengan penyanyi yang tidak mau menutup auratnya malah sangat diminati masyarakat kita.Secara signifikan, kalau kaum remaja sudah enggan dengan bahasa jawa, dengan begitu secara perlahan bahasa Jawa akan menjadi bahasa yang langka di masyarakat Jawa itu sendiri. Dari kaum remajalah bahasa Jawa bisa tumbuh dan tetap berkembang. Tetapi realitas di lapangan, fenomena bahasa gaul, terasa begitu menggerogoti bahasa Jawa. Hal itu tidak lepas dari sifat globalisasi yang telah mendoktrin generasi remaja dewasa ini.
Kalau kita lihat dari segi positifnya, bahasa Jawa tetap kecil mudharatnya dan besar manfaatnya. Dengan begitu, marilah kita mulai berbenah diri untuk menata anak-anak kita sejak dini, mari kita didik anak-anak kita dengan menggunakan bahasa jawa yang boso kromo, bukan ngoko, kita tanamkan dari keluarga kita masing-masing untuk senantiasa menggunakan boso kromo, karena dengan menggunakan bahasa jawa boso kromo di rumah itu akan lebih santun disbanding dengan bahasa jawa ngoko, sedangkan dilihat dari tingkat kesulitannya juga lebih sulit bahasa jawa, sehingga sekaligus akan mendidik anak kita untuk mencintai bahasa jawa sebagai salah satu budaya jawa.(bdi)

KESEHATAN: Jamu BKO; Waspadalah! Waspadalah!

Meningkatnya kesadaran masyarakat akan bahaya bahan kimia buatan pada obat sintetis membuat mereka berpaling kepada alam.

Pilihan pun jatuh kepada pengobatan tradisional melalui ramuan tumbuh-tumbuhan yang alami yang dikemas dalam produk jamu, herbal, maupun fito farma. Fito farma adalah obat tradisional yang sudah melakukan uji klinis yang lengkap dan tidak ada keraguan untuk diresepkan.

Pada dasarnya, terdapat dua komponen utama pada jamu. Dua komponen ini adalah anti oksidan yang melawan radikal bebas (zat yang menyebabkan kanker) dalam tubuh dan immuno stimulator yang meningkatkan daya tahan tubuh. Konsumsi jamu secara rutin diharapkan dapat membantu pemulihan penyakit regeneratif, seperti kolesterol, asam urat, tekanan darah tinggi, dan diabetes serta manfaat lain seperti kebugaran dan kecantikan.

Karena minat masyarakat kepada jamu sangat besar, produsen jamu pun berlomba-lomba menawarkan berbagai produk jamu. Oleh karena itu, keberadaan dan pemanfaatan jamu perlu diawasi agar tidak merugikan konsumen (pembeli). Dalam melakukan pengawasan dan antisipasi terhadap hal-hal yang dapat merugikan masyarakat, pemerintah melakukan pembinaan obat tradisional melalui Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Pembinaan dilakukan untuk menjamin mutu dan keamanan jamu. BPOM juga melakukan pengendalian secara komprehensif (menyeluruh) mulai pembuatan hingga konsumsi produk obat tradisional.

Salatiga Perlu Waspada
Peredaran obat tradisional di Kota Salatiga mendapat perhatian tersendiri dari Dinas Kesehatan Kota (DKK) Salatiga. Seperti diungkapkan oleh Kasi Farmasi dan Minuman DKK Salatiga, Sutikno Adji, hal ini merupakan tindak lanjut atas upaya antisipasi bersama yang dilakukan Badan POM RI dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Kedua belah pihak telah memberikan public warning (peringatan kepada masyarakat) dengan bekerja sama memublikasikan (mengumumkan) daftar produk yang dilarang beredar. Publikasi dilakukan melalui berbagai media lokal dan sidak (inspeksi mendadak) langsung di tempat penjualan jamu tradisional.

Yang sedikit melegakan, di Kota Salatiga terdapat paguyuban penjual jamu, yaitu Paguyuban Jamu Bagong. Paguyuban ini selalu mendapat pengawasan dan pengarahan secara rutin oleh DKK. Pengarahan yang diberikan berupa informasi tentang perkembangan produk jamu, pengetahuan, dan kesadaran untuk tidak menjual produk jamu kimia yang berbahaya. Harapannya, koordinasi ini menjadi jaminan keamanan dan kenyamanan bagi konsumen untuk membeli produk jamu di beberapa depot jamu di Salatiga. Berdasarkan data DKK, kondisi Salatiga masih terkendali.

“Kami berharap agar setiap elemen masyarakat dan pemerintah saling bekerja sama untuk mengantisipasi luasnya peredaran obat tradisional berbahan kimia,” ungkap Sutikno. Hal ini untuk menghindari jatuhnya korban. Masyarakat harus lebih jeli membaca label pada kemasan produk. Walaupun banyak label yang mencantumkan ijin produksi palsu, masyarakat harus tetap waspada dengan memperhatikan nomor pendaftaran; aturan pakai; perhatian/peringatan yang tercantum pada etiket/label; serta menghindari mengonsumsi produk yang dicemari BKO seperti yang tercantum dalam daftar lampiran public warning yang dikeluarkan Badan POM.

Jangan mengonsumsi apabila timbul keraguan. Bila terlanjur mengonsumsi, waspadai efek samping yang berlebihan, seperti keluar keringat dingin, jantung berdebar, linu-linu bahkan pusing-pusing. Dalam kondisi seperti ini, segeralah berobat ke puskesmas dan dokter terdekat. Jika perlu, khalayak dapat berinisiatif menanyakan kelayakan produk tersebut di DKK atau menghubungi Unit Layanan Pengaduan Konsumen Badan POM RI di Jakarta dengan nomor telepon 0214263333 atau Balai Besar POM di seluruh Indonesia.

Sanksi
Untuk melindungi masyarakat dari bahaya akibat penggunaan obat tradisional yang dicemari bahan kima obat (BKO), Badan POM RI memberikan peringatan keras kepada produsen yang bersangkutan. Bila peringatan tersebut tidak ditanggapi, Badan POM dapat membatalkan izin edar produk dimaksud bahkan mengajukannya ke pengadilan. Pelanggaran oleh produsen dan pihak yang mengedarkan obat tradisional dengan menambah BKO telah melanggar UU Nomor 23/1992 tentang Kesehatan.

Para pelanggar diancam hukuman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak 100 juta rupiah. Selain itu, produsen juga melanggar UU Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan atau denda paling banyak dua miliar rupiah.(indy)

MIMBAR: Pesimisme dan Optimisme SOTK Baru

Sebagai pelayan masyarakat, sudah sewajarnya apabila pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanannya kepada masyarakat. Untuk itu, sudah sewajarnya pula apabila pemerintah berusaha memperbaiki kebijakan berupa program ataupun kelembagaan untuk disesuaikan dengan kebutuhan dan dinamika masyarakat.

Melalui tulisan ini, kita akan mencermati kebijakan pemerintah dari aspek kelembagaan, dengan pertimbangan, karena pada saat tulisan ini dibuat sedang dilakukan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (raperda) tentang Susunan Organisasi Tata Kerja (SOTK) Kota Salatiga. Raperda tentang SOTK Kota Salatiga ini merupakan tindak lanjut atas diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah serta Permendagri No. 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah.

Dari kebijakan tersebut di atas, pertanyaan yang muncul adalah, “Akankah SOTK baru lebih efisien dan efektif?” Selain itu, muncul pula pertanyaan, “Apakah kebijakan ini dapat memberikan pelayanan yang lebih baik serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat?”

Untuk menjawab pertanyaan di atas, ada baiknya kalau kita menengok ke belakang, melihat berbagai perubahan program maupun kelembagaan yang pernah ditempuh oleh pemerintah seperti Gerakan Disiplin Nasional, Intensifikasi Desa Tertinggal, dan Operasi Pasar Khusus. Selain itu, juga ada kebijakan yang melikuidasi Departemen Penerangan dan Departemen Sosial. Bahkan, pemerintah juga mengubah sistem perencanaan pembangunan dari top down (pendekatan dari sudut pandang penguasa) menjadi bottom up (pendekatan dari sudut pandang rakyat). Sistem penyusunan anggaran juga diubah menjadi anggaran berbasis kinerja dan masih banyak lagi upaya-upaya yang dilakukan pemerintah. Namun, dari semua kebijakan itu, hasilnya apa? Terlebih dengan kondisi perekonomian Indonesia yang semakin terpuruk. Kita semua bisa merasakan dan bisa menilai—tentu saja—dari sudut pandang masing-masing. Pemerintah Kota Salatiga juga telah melakukan hal yang sama dan hasilnya juga bisa kita lihat sendiri seperti apa.

Kembali kepada pokok permasalahan, Walikota salatiga telah mengajukan lima rancangan peraturan daerah. Raperda tersebut meliputi Raperda tentang Urusan Pemerintah Daerah Kota Salatiga; Raperda tentang Pembentukan Organisasi Sekretariat Daerah, Staf Ahli Walikota, dan Sekretariat DPRD; Raperda tentang Pembentukan Organisasi Dinas Daerah; Raperda tentang Pembentukan Organisasi Lembaga Teknis Daerah; dan Raperda tentang Pembentukan Organisasi Kecamatan dan Kelurahan.

Selain itu, juga dijumpai adanya perubahan jumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) menjadi 10 dinas, 5 badan, 2 kantor serta inspektorat, dan Satpol PP.Sudah barang tentu, nomenklaturnya (nama SKPD) juga akan mengalami perubahan agar SOTK baru yang akan dibentuk dapat mewujudkan janji pemerintah kepada rakyat yaitu pelayanan dan peningkatan kesejahteraan serta penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

Oleh karena itu, setidaknya ada tiga hal pokok yang perlu mendapat perhatian, yaitu dasar pembentukan SKPD, penempatan sumber daya manusia (SDM), dan profesionalisme SDM. Pembentukan SKPD harus berdasarkan kepada urgensi (mendesak) kebutuhan dan permasalahan yang ada. Artinya, jangan sampai penggabungan atau pemecahan SKPD yang diharapkan dapat menghindari tumpang tindih dalam melaksanakan program, justru terjadi sebaliknya, sehingga tidak terjadi sinergi (kekompakan SKPD) tetapi menonjolkan ego sektoral (ego masing-masing SKPD).

Penempatan SDM, utamanya pejabat, pun harus diperhatikan sehingga tidak hanya mengedepankan senioritas dan kepangkatan. Prinsip the right man on the right place menjadi pedoman utama. Artinya, kemampuan seseorang menjadi faktor utama dalam menempatkan pejabat. Sebagai ilustrasi, bahwa anggaran belanja untuk pegawai Kota Salatiga TA 2008 adalah Rp 197.129.187.000,00 atau 49,27 persen dari total APBD sebesar Rp 401.129.189.000,00 kalau dihitung berarti untuk belanja pegawai per hari lebih dari 560 juta rupiah.

Peningkatan profesionalisme merupakan kebutuhan yang tidak boleh ditawar. Optimalisasi kerja perlu diwujudkan. Angka pengangguran tidak kentara di lembaga pemerintah Kota Salatiga harus ditekan. Sanksi tegas bagi pejabat yang tidak mampu melaksanakan program harus dilaksanakan.
Jawaban dari pertanyaan di atas adalah tergantung kesungguhan dan konsistensi pemerintah Kota Salatiga sendiri. Tentu saja kita menunggu sambil berdoa.

*Sekretaris Fraksi Golkar
DPRD Kota Salatiga

HUKUM: Cuplikan Perda Kota Salatiga No. 2 Tahun 2008

BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN PENDUDUK

Pasal 2
Setiap Penduduk mempunyai hak untuk memperoleh :
a. dokumen kependudukan;
b. pelayanan yang sama dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil;
c. perlindungan atas data pribadi;
d. kepastian hukum atas kepemilikan dokumen;
e. informasi mengenai data hasil pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil atas dirinya dan/ atau keluarganya; dan
f. ganti rugi dan pemulihan nama baik sebagai akibat kesalahan dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil serta penyalahgunaan data pribadi oleh Instansi Pelaksana.

Pasal 3
Setiap Penduduk wajib melaporkan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialaminya kepada Instansi Pelaksana dengan memenuhi persyaratan yang diperlukan dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.


BAB III
RETRIBUSI
Bagian Kesatu Nama, Objek dan Subjek

Pasal 16
Dengan nama Retribusi Perizinan Dibidang Angkutan atas jasa pelayanan perizinan.

Pasal 17
(1) Objek Retribusi adalah setiap permintaan perizinan dibidang angkutan.
(2) Objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi jasa pelayanan:
a. izin usaha angkutan;
b. izin trayek;
c. izin operasi; dan
d. izin insidentil.

Pasal 18
Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh jasa pelayanan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2).
Bagian Kedua
Golongan

Pasal 19
Golongan Retribusi adalah Retribusi Perizinan Tertentu.

Bagian Ketiga
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa

Pasal 20
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan atas jasa pelayanan perizinan.

Bagian Keempat
Prinsip dan Sasaran Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif

Pasal 21
Prinsip dan Sasaran dalam penetapan tarif Retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian perizinan.

Pasal 22
(1) Besarnya tarif Retribusi izin usaha angkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a ditetapkan sebesar Rp 75.000,00 (tujuh puluh lima ribu rupiah).
(2) Besarnya tarif dasar Retribusi izin trayek, izin operasi dan izin insidentil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b, huruf c dan huruf d ditetapkan sebagai berikut :
Pasal 23
Besarnya tarif Retribusi izin trayek, izin operasi dan izin insidentil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b, huruf c dan huruf d dihitung dengan cara mengalikan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) dengan tingkat penggunaan jasa.


Bagian Kelima
Wilayah Pemungutan

Pasal 24
Retribusi dipungut di wilayah Daerah.

Bagian Keenam
Masa dan Saat Retribusi Terutang

Pasal 25
(1) Masa Retribusi perizinan dibidang angkutan sesuai dengan jangka waktu perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
(2) Retribusi terutang dalam masa Retribusi terjadi pada saat diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

Bagian Ketujuh
Tata Cara Pemungutan

Pasal 26
(1) Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan.
(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

Bagian Kedelapan
Tata Cara Pembayaran

Pasal 27
(1) Pembayaran Retribusi dilakukan di kas Daerah atau di tempat lain yang ditunjuk oleh Walikota.
(2) Apabila pembayaran Retribusi dilakukan di tempat lain yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka hasil penerimaan Retribusi harus disetor ke Kas Daerah paling lambat 1 (satu) hari kerja atau dalam waktu yang ditentukan oleh Walikota.

Pasal 28
(1) Pembayaran Retribusi harus dilakukan secara tunai atau lunas.
(2) Setiap pembayan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan tanda bukti pembayaran.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, isi, kualitas, ukuran buku penerimaan dan tanda bukti pembayaran Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Walikota.


Bagian Kesembilan
Tata Cara Penagihan

Pasal 29
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penagihan Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Walikota.


Bagian Kesepuluh
Tata Cara Pemberian Pengurangan, Keringanan dan Pembebasan

Pasal 30
(1) Berdasarkan permohonan Wajib Retribusi, Walikota dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan Retribusi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Walikota.


BAB IV
KADALUWARSA PENAGIHAN

Pasal 31
(1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi, kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutang Retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana dibidang retribusi.
(2) Kadaluwarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila:
a. diterbitkan surat teguran; atau
b. ada pengakuan utang Retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung maupun tidak langsung.


BAB V
KARTU PENGAWASAN KENDARAAN

Bagian Kesatu
Kartu Pengawasan

Pasal 32
(1) Setiap pemegang izin trayek wajib memiliki kartu pengawasan.
(2) Kartu pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Kepala Dinas.

Pasal 33
Kartu Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) memuat :
a. nomor surat keputusan;
b. nama perusahaan;
c. nomor induk kendaraan;
d. tanda nomor kendaraan;
e. nomor uji;
f. merek kendaraan;
g. tahun pembuatan;
h. daya angkut (orang);
i. kode trayek yang dilayani; dan
j. kode pelayanan.


Bagian Kedua Jangka Waktu

Pasal 34
Kartu pengawasan berlaku selama 5 (lima) tahun dan dievaluasi setiap tahun.

Bagian Ketiga
Tata Cara dan Persyaratan Permohonan

Pasal 35
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan permohonan kartu pengawasan ditetapkan dengan Peraturan Walikota.


BAB VI
PARTISIPASI MASYARAKAT
Pasal 36
(1) Masyarakat dapat berpartisipasi dalam proses perubahan atau penambahan trayek angkutan umum.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara partisipasi masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Walikota.


BAB VII
SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 37
(1) Pemegang izin yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14 dan Pasal 15 dikenakan sanksi administrasi.
(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. peringatan;
b. penundaan perluasan izin;
c. pembekuan izin; atau
d. pencabutan izin.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Walikota.

Pasal 38
Dalam hal Wajib Retribusi kurang membayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 atau tidak membayar tepat pada waktunya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, dikenakan sanksi administrasi berupa denda paling banyak 2 % (dua perseratus) setiap bulan dari Retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.


Perda ini ditetapkan
dan diundangkan pada tanggal 21 April 2008

KIPRAH: Zakat, Solusi di Tengah Pendidikan Mahal

Sekolah itu mahal. Meski ungkapan tersebut tidak seratus persen benar, namun tak akan ada yang menyangkalnya. Di tengah digalakkannya program wajib belajar, biaya yang menyertainya pun terus melambung.

Meskipun demikian, ungkapan bahwa sekolah itu mahal bisa sedikit terbantahkan di Kelurahan Kauman Kidul. Sudah barang tentu hal ini menjadi angin segar bagi masyarakat kurang mampu. Kok, bisa? Bagaimana caranya? Apa pula kiatnya?
Kauman Kidul masih memiliki program yang diberi nama P2A (pembinaan dan pengembangan agama) yang diketuai oleh Abdul Hamid. Program ini merupakan warisan dari pemerintahan lama. Ketika itu, wilayah ini masih menjadi bagian dari Kabupaten Semarang. Konon, organisasi ini adalah underbow (di bawah koordinasi) Departemen Agama (Depag).

Abdul mengatakan, P2A diawali dengan adanya pertemuan tokoh agama yang bersifat insidental pada tahun 1971. ”Artinya, pertemuan dan rembug bersama para tokoh agama tersebut dilakukan hanya jika ada keperluan.” Dijelaskannya, tugas P2A adalah mengoordinasikan semua kegiatan keagamaan, baik ritual maupun pendidikan agama.
Setelah 15 tahun berjalan, muncul ide untuk memusatkan pengumpulan zakat. Tempat yang disepakati pada waktu itu adalah Balai Desa. ”Pemusatan ini bertujuan agar harta dapat diberikan secara merata kepada yang membutuhkan,” bebernya. Meskipun ada tokoh agama yang berpendapat bahwa zakat harus langsung diserahkan oleh pemberi kepada penerima, pemusatan zakat tetap dijalankan.

Lebih lanjut, Abdul mengatakan, organisasi modern untuk kegiatan ini baru dibentuk tujuh belas tahun silam. ”Mulai tahun 1991 itu ada struktur organisasi serta konsolidasi atau pertemuan digelar secara rutin,” tambahnya. Pertemuan antarpengurus dilaksanakan setiap bulan pada hari Minggu Legi. Upaya ini menuai hasil. Setelah sembilan tahun berjalan, pengumpulan zakat (fitrah) dari masyarakat Kauman Kidul dapat terkumpul 80 persen.

Pendistribusian zakat pun mengacu kepada hukum Islam. ”Mereka yang berhak menerima adalah fakir, miskin, orang yang berhutang, dan golongan lain sesuai hukum Islam.”

Seksi Pemberdayaan Ekonomi Umat, Fathoni, menyebutkan bahwa pendistribusian zakat diawali dengan musyawarah. ”Berdasarkan musyawarah akhirnya disepakati angka 60 persen untuk fakir miskin, 25 persen untuk sabilillah, amil mendapat 5 persen, dan sisanya untuk ghorim (orang berhutang), khususnya takmir masjid.” Termasuk dalam golongan sabilillah adalah remaja masjid, Taman Pendidikan Qur'an, MI, dan guru mengaji.

Dalam kiprahnya, P2A senantiasa berdampingan dengan pemerintah. ”Mulai saling menukar informasi sampai musyawarah untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di masyarakat,” kata Fathoni. Oleh karena itu, ketika pemerintah medirikan Lembaga Amil Zakat (LAZ) pada tahun 2003, P2A menyambutnya dengan senang hati. Selanjutnya, LAZ menjadi bidang kerja seksi sosial P2A.

Dalam struktur organisasinya, P2A memang dilengkapi dengan beberapa seksi. Pertama, seksi penerangan dan dakwah, seksi pendidikan dan kurikulum, seksi pembinaan ibadah haji, seksi pembinaan tempat ibadah, dan seksi sosial.
Menurut Fathoni, semua seksi telah berjalan dengan baik meskipun, diakuinya, masih ada beberapa kekurangan. Tetapi beberapa kekuarangan itu tak menghambat P2A untuk meraih keberhasilan, khususnya, bidang sosial. Buktinya, pada tahun 2007-2008 atau tahun 1248 H, LAZ mampu mengoordinasikan zakat fitrah berupa uang sebesar 16 juta rupiah dan beras 2,5 ton dari 1794 muzakki (pezakat).

Selain itu, P2A juga berhasil menciptakan paradigma baru. Kalau dulu, di tahun 1970-an, zakat masih bersifat konsumtif, sekarang telah berkembang. Karena diwujudkan uang, maka distribusi dilaksanakan dalam bentuk modal usaha, iuran sekolah (SPP), bantuan peralatan kerja, dan bantuan hewan ternak. Semua diberikan dengan tidak diharapkan pengembaliannya.

Ada pula yang diwujudkan pinjaman tanpa bunga. ”Ini untuk kebutuhan yang mendesak,” kata Zaenal Arifin, seksi ketakmiran masjid. Misalnya, seseorang harus segera membayar hutang, pembelian bibit tanaman, atau membayar SPP. Pengembalian pinjaman dibatasi hingga dua bulan. Untuk saat ini, P2A baru mampu memberikan pinjaman maksimal sebesar 300 ribu rupiah.(lux)

BUDAYA: Batik Plumpungan Khas Salatiga

Orang menyebut Batik, pasti pikiran kita membayangkan selembar kain yang bermotif dan bercorak unik dan sangat khas, tata warna dan motifnya merupakan bagian dari alam dan lingkungan kita sehari-hari. Sejak dua tahun terakhir batik sebagai busana kembali semarak dikenakan dalam berbagai kesempatan baik untuk acara resmi maupun acara santai. Para peranacang busana menjadikan batik sebagai media penampilan diri yang elegan dimanapun berada..

inilah yang menjadikan batik tetap eksis dan bertahan sampai sekarang bahkan mampu menembus pasar luar negeri. Tahun 2007 data Departemen Perindustrian menyebutkan industri batik, baik batik tulis,cap dan kombinasi keduanya bernilai Rp. 2,3 trilyun dengan nilai ekspor per tahun 110 juta dolar AS dan dikerjakan 48.000 unit usaha di sejumlah rovinsi di tanah air. Dan yang menggembirakan lagi mood masyarakat saat ini sedang ingin kembali dekat dengan sesuatu yang berasal dari warisan budaya leluhur, sesuatu yang sudah dikenal akrab.

Kota salatiga sendiri telah menemukan corak / motif batik khas salatiga, yakni Batik Plumpungan yang ide dasarnya mengambil bongkahan batu tulis Prasasti Plumpungan yang terletak di dukuh Plumpungan Kelurahan Kauman Kidul Kecamatan Sidorejo. Ciri-ciri batik plumpungan ini bergambar dua bulatan sedikit lonjong berukuran besar dan kecil saling berimpit. Bentuk ini persis menyerupai Prasasti Selo ( batu ) Plumpungan apabila dilihat dari sudut pandang atas sedangkan isen-isennya dapat diisi sesuai kreasi dan variasi pembatiknya.Variasi bentuk dan gaya bisa beragam dapat mengambil gambar gambar seperti yoni, lingga, lumping, nandi dan symbol-simbol prasasti Plumpungan yang semuanya berasal dari benda-benda bersejarah yang dijumpai di Salatiga.

Pada bulan Juli tahun lalu orang-orang di sekitar Prasasti Plumpungan Kauman Kidul oleh Dinas Pariwisata Seni Budaya dan Olah Raga telah dilatih keterampilan membatik. Pelatihnya didatangkan dari Pekalongan yang sudah kondang batik khas Pekalongan.. Tujuannya agar masyarakat sekitar yang telah mahir membatik mampu membantuk kelompok perbatikan di dukuh Plumpungan Kelurahan ,Kauman Kidul. Diharapkan pada kurun waktu mendatang akan dapat berkembang menjadi Sentra Batik Tulis Plumpungan, sekaligus mempopulerkan Prasasti Plumpungan seagai cikal akal berdirinya Salatiga. Kegiatan ini mestinya ditangani secara serius dan berlanjut sehingga produk-produk yang dihasilkan dapat dipasarkan dan dikenal warga Kota Salatiga khususnya dan juga warga yang shoping di Salatiga.. Untuk itu perlu dibuka Galery menjual Batik Khas Salatiga sehingga masyarakat dan turis asing maupun domestic dapat memilih dan membeli dengan mudah.. tempatnya juga mudah diketahui oleh siapa saja. Lebih dekat lagi kalau produk batik Plumpungan dititipkan di Koperasi Dimas milik PNS Pemkot Salatiga selain pengenalan dan pemasaran para PNS dapat memilih dan menikmati produk sendiri.

Bahan baku kain dan pewarna yang dipakai untuk pembuatan batik juga jangan yang asal-asalan sehingga kualitasnya terjamin dengan baik dan mampu bersaing dengan produk sejenis.

Menyongsong Salatiga Park sebagai tempat wisata unggulan yang rencananya akan digelar daerah Bugel yang lokasinya tidak jauh dari tempat Prasasti Plumpungan, maka sentra membatik di dukuh Plumpungan benar-benar bisa terwujud dan berkembang. Tahap awal untuk memasarkan dan mengenalkan batik Khas Salatiga adalah kewajiban bagi segenap Aparatur Pemerintah Kota Salatiga untuk memakai batik buatan sendiri .

Setiap hari Kamis ada sekitar 4000 PNS Pemkot Salatiga memakai seragam kerja batik dengan berbagai corak dan morif. Apa tidak bangga kalau yang dipakai adalah batik Plumpungan buatan Salatiga dengan berbagai motif dan corak yang menawan.Contoh aktual dapat dilihat hari Kamis, 5 Juni 2008, saat Pelantikan Pengurus Forum Kota Salatiga Sehat (FKSS) oleh Walikota Salatiga John Manoppo,SH para pengurus dan Muspida memakai kemeja batik Plumpungan dengan warna biru muda lembut dengan motif batu, lingga dan yoni yang nampak bagus. Seandainya produknya meluas di pasaran, masyarakat Salatiga bisa ikut memakainya karena dipasaran tersedia dimana-mana.

Saya Bangga Pakai Batik
Sejak dulu bila ada acara-acara resmi atau acara setengah resmi para tamu undangan sebagian besar yang hadir memakai pakaian batik. Entah batik yang berbahan baku sutera yang berharga mahal atau batik biasa yang terjangkau kerlas menengah dan kelas bawah, tapi semuanya merasa bangga menggunakan corak kain batik buatan Indonesia. Ini sebenarnya fenomena yang sangat positif membangkitkan rasa nasionalisme yang akhir-akhrir semakin meredup tergilas globalisasi dan kapitalisasi yang menghancurkan nilai-nilai tradisional dan kedaerahan. Hanya Batik saja yang sampai saat ini masih bertahan di kancah dunia tekstil dan di masyarakat, selebihnya banyak produk-produk tradisional yang tak mampu bertahan di asaran bebas karena kalah bersaing dengan produk sejenis. Untungnya masyarakat Indonesia dan para petinggi negeri masih setia dan bangga memakai batik sebagai cara aktualisasi diri, baik pada saat menerima para tamu asing maupun pada saat bersosialisasi dengan sesama. Batik juga dapat menjadi salah satu perekat Indonesia melalui budaya. Alasannya batik tidak hanya dipakai dan diproduksi di Jawa, tetapi juga diberbagai tempat di Nusantara. Bukti konkrit kecintaan kita terhadap batik warisan budaya leluhur ini adalah meratanya reaksi kejengkelan masyarakat Indonesia terhadap klaim Negara tetangga Malaysia sebagai pemilik batik. Inilah pentingnya “ nguri-uri “ budaya sendiri, mengembangkan dan menjaganya, agar tidak diserobot dan dipatenkan oleh Nagara lain.

Macam bahan untuk membatik
Pada dasarnya untuk keperluan kerajinan membatik dibutuhkan bahan baku yang sangat penting diantaranya adalah Kain Mori berwarna putih bersih. Kain mori ini ada berbagai tingkatan kualitasnya. Kain yang berasal dari tenunan serat kapas yang paling baik biasanya disebut mori primisama atau mori capsen dan mori yang kualitasnya tidak bagus disebut kain mori blaco warnanya kusam dan kasar.

Selain Kain Mori sebagai bahan dasar, juga diperlukan lilin atau malam yang diolah untuk membuat motif batik diatas bahan mori dengan maksud mencegah masuknya zat pewarna kedalam pori-pori mori. Bahan malam atau lilin ini yang baik adalah yang lentur tidak mudah retak kalau kering dan lekatannya pekat dan kuat. Biasanya bahan ini digunakan untuk embuatan batik tulis yang halus penuh kecermatan dan ketelitian. Untuk Pewarnaan para perajin batik bisa mempergunakan zat pewarna sintetis maupun pewarna alami. Zaman dulu sebelum ditemukan zat pewarna buatan pabrik, para perajin batik menggunakan zat pewarna alami. Bahan pewarna ini bisa berasal dari kulit pohon, dan dedaunan. Warna-warna alami biasanya cokelat, biru dan hitam. Warna sogan ( kecoklatan ) diketahui erasal dari rebusan kulit atang pohon mahoni, semtara warna hitam adalah hasil perpaduan sogan dan biru.

Sedangkan warna biru diperoleh dari hasil fermentasi air redaman daun Tom (indigofera tinctoria ) yang mengalami oksidasi setelah dicamur kapur gamping. Buah pinang akan menghasilkan warna merah, daun mangga bisa menghasilkan warna hijau muda bahkan kotoran sapi bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan warna kuning emas. Hasil pewarnaan alami membatik ini sangat ramah lingkungan. Salah satu yang paling santer dikeluhkan masyarakat sekitar adalah pencemaran sungai akibat limbah pembuangan proses pencelupan batik di sentra pembuatan kerajinan batik. Bila menggunakan zat pewarna alam maka pencemaran lingkungan tidak membahayakan, sebaliknya zat pewarna sintetis itulah yang merusak lingkungan karena padat kimia. Semantara ini batik dengan pewarna alami banyak dicari orang, terutama turis asing. Warna kain batik yang kusam dan lembut justru menjadi daya tarik tersendiri bagi mereka yang bernostalgia. Batik jenis ini memang sulit ditemukan, karena dibuat secara alami dan tradisional.

Selain, kain mori dan malam/ lilin peralatan lain yang digunakan untuk membatik adalah canting, anglo, wajan kecil untuk memanasi malam, kipas, arang, gawangan untuk menyampirkan kain mori, bandul untuk pemberat kain mori yang disampirkan di gawangan, taplak untuk melindungi paha si pembatik agar tidak ketetesan cairan malam yang panas serta saringan malam.

Membatik mempunyai keasyikan tersendiri dan dapat dijadikan sebagai kerja sambilan disela-sela kesibukan lainnya. Khususnya batik tulis. Oleh karena itu bagi mereka yang mempunyai keinginan untuk menambah penghasilan, batik tulis merupakan alternative jawabannya tanpa harus meninggalkan rumah

*PNS di Pemkot Salatiga
Pemerhati Budaya

LINTAS KOTA: Kegiatan di Kota Salatiga

Jangan Kucilkan Penderita AIDS

Never Forget, Never Give up dipilih menjadi tema Malam Renungan AIDS Nusantara 2008.

AIDS atau acquired immuno deficiency syndrom bagai sebuah monster yang sangat tidak diharapkan oleh setiap orang di planet Bumi ini. AIDS seperti pemangsa yang mengendap-endap dalam kegelapan sehingga sulit dideteksi dan tiba–tiba melakukan serangan mematikan. Tanpa deteksi dini, seorang penderita AIDS baru menyadari kehadiran penyakitnya bila sudah masuk stadium lanjut. Maklum, ketika baru mengidap HIV, gejala sakit tidak terasa. Namun, jika penderita HIV ini mendapat serangan penyakit lain, rasa sakit baru terasa dan statusnya meningkat menjadi pengidap AIDS. Acara yang digelar di halaman Dinas Kesehatan Kota Salatiga pada 30 Mei 2008 lalu itu menghadirkan seorang penderita HIV, sebut saja, Anton. Malam itu, Anton mengungkapkan pengalamannya yang sempat akrab dengan narkoba ketika berada di daerah ibukota.

Berawal dari pemakaian barang haram yang memakai alat bersama itulah Anton terinfeksi (tertular) HIV (human immuno deficiency virus), yakni virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Dengan keuletan dan sikap pantang menyerah serta dukungan segenap anggota keluarga, Anton berhasil melalui masa–masa sulit nya ini. Hasilnya, Anton dapat melakukan aktivitas sebagaimana manusia yang lain hingga sekarng.

Tetapi, apakah itu berarti Anton sembuh dan bebas dari HIV? Tidak. Sampai saat ini, belum ditemukan obat untuk mengusir HIV dari tubuh manusia. Anton harus mengonsumsi obat secara rutin. Fungsi obat ini adalah mempertahankan kondisi tubuhnya agar tidak menjadi lebih buruk hingga mengidap AIDS.

Assiten II Pemkot Salatiga, Ir. Priyo Sudharto, yang hadir dalam kesempatan tersebut mengingat perlunya dukungan dari semua pihak agar penderita tidak merasa dikucilkan dan tetap bersemangat menjemput masa depan yang lebih baik. Dukungan yang dibutuhkan terutama berasal dari keluarga dan masyarakat di lingkungannya.

Acara yang dihadiri segenap Kepala SKPD, mahasiswa, dan LSM di Salatiga itu berlangsung khidmat mulai pukul 19.30 hingga 22.00 WIB.(dji)


Wellcome Dinner Turnamen Woodball

Jumat malam (27/6), lapangan upacara Pemerintah Kota Salatiga menjadi saksi kemeriahan jamuan makan malam (welcome dinner) Walikota untuk para atlet dan official (petugas resmi) turnamen woodball internasional yang berlangsung di Tlatar, Boyolali. Hadir dalam acara tersebut adalah 110 peserta dari empat negara, yaitu Taiwan, Malaysia, Singapura, dan Indonesia.

Woodball (bola kayu) termasuk olah raga baru yang belum banyak dikenal masyarakat. Olah raga ini menyerupai golf namun dengan alat yang tebuat dari kayu khusus dengan gawang kecil tempat bola disarangkan. Tak banyak yang tahu bahwa Indonesia memiliki lapangan woodball terbaik di dunia yang berada di Etasia, Tlatar, Boyolali.

Pada kesempatan itu juga ditampilkan beragam atraksi senian tari yang mendapat apresiasi hangat dari hadirin. Acara ditutup dengan ramah tamah dan menyanyi bersama yang menambah akrabnya suasana. Para peserta dan official merasa diterima dengan baik oleh masyarakat dan Walikota Salatiga. Terlebih, di Kota Hati Beriman inilah mereka menginap selama masa pertandingan.(shk)


SBI SMPN1 Salatiga

Pada tanggal 23 Juni 2008 yang lalu tampak puluhan orang tua dan anak – anak melihat sebuah papan pengumuman di halaman SMPN I Salatiga. Hari itu memang pengumuman hasil pendaftaran siswa baru Sekolah Bertaraf Internasional SMPN I Salatiga mulai dipasang.

Sekolah Bertaraf Internasional atau SBI ternyata menjadi magnet yang kuat untuk menarik minat siswa Sekolah Dasar untuk mendaftar. Dengan berbagai fasilitas dan kelebihan yang ditawarkan diantaranya komputer untuk siswa, pelajaran dengan bahasa inggris, ruang kelas yang ber AC dan nyaman, pengajaran dengan menggunakan LCD. Kelengkapan fasilitas itulah yang menarik bagi siswa untuk dapat diterima di kelas SBI.

Berbagai cita dan harapan mendasari, kenapa mendaftar di SBI padahal dari segi biaya sudah barang tentu lebih tinggi dari sekolah biasa. Heri, salah seorang orang tua murid mengatakan dengan masuk di SBI ini harapannya kelak si anak akan memiliki masa depan yang lebih baik karena memiliki kualitas pendidikan yang lebih baik. Itu adalah salah satu alasan dari sekian alasan kenapa orang tua dan atau anak memilih SBI setelah lulus dari SD.

Salah seorang panitia pendaftaran siswa baru Andri Yulianingsih, S.Pd , yang notabene guru seni rupa SMPN I Salatiga mengatakan, pada tahun ini SMPN I Salatiga menerima pendaftaran sejumlah 86 siswa , dan dari pendaftar tersebut sejumlah 60 siswa diterima sebagai murid di kelas SBI.(dji)


Prajabatan Golongan I dan II

Dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia Badan Kepegawaian Daerah Kota Salatiga kembali menyelenggarakan diklat prajabatan golongan I dan II Ex Honorer. Acara yang bertempat di Kompleks Widya graha LP3K sinode tersebut dimulai pada tanggal 7 Juni 2008 dan berlangsung selama 17 hari hingga tanggal 24 Juni 2008. Sejumlah 86 peserta mengikuti diklat prajabatan tersebut yang terbagi dalam dua angkatan yaitu angkatan III dan IV dengan masing – masing angkatan diikuti 43 peserta.

Selama masa diklat tersebut peserta dibimbing oleh pengajar yang kompeten dari Widyaiswara, Pejabat Pemerintah Kota Salatiga, dan dari Denpom IV Salatiga. Dengan sistem pengajaran teori dan praktek selama 194 jam pelajaran diharapkan peserta dapat memeroleh tambahan ilmu sebagai ekal dalam pengabdian lepada masyarakat.

Setelah 17 hari masa pendidikan pada penutupan diklat yang diselenggarakan pada 24 Juni 2008 yang lalu, seluruh peserta diklat dinyatakan lulus dengan predikat baik. Adapun tiga lulusan terbaiknya angkatan III yaitu: Muh. Bahrul Ulum, Eni Kusumaningsih, dan Karni. Sedangkan untuk angkatan IV adalah: swatun Hamidah, Ismiyati, dan Boedi Ngali.

Walikota Salatiga John M Mannopo dalam penutupan diklat prajabatan tersebut menyampaikan harapan kepada segea Kepala SKPD agar terus memberikan bimbingan, arahan dan motivasi kepada pegawai di instansinya agar dapat bekerja lebih baik lagi. Pada akhir sambutannya Walikota menanyakan kesanggupan peserta diklat prajabatan untuk dapat bekerja lebih baik lagi sepulang dari diklat itu yang secara serempak dijawab peserta diklat “SANGGUP!!!!!”.(dji)


Hari Anak Nasional Tahun 2008

Selasa 3 Juni 2008, halaman Kantor Kecamatan Sidorejo tampak sangat meriah, sekitar 400 anak dari berbagai PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) berkumpul dengan di dampingi orang tua dan guru dari masing- masing tempat sekolah. Hari itu merupakan peringatan Hari Anak Nasional 2008 tingkat Kota Salatiga.

Pada tahun ini acara yang rutin dilaksanakan tiap tahun tersebut mengambil tema “ Anak Indoesia Peduli Bumi Pertiwi” dan diikuti oleh Anak Usia Dini jalur Pendidikan Non Formal Usia 2 – 6 tahun dari Kelompok Bermain, Taman Penitipan Anak, SPS / Pos PAUD Se Kota Salatiga dengan jumlah peserta lebih kurang 400 Anak dan juga Tenaga Pendidikan Paud jalur Pendidikan non formal dengan jumlah peserta lebih kurang 100 orang.

Dra. Endang DW, M.Pd Kepala Dinas Pendidikan Kota Salatiga dalam sambutannya menyampaikan bahwa tujuan diselenggarakannya peringatan ini adalah Mewujudkan Anak Usia Dini yang sehat, cerdas, ceria dan kreatif, meningkatkan pemerataan mutu dan efisiensi penyelenggaraan PAUD serta mengupayakan peningkatan kesadaran masyarakat dalam memberikan layanan terhadap Anak Usia Dini. Adapun bentuk kegiatan peringatan HAN adalah Senam sehat cerdas ceria Anak Usia Dini jalur pendidikan non formal, Aksi Kreasi Seni Anak Usia Dini, Festifal Dolanan Tradisional Anak Usia Dini, Lomba cipta APE bagi pendidik PAUD, Lomba mendongeng bagi pendidik PAUD, dan Display metode pembelajaran BCCT anak usia dini.(dji)


Raimuna Nasional ke IX

Raimuna Nasional IX Penegak dan Pandega akan dilaksanakan pada 27 Juni hingga 7 Juli 2008. Acara nasional tersebut akan diselenggarakan di bumi perkemahan Cibubur Jakarta, sehubungan dengan hal tersebut Kwarcab Salatiga mengirimkan 20 perwakilannya dan satu orang pembina.

Bertempat rumah dinas walikota, pada 25 Juni 2008 yang lalu Komandan Kodim Salatiga Letkol Dwi Wahyu memberikan bekal, arahan dan sekaligus melepas ke 21 peserta Raimuna tersebut. Hadir dalam kesempatan tersebut Kepala Kantor Inkom, Kepala DPKD, Kepala Kantor Kesbanglinmas, Kepala Dishub dan Kepala Kantor Satpol PP. Dalam arahannya Dandim manyampaikan agar Raimuna ini dapat digunakan sebagai ajang menerapkan ilmu yang dimiliki, menempa diri, membangun kemandirian, dan menjalin kebersamaan. Lebih lanjut Dandim menganjurkan agar dalam acara nasional tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh setiap peserta termasuk kesempatan untuk mendapatkan teman dari seluruh penjuru nusantara. Dandim mengharapkan setidak-tidaknya setiap peserta harus mendapatkan paling sedikit 10 orang teman baru dari daerah yang berbeda -beda.(dji)


Lokakarya Penanggulangan Kemiskinan

Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kota Salatiga pada 17 Juni 2008 yang lalu menyelenggarakan Lokakarya Penanggulangan Kemiskinan. Bertempat di ruang sidang III Pemkot Salatiga acara tersebut dihadiri oleh Walikota Salatiga, Kepala SKPD, Perwakilan Perguruan Tinggi, Camat Se Kota Salatiga, BKM,KBP,P2KP dan LSM

Dalam Lokakarya tersebut dibahas 4 pilar kebijakan pemerintah dalam usaha mengentaskan kemiskinan di Kota Salatiga yaitu dengan adanya Perluasan kesempatan bekerja dan berusaha, Pemberdayaan Masyarakat, Peningkatan kapasitas SDM, Perlindungan sosial dan lingkungan.

Adapun tujuan diselenggarakannya Lokakarya tersebut untuk mengetahui seberapa besar capaian penanggulangan kemiskinan melalui 4 pilar kebijakan di atas, mensinergikan upaya penanggulangan kemiskinan, dan merumuskan kembali capaian/target penanggulangan kemiskinan.

Walikota Salatiga John M Mannopo dalam sambutannya mengharapkan agar Lokakarya tersebut dapat menghasilkan setidaknya satu program kegiatan yang konkret sesuai kondisi yang ada dan dapat segera dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Keberhasilan itu ditandai dengan meningkatnya daya beli masyarakat dan terbukanya lapangan kerja. Sehingga target penurunan angka kemiskinan dapat tercapai dari 26% menjadi 16% pada 2011. Lebih lanjut Walikota mengharapkan agar lokarkarya tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sarana mengevaluasi kebijakan yang ada untuk kemudian dapat menghasilkan kebijakan baru yang lebih baik dan tepat sasaran.(dji)


Pertemuan Pengurus LKM/FLKM

Kantor Informasi dan Komunikasi (Inkom) Kota Salatiga kembali memfasilitasi kegiatan Lembaga Komunikasi Masyarakat (LKM) di tingkat Kota Salatiga dengan mengadakan pertemuan pengurus. Pertemuan Pengurus LKM/FLKM kali ini mengambil tema Orientasi Jurnalistik dan Sosialisasi Pengawasan Pilgub Jateng Tahun 2008. Kegiatan yang dihadiri 130 peserta ini diadakan pada Kamis (22/5).

Acara yang digelar di Ruang Sidang II Pemkot Salatiga ini tampak seru. Banyak gagasan segar dan pertanyaan menggelitik yang diajukan oleh peserta kegiatan. Peserta yang berasal dari semua kelurahan di Salatiga dan anggota Panwas Pilgub Jateng 2008 merasa perlu memperdalam ilmu jurnalistik dari para pakarnya. Ketua Panitia Pengawasan Gubernur Jateng tahun 2008 yang sekaligus Pemimpin Radaksi Koran Sore Wawasan, Ir. Sriyanto Saputro, M.M., juga hadir dalam acara tersebut.

Peserta berharap, Pemkot Salatiga melalui Kantor Inkom mengadakan kajian jurnalistik secara lebih intensif.(shk)


Pulang Bawa MIO

Dalam rangka HUT ke-62 Bhayangkara, Polres Salatiga mengadakan peringatan bersama warga. Perayaan berlangsung di halaman Mapolres Salatiga pada tanggal 29 Juni 2008. Jalan sehat dan khitanan masal menjadi puncak acara peringatan.

Acara jalan sehat ditandai dengan pelepasan balon oleh Walikota Salatiga, John M. Manoppo, S.H. Sedangkan bendera start dikibarkan Kapolres Salatiga, AKBP Ahmad Haydar, M.M. Selain ribuan masyarakat, pejabat Pemerintah Kota Salatiga, muspida plus, tokoh agama, dan tokoh masyarakat tampak turut jalan sehat.

Peringatan HUT Bhayangkara kali ini dibarengkan dengan Hari Anti Narkoba Internasional (HANI). Kapolres Salatiga menyampaikan terima kasih kepada masyarakat yang mengikuti acara tersebut. Dijelaskannya, peringatan HUT ke-62 Bhayangkara kali ini sengaja dilaksanakan dengan rangkaian jalan sehat, khitanan masal, hiburan band, nonton bareng Piala Eropa 2008, dan pengajian akbar. ”Hal ini adalah upaya mendekatkan polisi kepada masyarakat,” imbuhnya.

Lima puluh dua anak menjadi peserta dalam khitanan massal. Sebelum dikhitan, mereka diarak keliling kota dengan dokar. Anak-anak ini juga mendapat bingkisan berupa seperangkat pakaian dan tas sekolah.

Untuk meramaikan acara jalan sehat, tersedia beraneka hadiah berupa sepeda motor mio, mesin cuci dan hadiah hiburan. Hadiah diperoleh dari kerja sama dengan Koperasi Simpan Pinjam Tri Karya, Polres Salatiga, dan masyarakat. Peserta jalan sehat yang beruntung membawa pulang Mio adalah Idzan Fasihah yang juga anggota polwan Satlantas Polres Salatiga.(lux)


Sunatan Massal

Bertempat di Rumah Sakit Paru dr. Aryowirawan (RSPA), Ngawen, 160 anak dari berbagai daerah di Salatiga mengikuti khitanan massal pada Sabtu (5/7). Khitanan massal dipimpin langsung oleh dr. Priyantoro dan dibantu oleh 30 tenaga medis.

Bhakti Sosial ini digelar secara rutin setiap tahun oleh Paguyupan Warga Salatiga (Pawarsa) yang tinggal dan bekerja di Jakarta. Bhakti sosial ini bertujuan meningkatkan silaturahmi antar anggota, berpartisipasi dalam rangka menyambut HUT ke-1258 Salatiga dan memberikan kepedulian terhadap kondisi sosial dan pembangunan kota Salatiga.

Seperti yang diungkapkan Ketua Umum Pawarsa, A. Azis Said, S.E., aksi sosial yang diselenggarakan ini merupakan wujud perhatian kepada warga Salatiga. “Khususnya, yang kurang mampu,” tambahnya. Selain itu, seluruh partisipasi Pawarsa diharapkan dapat meningkatkan SDM Salatiga di berbagai sektor untuk membangun Kota Salatiga.

Pada kesempatan itu, Pawarsa juga menyerahkan bantuan berupa sembilan unit komputer kepada sejumlah sekolah dasar di Salatiga. Pawarsa juga menyerahkan kaos dan bola kepada tim PSISa (Persatuan Sepak Bola Indonesia Salatiga).(indy)


Elisha Bagi Paket Sembako

Dalam rangka HUT ke-4, radio Elisha FM membagikan 200 paket sembako kepada masyarakat kurang mampu. Pembagian tahap pertama digelar di RW 11 Ngebrak, Kelurahan Sidorejo Lor.

Warga yang turut hadir di tempat tersebut sontak gembira, karena selain mendapatkan bingkisan juga dihibur pertunjukan organ tunggal. Ada pula doorprize berupa uang bagi mereka yang bisa menjawab pertanyaan pembawa acara.

Station Manager Elisha FM, Dany Chandra, mengungkapkan, di ulang tahun yang ke-4 ini, Elisha FM ingin mengadakan kegiatan yang berguna bagi masyarakat. “Ini (kegiatan) tidak lain adalah untuk berbagi rasa bersama warga yang kurang mampu,” jelasnya. Ngebrak dipilih sebagai pusat kegiatan pembagian paket sembako sekaligus merupakan tempat puncak perayaan ultah Elisha.

Dany menyerahkan sembako secara simbolis kepada Edy Susilo H yang bertindak sebagai perwakilan Dinas Kesejahteraan Sosial dan Keluarga Berencana (Dinkessos dan KB). Dalam sambutannya, Edy mengucapkan selamat atas ulang tahun Elisha FM. “Saya sangat berterima kasih atas prakarsa mulia ini,” tambahnya.

Dany menambahkan, selain membagikan sembako di Ngebrak, Elisha FM juga akan mengadakan acara serupa di Noborejo. “Selain itu, kami juga akan membagikan paket tersebut kepada pengemis yang dijumpai di sepanjang jalan,” tegasnya.

Kepala Seksi Penerangan Kantor Informasi dan Komunikasi Kota Salatiga, Wiarso, B.A., juga menyampaikan ucapan terima kasih atas kepedulian Elisha FM kepada warga kurang mampu. “Radio adalah media yang murah dan diminati masyarakat karena fungsinya sebagai media informasi. Tentunya program sosial semacam ini pun ditunggu masyarakat,” ulasnya.(lux)


PSISa Jr Ke Tingkat Nasional

PSISa Jr bertandang ke Palembang. Klub sepak bola andalan Kota Salatiga ini akan behadapan dengan tiga klub dari Sumatera. Tim dilepas langsung oleh Walikota Salatiga John M. Manoppo, S.H., di Ruang Sidang Pemkot Salatiga (4/7).

Tim yunior nantinya akan berhadapan dengan kesebelasan Persimura (Musi Rawas, Sumatera Selatan), Persitat Yunior Tanjung Barat (Jambi), dan Persilas Yunior (Lampung). Sesuai jadwal, pertandingan digelar pada tangal 18-22 Juli 2008. Wakil Manager PSISA Jr, Kustadi Danuri, optimis timnya akan menangguk kemenangan. ”Meskipun belum mengetahui peta kekuatan lawan, kita yakin akan menang. Secara kasat mata, kemampuan kesebelasan dari Jawa lebih unggul,” ungkapnya.

Semenatara, Manager PSISA Jr yang baru, Yulianto, S.E, M.M., menjanjikan bonus. Jika menang dalam bertanding tim akan mendapat lima juta rupiah dan apabila seri mendapat setengahnya. ”Jika menjadi juara group, bonus akan ditambah lagi,” tegasnya. Oleh karena itu, Yulianto berharap, semua anggota tim mempersiapkan diri dengan baik. ”Berkonsentarilah untuk meraih kemenangan. Segala sesuatu yang dibutuhkan biar kami bersama bapak-bapak yang lain yang memikirkan,” lanjutnya.

Turut hadir dalam pelepasan tersebut adalah Ketua DPRD Kota Salatiga, Sutrisno Supriantoro, S.E. beserta sejumlah staf DPRD yang masuk dalam tim manager PSISA Jr. Mereka adalah Kustadi Danuri, S.H., Asadullah Muntakhob, M. Fathurrahman, S.E., Totok Suprapto, Tony F.R. Wakum, Sugiyanto, dan Suniprat.(lux)


Seminar Nasional Pendidikan

Kantor Pemasaran Suara Merdeka Salatiga bekerja sama dengan PT. PLN Persero Area Pelayanan dan Jaringan Salatiga serta Dewan Pendidikan menggelar seminar Pendidikan.

Narasumber forum ilmiah tersebut adalah Manajer PT PLN APJ Salatiga, M. Risbudiharta, S.E., dan Konsultan dari Badan Standar Nasional Pendidikan, Prof. DR. Mungin Eddi Wibowo, M.Pd.,. Narasumber lainnya adalah Konsultan USAID sekaligus Ketua Dewan Pendidikan Salatiga, Drs. Bambang Suteng Sulasmono, serta anggota tim Penilai Pengembang Profesi Guru, Drs. Mulyadi H.P. Bertindak sebagai moderator adalah Drs. Benny Ridwan, M.Hum. dari Dewan Pendidikan.

Seminar pendidikan yang digelar di Ruang Sidang II Pemkot Salatiga (14/6) ini mengangkat tema Profesinalisme dan Kompetensi Guru di Era Sertifikasi. Lima ratus peserta yang hadir berasal dari dunia pendidikan, baik guru maupun kepala sekolah. Sebelumnya, panitia sempat menolak 350 pendaftar. Panitia juag menyediakan doorprize yang berasal dari panitia dan sponsor, seperti Forum Komunikasi Guru Bantu Indonesia (FKGBI), Gas Domestic Region III, AKLI Salatiga, dan Bank Jateng.

Sebelum seminar, manager PT PLN APJ Salatiga mengampanyekan hemat energi. “Berhematlah dalam menggunakan energi, termasuk listrik,” pinta Risbudiharta S.E.

Menurut Prof. Mungin, sertifikasi guru akan membentuk guru yang profesional, yaitu guru yang minimal telah memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi. Mereka yang memiliki sertifikasi akan memperoleh tunjangan profesi pendidik, yang diharapkan bisa membuat mereka berkinerja optimal dan pada gilirannya akan mewujudkan pendidikan nasional yang berkualitas.(lux)


Senam Bersama Listrik Mati

Diluar kebiasaan, Kantor Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga menggelar apel pagi bersama. Sayangnya, apel yang dipimpin langsung oleh Sekda Kota Salatiga ini terganggu oleh listrik yang tiba-tiba mati.

Apel istimewa yang diadakan pada 3 Mei lalu ini dihadiri seluruh PNS (pegawai negeri sipil) se-Kecamatan Sidomukti, TNI, dan Polri. Apel dilanjutkan senam aerobic bersama. Di tengah senam berlangsung inilah listrik mati akibat pemadaman bergilir oleh PLN. Tak kurang akal, panitia pun menggunakan tape mobil kecamatan.

Dalam sambutannya, Sekda berpesan agar aparat kecamatan dan kelurahan terus meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. ”Kecamatan dan kelurahan adalah ujung tombak pemerintah. Jangan sampai ada kesan pemerintah ogah-ogahan dalam melayani masyarakat,” pesannya.

Sedangkan Kepala Kecamatan Sidomukti, Nunuk Indarti, S.Pd. M.Si. menjelaskan, apel pagi bersama semacam ini sudah dilaksanakan sejak dulu. “Namun, ini pertama kalinya dihadiri Sekda secara langsung,” jelas Nunuk.

Nunuk menambahkan, apel pagi bersama juga bermanfaat untuk menjalin kebersamaan sesama PNS, TNI, dan Polri di tingkat kecamatan. Harapannya, keakraban yang terjalin akan memudahkan kordinasi dalam melaksanakan pekerjaan.(lux)


JAMKESMAS Segera Didistribusikan

Kartu Jaminan kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) Kota Salatiga segera diberikan kepada maysyarakat. Secara simbolis oleh Franky P.A. Kepala Cabang PT. Askes Cabang Salatiga Boyolali dan Klaten menyerahkan Kartu kepada Sekretaris Daerah Kota Salatiga Dra. Sri Sejati K, MM. Penyerahan dilaksanakan di Ruang Sidang II Pemkot Salatiga pada 24 Juni 2008.

Acara tersebut dihadiri oleh Kepala Kecamatan dan Kepala Kelurahan se Salatiga. Tampak pula kepala Dinas Kesehatan Suryaningsih, M. Kes. Kepala Dinas Kesejahteraan Sosial dan Keluarga Berencana, Drs. Susanto, M.Si serta tim dari PT. Askes.

Dalam sambutannya Sekda menjelaskan bahwa kartu Jamkes ini merupakan model Askeskin yang baru. “ Kartu baru Jamkesmas ini berjumlah 34.000 sesuai dengan jiwa pemeroleh. Jumlah ini sudah tertuang dalam Surat Keputusan Walikota Salatiga yang mulaya diajukan kepada PT. Askes dan akhirnya diterimakan kartu sujumlah sekarang ini. Dapat dikatakan Jamkeskin adalah model Askeskin yang baru” papar Sekda.

“Harapan ke depan adalah di tahun 2010 Salatiga mampu mewujudkan cita-cita menjadi kota sehat. Ini tidak lain karena Dinas Kesehatan telah mencanangkan Kelurahan Siaga, serta di kota ini juga terdapat Forum Kota Salatiga Sehat (FKSS)” tambah Sri Sejati.

Setelah penyerahan kartu Jamkesmas dari PT. Askes, Sekda menyerahkan langsung kepada perwakilan Camat Sidomukti. Kemudian dilanjutkan perwakilan 4 kelurahan. Selain penyerahan kartu Jamkesmas, diadakan pula sosialisasi oleh Kepala Cabang PT. Askes juga memberikan sosialisasi tentang program Jamkesmas ini. “Setelah kartu ini didistribusikan ke Kelurahan, harapannya pada tanggal 30 Juni ini data segera dikembalikan kepada Dinas Kesehatan yang dilanjutkan ke PT. Askesmas. Hal ini adalah untuk laporan kepada PT. Askes Pusat dan Departemen Kesehatan” harap Franky.

Namun Lurah Mangunsari, Siti Sulami memberikan masukan bahwa data tersebut tidak mungkin. “Kami tidak mungkin bekerja dengan waktu singkat ini. Kesulitannya adalah kami dilapangan mengalami kesulitan dalam memilih dan menyaring tiap warga yang akan diberi” komentar Siti Sulami.(lux)


Walikota Salatiga Lepas Kontingen PON Salatiga

Nuansa biru mewarnai acara pelepasan kontingen PON Salatiga yang ikut mewakili Jawa Tengah di Kalimantan Timur. Seragam yang dikenakan atlet asal Salatiga memang berwarna biru, mulai training, jaket, hingga topinya.

Sejumlah 29 atlet dan official (petugas resmi) ikut ambil bagian dalam kegiatan empat tahunan tersebut. Adapun cabang olah raga yang diikuti kontingen Salatiga antara lain tenis meja, atletik, karate, sepak takraw, tenis, bola basket, bola voli, senam, dan taekwondo.

Walikota mengharapkan agar semua atlet dan official yang notabene duta kota Salatiga dapat menunjukkan sikap, perilaku dan tentunya prestasi yang baik sehingga dapat membawa nama Kota Salatiga di taraf Nasional. Walikota tidak menampik banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi prestasi atlet. Tetapi, para atlet harus memusatkan perhatian pada pertandingan yang diikutinya. “Para atlet harus berkonsentrasi penuh pada cabang olah raga yang diikuti dan tidak perlu memusingkan masalah akomodasi karena semuanya sudah ada yang menangani,” pesannya.

Acara pelepasan tersebut diselenggarakan pada Selasa 1juli 2008 di ruang sidang II pemkot Salatiga.(dji)


Seminar Manajemen Usaha Daerah

Badan Penanaman Modal dan usaha Daerah (BPMPUD) Kota Salatiga berupaya membekali para pelaku usaha lokal. Caranya, mereka mengadakan seminar manajemen usaha darerah.

Seminar yang diselenggarakan di Ruang Sidang Pemkot Salatiga ini menghadirkan dua narasumber. Narasumber pertama adalah Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana, Hari Sunarto, S.E., M.B.A., PHD, yang memaparkan makalahnya yang bertema mengelola bisnis dan mengelola ekonomi Salatiga. Narasumber kedua adalah Direktur PDAM Kabupaten Kebumen, Drs. Prabowo, M.M., yang menjelaskan pentingnya KPS (kerja sama pemerintah swasta). Narasumber berikutnya adalah Direktur Bank Jateng Cabang Salatiga, Djoko Acmad P, S.H., M.H., yang menyampaikan materi Bisnis Perbankan. Sedangkan yang terakhir menyampaikan makalah adalah Direktur PT. Putra Perwiratama Kota Salatiga, Yulianto, S.E. M.M., yang menyampaikan materi Pemasaran Bisnis Jasa Konstruksi.

Menurtu Prabowo, KPS memungkinkan pelayanan maksimal terhadap masyarakat yang berlangganan PDAM. KPS bukan berarti bahwa perusahaan daerah diswastanisasi. “PDAM sebagai penyedia air/barang sedangkan pihak swasta menjadi operatornya,” jelasnya Prabowo. Jadi, KPS merupakan kerja sama murni.

Sementara, Sunarto menjelaskan bermacam karakter seorang manager/ pimpinan perusahaan dalam mengelola usahanya. Ada perbedaan antara perusahaan Jepang dan Eropa. “Perusahaan di Jepang memandang karyawannya sebagai aset, mereka diberi kewenangan untuk berpikir demi efisiensi dan kemajuan perusahaan,” terangnya. Sedangkan perusahaan Eropa kebanyakan tampil layaknya raja yang otokratik.

Yulianto menitikberatkan penjelasannya pada teknik dan strategi pemasaran. “Strategi pemasaran yang kami lakukan ditekankan pada pemberian nilai tambah (added value) pada produk yang dihasilkan dan menciptakan hubungan kemitraan dengan pengguna jasa,” ungkap ketua HIPMI Salatiga ini. Selain itu, perusahaan juga berusaha meningkatkan kualitas produk dan volume penjualan serta memberikan kepuasan pelanggan.

Acara yang dilaksanakan pada tanggal 25 Juni itu dihadiri oleh Asisten II Ekbang dan Kesra, Priyo Soedharto, S.H., yang sekaligus mewakili Walikota Salatiga membuka acara.(lux)


Kunjungan Bala Kesehatan

Sepuluh perwakilan Pengurus Pusat Bala Keselamatan (PPBK) menemui Walikota Salatiga di ruang kerjanya (16/6). Pertemuan itu juga dihadiri Kabag Sosial dan Kepala Kantor Inkom.

Rombongan PPBK memberitahukan bahwa Bala Keselamatan akan mengadakan Rapat Kerja Pimpinan Bala Keselamatan Teritori Indonesia pada 16-19 Juni 2008 di Hotel Quality Wahid. Bala Keselamatan adalah organisasi yang sampai sekarang telah memberikan pelayanan rohani, pelayanan kesehatan, pelayanan sosial, dan pelayanan pendidikan.

PPBK mengharapkan Walikota berkenan memberikan sambutan sekaligus membuka rapat kerja tersebut. Pada kesempatan itu, kedua belah pihak saling menukar cinderamata.(shk)


Pilgub Jateng di Kota Salatiga

Kota Salatiga tak mau ketinggalan dalam menyukseskan jalannya Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah Tahun 2008. warga dapat menyalurkan aspirasinya dalam pilgub yang berlangsung serentak pada 22 Juni lalu itu melalui 305 TPS yang tersedia. Total, 121.988 warga Kota Salatiga yang tersebar di 4 kecamatan menggunakan hak pilihnya.

Walikota Salatiga sebagai warga Jawa Tengah juga tidak ketinggalan untuk menentukan pilihan. Bertempat di TPS 4 Kelurahan Salatiga, John M. Manoppo, S.H. beserta keluarga ikut menunggu giliran menentukan pilihan mereka.

Setelah itu, disertai muspida, KPU, dan Panwaskot, Walikota Salatiga mengadakan pemantauan di beberapa TPS yang berada di pinggiran kota. Mereka berharap, Pilgub Jateng kali ini dapat berlangsung dengan lancar, aman, dan damai.(shk)


Kepala Kantor Inkom Baru

Bertempat di Rumah Makan Mina Kencana, Kamis (5/5), berlangsung acara lepas sambut Kepala Kantor Inkom. Drs. Petrus Resi, M.Si. yang dulu menjabat Kepala Kantor Informasi sekarang harus bertugas di tempatnya yang baru yaitu sebagai Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kota Salatiga. Sementara yang menggantikannya adalah Ign. Suroso Kuncoro, S.H., M.H. yang sebelumnya menjabat Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Salatiga.

Pada kesempatan itu, selain keluarga besar Kantor Inkom, hadir pula rekan-rekan wartawan dari media masa yang bertugas di wilayah Kota Salatiga. Asisten I yang mewakili Walikota berpesan agar di bawah pimpinan baru, Kantor Inkom dapat meningkatkan kinerja dan tetap menjaga keakraban yang selama ini terjaga.(shk)

 
template : Copyright @ 2010 HUMAS SETDA KOTA SALATIGA. All rights reserved  |    by : boedy's